Jumat pagi 27 April
2012, ICW (Indonesia Corruption Watch) melaporkan kebocoran soal
Ujian Nasional Matematika SMP kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut telusuran ICW kunci jawaban yang beredar tersebut lengkap
dari kode A, B, C, D, dan E, sekitar
60 % nya jawabannya benar. Kunci jawaban benar 60 % memang sudah direkayasa agar tidak
kentara kalau terjadi kebocoran. Kebenaran kunci jawaban tersebut memang benar
karena adanya soal yang bocor,masih menunggu hasil penyelidikan kemendiknas.
Sebab, menurut humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memang terjadi
kebocoran,maka pelaku akan dienakan sangsi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pelaporan itu sepertinya
tidak mengejutkan masyarakat, karena ada banyak faktor, diantaranya pertama, jika kebocoran itu benar
terjadi, masyarakat memaklumi karena yang mealakukan pembocoran dianggap “membantu”kelulusan
peserta didik. Sebab, jika peserta didik tidak lulus angggota masyarakat
sebagai pengguna jasa pendidikan juga tidak bisa menerima dan akan protes
terhadap lembaga. Sekitar 4-5 tahun yang lalu ada sebuah SMP kota kami yang
jumlah peserta didiknya sebanyak 103orang tidak lulus ujian nasional, sehingga
harus ikut UN ulangan(saat itu memang ada ketentuannya mereka yang tidak lulus
diperbolehkan mengikuti ujian pada mata pelajaran yang tidak lulus). Apa yang
terjadi? Semua saling tuding dan saling mengancam. Pengawas yang terlalu ketat,
sehingga tidak memberi kesempatan murid untuk bekerjasama.
Kedua, kebocoran bisa jadi disengaja oleh guru melalui berbagai
cara untuk membantu muridnya supaya lulus ujian nasional. Darimana mendapatkan
soal. Bisa saja kelebihan soal yang ada di dalam ruangan ditarik oleh panitia
dan kemudian soal tersebut dikerjakan guru, dan kemudian beredar ke peserta
ujian nasional. Ini sangat memungkinkan karena suatu ruangan yang berisi
sembilan peserta ujian misalnya,jumlah paket soalnya tetap sama dengan kelas
yang normal, berisi 20 paket soal. Ada peluang untuk berbuat curang.
Ketiga, sebenarnya kalau kita melihat pada penentuan kelulusan di
tahun ini sudah terbantu dengan perhitungan 40 % nilai dari Sekolah (rata-rata
nilai rapor semester 3, 4, 5 dan nilai Ujian Sekolah dan 60 % berasal dari nilai
Ujian Nasional.Persyaratan yang tidak terlalu memberatkan. Tetapi kenapa kecurangan itu masih terjadi?
Mentalitas! Ya, barangkali
mentalitas itu yang bisa diseret sebagai alasan. Mentalitas siswa dan
mentalitas panitia penyelenggara. Bahwa,
mentalitas menempuh jalan pintas, adalah sebuah fenomena yang tengah menggejala
dalam kehidupan kita. Ini bukan hal ganjil. Di beberapa tempat siswa
mengerjakan ujian nasional bukan dengan berfikir dan belajar bersungguh-sungguh
tetapi dari hasil contekan atau kiriman jawaban dari orang lain.
Dalam kasus seperti ini
yang paling dirugikan adalah peserta ujian yang mengerjakan dengan jujur dan
mereka bersungguh-sungguh mmepersiapakan untuk
mendapatkan nilai yang baik.Namun,celaka berbagai fakta menunjukkan nilai
ujian nasional mereka seringkali dikalahkan oleh mereka yang tidak berbuat
jujur.
Persolan berikutnya,
Jika nilai Ujian Nasionalnya terbaik apa gunanya? Tidak ada. Ya, tidak ada gunanya karena tidak memberikan jaminan bagi pemilik nilai Ujian
Nasional terbaik diterima di Perguruan Tinggi. Paling-paling hanya menerima
apresiasi di lapangan upacara sekolah utnuk menerima sekedar applaus dari teman-temannya saat upacara
bendera hari senin.
Atau jika nilai Ujian Nasional dijadikan alat seleksi untuk masuk ke Perguruan
Tinggi, apa jadinya? Ada fenomena
sekolah-sekolah yang ada di pinggiran yang proses belajarnya tidak jelas, justru
bisa memiliki nilai ujian nasional yang lebih bagus. Memang upaya menyelenggarakan
UN dengan Jujur butuh waktu, yaitu membenahi sistem yang ada, bila perlu tindak
tegas pelaku kecurangan dalam Ujian Nasional.
Bahkan kalau memang kecurangan pembocoran soal ini masih terus berlangsung tidak ada salahnya kalau UN
tidakdijadikan sebagai alat penentu kelulusan, tetapi cukup
dijadikan alat pemetaan pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan,
Pemerintah menganalisis dan membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN dan
menyampaikan ke pihak yang berkepentingan. Hasil UN menjadi salah satu pertimbangan
dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan.****(HR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar