Translate

Selasa, 23 Desember 2008

MENYELAMATKAN BAHASA MADURA YANG KIAN TERPURUK

Oleh : Hidayat Raharja*
Bahasa Madura adalah salah satu bahasa lokal yang meiliki jumlah penutur cukup banyak, setelah bahasa Indonesia, Jawa, dan Sunda. Bahasa lokal yang banyak dipergunakan sebagai bahasa komunikasi daerah tapal kuda di Jawa Timur, seperti Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Bondowoso, Situboondo, Jember Malang bagian selatan, dan Banyuwangi, selain dipergunakan di daerah Madura.

Namun dalam perkembangannya seperti juga bahasa etnis atau bahasa daerah lainnya di Indonesia, bahasa Madura semakin teralineasi dari tengah masyarakat penggunanya. Kerasehan ini dapat diindikasi makin sedikitnya keluarga muda yang mengajarkan berbahasa Madura bagi anak yang dilahirkannya sebagai bahasa komunikasi dalam rumah tangga. Menyitir pendapat M. Musthafa (Kompas Juni 2008), bahwa keberadaan bahasa Madura semakin mendekati kepunahan, karena pesantren sebagai pertahanan terakhir penggunaan bahasa Madura dalam lembaga pendidikan, kini juga semkain terncam dengan masukknya kurikulum sekolah umum ke dalam pesantren. Kurikulum yang kemudian mewajibkan untuk mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasinya.

Keresahan akan semakin hilangnya bahasa Madura dalam komunikasi, bukan tanpa sebab. Hadrinya televisi yang menayangkan pelbagai jenis hiburan telah mengubah gaya hidup kaum remaja, termasuk perubahan dalam berkomunikasi. Mereka dan umumnya keluarga muda di masyarakat Madura, lebih banyak mempergunakan bahahasa Indoensia dalam keluarga mereka. Kondisi ini kian diperparah dengan pola pengajaran bahasa Madura yang tidak lagi diajarkan oleh guru bahasa Madura. Saat ini tidak ada lagi guru Bahasa Madura yang diluluskan lembaga pendidikan semacam FKIP atau pun STKIP.

Meski di dalam kurikulum SD dan SMP terdapat muatan lokal yang berupa pengajaran Bahasa Madura, pelaksanaan pelajaran tersebut tak lagi diampu oleh guru yang berkompeten mengajarkan bahasa Madura. Persoalan lainnya adalah bahwa pengajaran atau mempelajari Bahasa Madura tak ubahnya mempelajari bahasa asing, karena banyak kosa kata yang tak akrab dan tak dikenal lagi oleh peserta didik. Bahkan media pembelajaran untuk Bahasa Madura semakin tertinggal bila dibandingkan dengan media pembelajarn bahasa asing. Sebagai contoh betapa sulitnya untuk mendapatkan kamus berbahasa Madura baiik itu kamus bahasa Madura – Indonesia, maupun kamus Indonesia – Madura. Kesulitan ini semakin diperparah dengan tidak adanya ejaan bahasa Madura yang baku. Betapa bingung anak-anak kami yang ada di SMP di daerah Sumenep memakai buku bahasa Madura terbitan Pakem Maddu– Pamekasan. Kebingungan ini muncul karena ejaan yang dipakai oleh yayasan Pakem Maddu adalah ejaan bahasa Madura berdasarkan hasil lokakarya di Sidoarjo – yang diselenggarakan Balai Bahasa Surabaya pada tanggal 31 Desember 2002. Sementara anak-anak sekolah di Sumenep telah terbiasa dengan ejaan yang disempurnakan berdasarkan hasil sarasehan di Pamekasan 28-29 Mei 1973.

Perbedaan ejaan yang dipergunakan daerah Sumenep dan Pamekasan, sampai saat ini menjadi pertentangan antara yayasan Pakem Maddu – Pamekasan dengan Tim Pembina dan Pengembang Bahasa Madura (Nabara) di Sumenep. Perseteruan ini sempat mencuat ke permukaan dalam komisi bahasa Madura pada saat berlangsung Kongres Kebudayaan Madura (KKM) pada tanggal 9-11 Maret 2007. Penulis sebagai anggota komisi Bahasa Madura dalam KKM yang lalu melihat bahwa utusan dari Pamekasan yang di antaranya para pengurus yayasan Pakem Maddu ngotot untuk mempertahankan kebenaran akan pilihan ejaan yang dipergunakan berdasarkan hasil lokakarya bahasa Madura tanggal 31 desember 2002. Sementara dari tim Nabara menolak untuk memperguanakan hasil lokakarya di Sidoarjo, karena tidak dilibatkan dalam loka karya tersebut, serta ada bberapa prinsip dalam pakem bahasa Madura yang diabaikan dalam keputusn tersebut. Sehingga kalau boleh disampaikan bahwa pada saat kongres tidak ada kata sepakat dari utusan Sumenep untuk mencari titik temu perbedaan. Pada saat itu hanya dicapai keepakatan-kesepakatan untuk mengembangkan Bahasa Madura.dalam pembelajaran di sekolah.

Pertentangan ini cukup menguat ketika pada 20 Januari 2008 Tim Nabara Sumenep mengadakan seminar pelestarian dan pengembangan Bahasa Madura dengan mengundang beberapa guru Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Serta pemerhati bahasa dan sastra Madura. Sebuah upaya untuk mengakomodir beberapa keluhan dan hambatan pelestarian bahasa dan sastra Madura yang nantinya akan diusung ke dalam Kongres Bahasa Madura yang akan diselenggarakan di Pamekasan pada tanggal 15 – 18 desember 2008. Salah satu topik yang mengemuka pada seminar tersebut adalah penolakan terhadap ejaan bahasa Madura yang disempurnakan hasil lokakarya di Sidoarjo tahun 2002.

Persoalannya yang perlu diselesaikan dalam Kongres Bahasa Madura I, adalah bukan persoalan menang atau kalah, pendapatnya diterima atau ditolak, tetapi bagaimana kita duduk bersama untuk membicarakan masa depan bahasa Madura. Bagaimana upaya pengembangan dan pelestariannya bisa diaplikasikan dalam kehidupan, khsususnya dalam dunia pendidikan. Pertama, memikirkan bagaimana menjadikan pembeljaran bahasa Madura menjadi lebih efektif, kreatif dan menyenangkan. Hal ini sangat urgen, karena minimnya bacaan berbahasa Madura untuk dijadikan refrensi pembelajaran. Sangat jarang buku terbitan berbhasa Madura. Bahkan buku berbahasa Madura yang sempat booming pada tahun kejayaan Balai Pustaka, saat ini sudah jadi buku antik, tak ditemukan lagi keberadaannya. Cerita atau kisah yang diajarkan dalam buku pelajaran SD dan SMP telah kehilangan aktualitasnya, sehingga perlu direvitalisasi sehingga relevan dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan yang ada.

Kedua, sudah saatnya lembaga perguruan Tinggi yang ada di Madura didalam FKIP didirikan program S-1 jurusan khusus Bahasa Madura, untuk memenuhi kebutuhan guru bahasa Madura yang memiliki kompetensi untuk mengajarkan bahasa Madura. Usulan ini tidak mudah membutuhkan kepedulian dari pemerintah daerah setempat untuk nantinya memikirkan lulusan sehingga bisa disalurkanke berbagai sekolah yang membutuhkannya. Menghargai lulusan program khusus Bahasa Madura untuk diangkat sebagai tenaga profesional dalam dunia pendidikan. Langkah konkret yang nantinya disertai dengan pembenahan silabus pembelajaran bahasa dan sastra Madura secara komprehensif, sehingga benar-benar bisa memebrikan kompetensi bagi peserta didik mampu mengapliaksikan berbahasa dalam lingkungan sosiokulturalnya.

Ketiga, penerbitan kamus bahasa Madura perlu disebarluaskan ke berbagai sekolah. Sangat aneh rasanya ketika para sepuh dan pemerhati berteriak untuk melestarikan bahasa Madura, sementara kamus yang merupakan salah satu media untuk bisa memahami makna kata sulit ditemukan. Ironisnya untuk mencari makna bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia atau sebaliknya bertebaran berbagai kamus dengan berbagai kualitasnya. Dapat dipastikan di setiap peprustakaan sekolah pasti memiliki kamus Inggris - Indonesia atau sebaliknya. Tetapi jangan tanya keberadaan kamus Madura – Indonesia, takkan pernah ditemukan di dalamnya. Kalau pun ada karagan Bapak Oemar Sastrodiwirjo yang diterbitkan di Pamekasan, jumlah terbatas dan hanya dimiliki kalangan terbatas. Bagaimana bahasa Madura bisa berkembang.

Keempat, tidak kalah pentingnya setiap pemerintah daerah di Madura untuk memprogram mengaggarkan pendokumentasian cerita rakyat setempat untuk dibukukan dalam bahasa Madura. Serta perlu digalakkan kembali terjemahan buku-buku bermutu baik buku cerita atau penunjang pembelajaran ke dalam bahasa Madura. Hal sederhana namun amat berat untuk dilakukan, dan ini seklaigus akan bermakna akan mengkayakan bahasa dan sastra Madura.
Semoga dengan Kongres Bahasa Madura I ini dapat dicarikan solusi-solusi untuk melestarikan dan mengembangkan bahasa Madura. Bukan sekedar klangenan untuk mengembalikan kejayaan bahasa Madura seperti di masa silam, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menjadikan bahasa Madura sebagai bahasa komunikasi pemiliknya sekaligus bisa berkembang sebagai bahasa teknologi pemakainya

Selasa, 25 November 2008

Selamat Hari Guru: Pesan Pendek dari Pu3

Selamat hari guru

Smg ilmu yang bpk berikan pd kami

Barokah! aminn

Analog jam di pesawat handphone menunjukkan pukul 12;03 waktu Indonesia Barat. Ada pesan singkat masuk dari mantan siswaku yang kini telah menamatkan diploma 3 akademi kebidanan. Hari ini aku lupa kalau peringatan hari guru Indonesia. Pesan pendek dari pu3 menyadarkanku kalau hari I ni adalah peringatan pekerjaan yang aku jalani.

Tidak ada upacara, tidak ada yang mengingatkan bahwa hari ini hari guru. Aku baru tersadar ketika pesan pendek itu aku buka. Betapa sampai saat ini guru sendiri banyak yang melupakan bahwa pada 25 november sebagai hari guru. Aku berbahagia karena masih ada anak-anakku yang mengingatkan nya. Meski, kadang aku sendiri kagak tahu apa yang harus diperingati di hari guru.

Hari ini aku hanya mengajar seperti kawan-kawan guru lainnya. Tapi dengan datangnya pesan pendek itu, menggelitik aku untuk menuliskan sesuatu terhadap apa yang telah aku kerjakan selama ini. Pekerjaan sebagai guru yang kerapkali dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Guru sebagai pekerjaan dengan pangkat tinggi tapi minim jabatan dan minim penghasilan. Seorang teman pernah bilang kalau ada para pegawai berkumpul, lalu ditanyakan apa pekerjaanya, maka temanku tadi merasa malu untuk mengatakannya sebagai guru. Jadi dia akan menyebutkan pekerjaan guru dengan volume suara rendah dan perasaan rendah diri.

Pantaskah kawan-kawan guru berendah diri diadapan para pegawai pemerintahan atau profesi lainnya. Tidak ada alasan untuk merasa rendah diri, karena banyak yang bisa guru tunjukkan sebagai pegawai yang memberikan kontribusi yang berarti bagi pembangunan bangsa. Salah satunya tidak ada guru yang korupsi uang Negara, kecuali beberapa di antara mereka yang malas korupsi waktu atau mengambil keuntungan dari menjual buku paket tau LKS (Lembaran kerja siswa).

Apa yang membanggakan dari profesi seorang guru? Berhadapan dengan anak-anak manusia yang berpikir dan dinamis. Maka, setidaknya kebanggaan ini jangan disia-siakan untuk mengembangkan pelbagai poten si yang ada dalam diri peserta didik. Anak-anak kita adalah anak manusia yang membutuhkan perhatian, teguran, sapaan, belaian dan kasih sayang. Anak-anak manusia yang butuh mengembangkan harkat dan martabat kemanusiaan untuk bisa dihominisasikan (seseorang sebagai mansuia) dan humanisasi (manusia yang dimanusiakan). Mereka tidak harus pintar matematika, kimia, fisika, biologi, kalau memang mereka tidak mampu. Namun yang jangan dilupakan bagi guru adalah utnuk menghargai upaya-uoaya mereka untuk menegmbangkan keilmuan yang demikian banyak dijejalkan.

Saat anak kembali ke masyarakat mereka tidak akan ditanyakan bahasa latinnya sayur-mayur dalam pelajaran biologi, juga tidak akan ditanyakan rumus vector dalam fisika, juga takkan ditanyakan hukum Dalton dalam kimia. Juga tidak akan ditanyakan rumus deferensial dalam matematika. Tidak akan, karena di dalam masyarakat anak-anak kita akan belajar bermasyarakat, mampu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya serta mampu berkembang ditengah peradabannya yang beragam.

Aku tak tega melihat anak-anak ke sekolah dengan perasaan tertekan karena banyak tugas yang belum diselesaikan. Aku kadang tidak paham ketika setiap mengajar guru selalu memberikan tugas yang harus dikerjakan siswa. Kalau sehari ada empat mata pelajaran dan setiap mata pelajaran memberikan tugas pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, maka pasti anak-anak kita akan kehilangan waktunya untuk bersosialisasi. Celakanya lagi dalam dunia pendidikan maaf dunia persekolahan masih banyak guru yang mewajibkan les (meski tidak secara eksplisit) tetapi secara implisit kerap bermakna wajib dengan berbagai tendensinya.

Di hari guru ini aku ingin bermenung seperti apa yang dikemukakan Neil Postman, andai saja guru sehari saja bergnti peran dengan murid apa yang aka dirasakan guru. Jika guru harus belajar 13 mata pelajaran yang diikuti murid dan siswa hanya belajar satu mata pelajaran sebagaimana yang diampou guru. Jangan pernah diraghukan bahwa murid akan lebih pintar dari guru. Sementara guru yang diharuskanm belajar 13 mata pelajaran ,dapat dijamin akan mengalami stress berkepanjangan.

Tidak ada hal yang lebih bermakna bagi guru, kecuali ia mampu mengembangkan empati terhadap anak-anaknya, teman sejawatnya. semua mata pelajaran sama pentingnya, namun juga bisa menjadi sama tidk pentingnya. Dan setiap anak memiliki keunikan yang berbeda degan lainnya sehingga setiap anak cerdas, setiap anak pintar tinggal bagaimana cara guru mengelolanya.

Selasa, 18 November 2008

“Sagara Aeng Mata Ojan” , Kontroversi ditengah Lesunya Sastra Madura

Oleh: Hidayat Raharja*
Membaca beberapa keluhan mengenai bahasa dan sastra Madura selalu dipenuhi dengan aneka kecemasan, rasa putus asa, sepertinya bahasa dan sastra Madura akan menemui ajal. Beberapa pakar bahasa dan sasatra Madura bermimpi untuk dapat menumbuhkan kembali bahasa dan sastra Madura di masa kejaaannya seperti di masa silam. Kekhwatiran mengenai keadaan bahasa dan sastra Madura, sangat beralasan, karena sampai kini penggunaan bahasa Madura sebagai bahasa komunikasi di lingkungan keluarga kian jarang dipergunakan. Di jaman sekarang percakapan di banyak keluarga dalam masyarakat Madura banyak mempergunakan bahasa Indonesia, meski mereka asli orang Madura. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap kondisi sastra Madura yang kian sulit ditemukan dalam bentuk bacaan atau cetakan, baik itu karya sastra lama, apalagi karya sastra mutakhir.
Zawawi dalam buku Madura: Agama, Ekonomi dan Kebudayaaan – Huud de Jonge (editor) menuliskan artikel: “Sastra Madura yang Hilang Belum Berganti”. Sebuah realitas yang menegaskan bahwa para penulis Madura sudah beralih mempergunakan bahasa Indonesia sebagai komunikasinya. Karya sastra yang ada dalam buku pelajaran SD dan SMP tulisan berbahasa Madura (puisi) umumnya banyak ditulis oleh mereka yang sudah berusia uzur atau sudah tutup usia; Arach Djamali, Oemar Sastrodiwiryo. Kalau pun ada dari generasi muda yang menuliskan karya dalam bahasa Madura, mereka menyimpannya dalam laci pribadi. Atau sesekali karya berbahasa Madura muncul dalam rubrik seni budaya Radar Madura – (Jawa Pos Group) di edisi hari minggu.
Ditengah kecemasan akan eksistensi bahasa dan sastra Madura, sepertinya ada angin semilir yang memberikan ruang udara bagi tumbuh dan berkembangnya bahasa dan sastra Madura. Ruang bernafas tersebut hadir dengan adanya kepedulian dari Balai Bahasa Surabaya menerbitkan anotologi puisi berbahasa Madura. Juga berencana akan menerbitkan bulletin berbahasa Madura – (Jokothole). Konon, bulletin tersebut akan diluncurkan pada saat berlangsung kongres bahasa Madura di Pamekasan tahun ini.. Semoga.
Terbitnya dua kumpulan puisi berbahasa Madura, diterbitkan oleh Balai Bahasa Surabaya, antara klain; “Nemor Kara” (Balai Bahasa Surabaya, 2006) sebanyak 25 Puisi dari 20 penyair, merupakan kumpulan karya para pemenang lomba cipta puisi berbahasa Madura uyang dislenggarakan oleh Balai bahasa Surabaya. Kumpulan Puisi “ Sagara Aeng Mata Ojan” (Balai Bahasa Surabaya, 2008) berjumlah 57 puisi - karya Lukman Hakim AG dengan editor ejaan Drs.H.Moh.Imran – Tim Pembina Bahasa Madura (NABARA) Songennep.
“Nemor Kara” merupakan karya yang cukup berarti bagi perkembangan sastra Madura, karena di dalamnya memunculkan para penulis berusia muda dari lingkungan pesantren sebagai basis reproduksi dan pertahanan sastra di Madura. Meski beberapa di antara penulis yang ada di dalamnya sudah dikenal dalam penulisan berbahasa Indonesia. Lebih menarik lagi bahwa dari karya yang ada di dalam buku ini ejaannya kacau-balau tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Madura yang benar. Akibatnya buku “Nemor Kara” menuai kritik pedas dari lembaga Pakem Maddu – Pemerhati dan Pengembang Bahasa Madura di Pamekasan maupun Tim Nabara – Tim Pembina Bahasa Madura – di Songennep. Realitas yang menandaskan buruknya kondisi berbahasa Madura tertulis di kalangan muda.
Hadirnya dua buku tersebut sepertinya menjadi penanda akan bangkitnya bahasa dan sastra Madura, karena dari “Nemor Kara” banyak bermunculan penulis puisi berbahasa Madura yang berusia muda. Juga munculnya Lukman Hakim yang tergolong sebagai generasi baru namun cukup menjanjikan terhadap karya-karya yang dihasilkannya. Lukman dapat dibilang sangat prodiuktif dan ia banyak menulis karya berbahasa Madura. Salah satu kelebihannya Lukman Hakim memperhatikan pengunaan ejaan dalam penulisan teks sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Madura yang ada di Sumenep. Hal ini amat memungkinkan karena karya dalam buku tersebut khusus untuk ejaannya dieditori oleh Drs. Moh. Imran - anggota Tim NABARA – Songennep yang memiliki kompetensi sebagai lembaga pembina Bahasa Madura yang ada di Songennp. Apa yang dituliskannya dalam teks “Sagara Aeng Mata Ojan” sesuai dengan kaidah penulisan berbahasa Madura khususnya ejaan yang dipergunakan di Sumenep.
Namun demikian kehadiran antologi puisi berbahasa Madura karya Lukman Hakim memberikan ruang ucap baik sebagai teks atau sebagai wacana perkembangannya. Sebuah oase terhadap kegersangan karya sastra Madura pada saat ini karena, pertama karya sastra berbahasa Madura sudah banyak tidak ditulis dan diajarkan di sekolah. Pelajaran Bahasa dan sastra Madura di SD dan SMP lebih banyak menekankan pada pengajaran bahasa secara verbalistis. Kalau ada materi sastra masih memberikan materi karya yang dihasilkan oleh para sastrawan yang kini sudah tutup usia. Kondisi ini melengkapi suramnya eksistensi sastra Madura. Juga kesulitan menemukan karya sastra mutakhir yang diterjemahkan ke dalam bahasa Madura. Kondisi yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan karya sastra Madura hasil terjemahan di jaman kejayaan Balai Poestaka di tahun 1920-an.
Kedua, “Sagara Aeng Mata Ojan” karya Lukman Hakim, beberapa pilihan bahasa atau diksi yang dipergunakan sudah banyak yang tidak dikenal lagi oleh pembaca terutama oleh kaum muda. Artinya kehadiran teks puisi tersebut mempergunakan bahasa lokal yang tak lagi dikenal oleh masyarakatnya. Ini sesuatu yang unik karena bahasa lokal menjadi asing di daerahnya sendiri meyang, pamengkang, ngobal, ajuman, ceddu, abatthowangan, dhapen, salokke’, acangkalongan, kajal , jimbrti, takennyer, ekaong-saong, sapeltong, galagas. Beberapa kosa kata yang kemungkinan sudah tak dikenal lagi oleh kaum muda. Sisi lain, hadirnya kembali beberapa kata yang hampir punah ini menjadi pilihan yang sangat menarik untuk mengenalkan kembali kekayaan frase bahasa ibu (Madura). Namun hal ini akan sangat terbantu apabila pada setiap kosa kata yang sudah tidak dikerlnal diberikan catatan kaki, sehingga menunjang terhadap pencapaian apresiasinya di kalangan pembaca terutama kalangan pelajar SMP yang mendapatykan muatan lokal Bahasa Madura.
Ketiga, penggunaan ejaan dalam kumpulan puisi “Sagara Aengmata Ojan” mempergunakan ejaan bahasa Madura yang berlaku di Sumenep dan tidak menerima terhadap perubahan ejaan hasil keputusan bersama pengguna bahasa Madura yang dilakukan di Balai Bahasa Surabaya tahun 2004. Kondisi ini memperjelas kontroversi kehadiran buku kumpulan puisi karya Lukman Hakim, mengingat Balai Bahasa Surabaya adalah lembaga yang memfasilitasi mengenai pembaharuan ejaan bahasa Madura, namun sekaligus mendukung penerbitan buku yang nota bene ejaan di dalamnya menentang keputusan dari Balai bahasa. Bagaimana?

Selasa, 28 Oktober 2008

NARASI PENDIDIKAN, MORAL DAN MASA DEPAN PELAJAR

oleh: Hidayat Raharja *

1.Generasi MTV
Sebuah tayangan mengalir deras dari dunia audiovisual, keriangan dunia remaja (baca: pelajar) , macho, molek dan memamerkan potensi tubuh yang seksi. Arus peradaban yang menggelontor dalam kehidupan anak muda (pelajar), yang kemudian menyeret kaum muda untuk memasuki sebuah zona hiburan, planet mimpi dan khayalan tanpa ada persoalan.
Suatu zona bagi kaum muda yang tidak lagi dibatasi oleh sekat geografis ataupun territorial. Semua saling berdesak, merebut perhatian, dan mencari pengikut. Dunia pendidikan menjadi wilayah eksklusif yang dipenuhi kerumitan dan teralineasi dari kultur masyarakatnya. Dunia pendidikan tidak mampu memenuhi harapan kaum muda untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Maka, dunia mimpi, memberikan ruang ekspresi segala kesumpekan dan kehidupan yang getir untuk segera dilupakan (Sartono:2004).
Sepanjang 24 jam, televisi mengajak kita tertawa, bernyanyi atau meraih impian yang tak terjangkau. Saksikanlah, bagaimana dunia televisi mengajarkan seorang pelajar SMP diajarai caranya berpacaran. Suatu pembelajaran hidup yang ditawarkan oleh sebuah dunia sinema elektronik, yang hadir di tengah-tengah ruang keluarga.
Sejauh mana pengaruh tayangan tersebut terhadap kehidupan pelajar? Sejauh yang ditemukan dalam realitas kehidupan anak muda mulai dari jantung metropolis sampai ke kantong-kantong di pedesaaan. Suatu proses pendidikan yang dahsyat, dan aksesnya demikian hebat mengalir dari nadi kehidupan anak muda.

2. Dunia Pendidikan
Dunia pendidikan merupakan suatu wilayah proses yang menyeluruh, menyangkut aspek pengembangan koginitif, afektif (emosional) dan psikomotorik. Pengembangan seluruh aspek kepribadian, sehingga menjadi manusia yang seutuhnya, Ikhsan ( Nurcholish Madjis, 2001:ix)
Ada riga pilar yang berperan dalam proses pendidikan, antara lain:.
A. Keluarga
Berada dimanakah keluarga kita? Yang mengasuh atau mndidik anak semenjak
daribuaian sampai menjadi besar. Masa depan pelajar amat ditentukan oleh dasar
pendidikan yang diberikan keluarga. Bahwa, sampai usia 12 tahun anak amat ditentukan
oleh keluarganya. Tetapi melebihi usia 12 tahun anak ajkan menjadi milik
lingkungannya.
Lingkungan sangat berperan dalam kepribadian anak.
Keluraga memainkan peran penting untuk memberikan dasar , fondasi nilai-nilai yang akan membentuk kepribadian anak. Dukungan orangtua (material moral, spiritual) merupakan komponen penting untuk bisa mennetukan dirinya sendiri. Rumi pernah mengatkan bahwa,: “anak adalah mata panah, sementara orangtua adalah busur yang akan melesatkan mata penah menuju ke sasarannya”

B Masyarakat
Masyarakat merupakan wilayah yang lebih luas daripada keluarga. Suatu habitat, tempat keluarga tumbuh dan berinteraksi dan bekembang. Didalamnya tersedia dan terserap nilai-nilai yang kemudian menjadi milik anak. Kemampuan berinteraksi dengan lingkungan masyarakat akan menjadi mata rantai kehidupan pelajar atau anak muda.Kelak, kKe dalam masyarakat anak muda atau pelajar akan kembali. Masyarakat yang baik, ramah, peduli akan berpengaruh terhadap diri dan masa depan pelajar.

C. Sekolah
Schoola, memiliki sejarah buram dalam masa kehidupan kolonial. Sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan dan bangsa Eropa. Sementara kaum inlander (boemipoetra) hanya boleh sekolah rendahan dan nantinya boleh menjadi pegawai rendahan. Sekolah didirikan di jaman itu untuk menciptakan ambtenar (pegawai negeri)

Hubungan antara sekolah dengan pegawai kantoran merupakan warisan feodal yang sampai kini mencekam dalam persepsi masyarakat kita. Sekolah terseret kepada lembaga pemberi sertifikat dan aneka gelar daripada sebagai lembaga pendidikan yang memberikan pilihan bagi pelajar untuk mampu menentukan dan mengembangkan diri. Sekolah terperangkap ke dalam dunia pengjaran, sehingga perlu meredefinisikan kembali sebagai lembaga pendidikan yang mampu mengembangkan seluruh aspek kepribadian pelajar.. Suatu lem,baga yang mampu memantapkan dirinya sebagai institusi pendidikan yang berwajah kemanusiaan.
Lalu, bagaimana hubungan antara pendidikan, moral dan masa depan pelajar ? Wouww, fantastis!!!
Bila yang dimaksudkan pendidikan secara meluas (hakikat), maka ketiga pilar penopang pendidikan harus ditegakkan; keluarga. Masyarakat, dan dunia persekolahan. Ketiganya harus bersinergi untuk memanusiakan manusia. Memandang manusia sebagai makhluk yang unik dan spesifik.
Azzumardi Azra (2004) menjelaskan dalam dunia pendidikan (persekolahan), guru dalam masyarakat modern telah bergeser sebagai penjual jasa keilmuan yang digaji oleh negara, sehingga memrak yang secara moral belum dapat dijadikan panutan tetapi memiliki kecakaopan keilmuan dapat menjalani profesi keguruan. Sementara dalam masyarakat tradisional guru lebih menekankan kepada nilai-nilai anutan, yang digugu dan ditiru, lebih dominan daripada aspek keilmuan.

3. Moral
Pelajar, remaja, khilangan figur anutan moral. Sebab, persoalan moral menyangkut aspek perilaku. Di saat pelajar merindukan tokoh anutan, idola yang harus dijadikan tauladan, dunia entertaint menawarkan tayangan tokoh yang atraktif dan memikat, namun miskin nilai-nilai moral.
Dlam perdaban masyarakat globalmondeal,nilai-nilai moral menjadi tuntutan kebutuhan yang harus terintegrasi dalam dunia pendidikan. Nilai-nilai moral akan memberikan kekuatan bagi anak untuk menentukan nilai-nilai yang mengitari bahkan menyerbunya. Suatu nilai yang akan membrikan sikap bagi pelajar untuk menentukan mana yang baik dan tidak baik bagi dirinya. Perilaku mana yang harus tiinggalkan dan mana yang harus dikerjakan.
Pelajar sebagai generasi pemegang masa depan bangsa, harus dibekalai dengan nilai-nilai moral untuk dapat menentukan identitas dirinya, sebagai anggota keluarga, bagian masyarakat, dan penentu masa depan bangsa.
Masa Depan Pelajar
Yesterday is gone
Today is starting the future
Masa depan pelajar, perlu dipersipakan dari saat ini, melakukan retrospeksi untuk memantapkan langkah, dengan memperbaiki sistem pendidikan , nilai-nilai kehidupan yang akan memantapkan kepribadian pelajar dan akan berpengaruh terhadap masa depannya.

Rabu, 22 Oktober 2008

AIR, MANUSIA , DAN PERADABAN

Oleh: Hidayat Raharja
(1)
PENDAHULUAN

AIR MANUSIA DAN PERADABAN

Air merupakan kebutuhan vital untuk berlangsungnya berbagai proses kehidupan. Tubuh makhluk hidup tersusun atas air, berperan dalam proses metabolisme. Kehidupan tak dapat dilepaskan dari kebutuhan air sebagai kebutuhan pokok setelah oksigen.

Sumber daya air ketersediaan dan kelestariannya kait-berkait dengan komponen kehidupan lainnya; manusia, hutan, tanah, dan lainnya. Manusia memiliki peran yang amat bermakna terhadap ketersediaan dan kelestarian sumber daya air. Manusia sebagai subyek dengan pelbagai aktivitas dalam kehidupannya kerapkali memberikan dampak terhadap kerusakan sumber daya alam (juga air).

Berbagai kebutuhan hidup manusia tidak sedikit yang didapatklan dari memanfaatkan sumber daya air. Pemenuhan kebutuhan protein hewani banyak memanfaatkan dari kekayaan hayati laut yang berlimpah.

Meningkatnya jumlah penduduk dunia (Brown,1999:107 dan 204) membawa implikasi terhadap penggunaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup; air bersih., untuk mencuci, mandi, sistem pengairan sebagai konsekuensi tak terelakkan. Meningkatnya kebutuhan papan dan pangan mengakibatkan terjadinya eskalasi penebangan hutan untuk perluasan lahan pertanian dan pemukiman memberikan pengaruh besar terhadap daur hidrologi sebagai siklus perputaran air di atmosfer bumi. Realitas konkret yang memberikan andil terhadap penyerapan air sebagai penampung air hujan dan pendistribusian air di musim kemarau.

Soemarwoto (Wuryadi,1998:47) menyebutkan krisis sumber daya air semula dibutuhkan untuk rumahtangga kemudian berkembang untuk pertanian dan industri. Ketresediaan air di lingkungan ditentukan oleh air hujan yang tersimpan ( air tanah, sungai, danau,dll).

Sementara prediksi Kantor Menteri Lingkungan Hidup (1990) menjelaskan perbandingan kebutuhan dan ketersediaan air di Indonesia tahun 2000 sebagai berikut: di Jawa 154 % ( telah terjadi krisis), Bali 73 % dan NTB 58 % (mendekati krisis).

Krisis air untuk rumahtangga walaupun kebutuhannya relatif kecil 48 % dari kebutuhan total, pertanian 64,87% , untuk listrik 30,7 % dan industri 0,53 %. Krisis air untuk kebutuhan rumah tangga disebabkan kebutuhan kian meningkat, sementara persediaan kian tercemar.

Krisis sumber daya air tidak lagi menjadi persoalan lokal, rejional,tetapi menjadi persoalan global karena ketrsediaan air merupakan persoalan multidimensional yang menyangkut aspek politik, ekonomi dan kultural yang saling melapisi dalam globalisasi kehidupan.

Makin berkurangnya hutan hujan tropik di Indonesia memberikan pengaruh terhadap perubahan iklim, cuaca yang tidak menentu mengakibatkan terjadinya pemanasan global , pasangnya air laut, dan bencana banjir di musim hujan dan kekurangan air (kekeringan) di musim kemarau. Menandakan terganggunya daur (siklus) air.

Peradaban ilmu dan teknologi bagaikan dua sisi mata uang yang saling mendamping antara manfaat dan dampak yang diberikan terhadap kehidupan manusia. Pengembangan Ilmu dan teknologi yang berorientasi terhadap peningkatan kesejahteraan hidup manusia melampaui batas sampai kepada tingkatan ekses pencemaran sumber daya alam, justru menimbulkan problem tersendiri dalam kehidupan manusia.

Teknologi menjadi alat eksploitasi terhadap sumber daya alam, sehingga tanpa disadari memberikan andil dalam merusak tatanan sumber daya alam yang melebihi batas kemampuan untuk melakukan regenerasi.

Di berbagai tempat, kawasan perairan dijadikan tempat pembuangan sampah dan limbah dari rumah tangga dan industri meningkatkan pembusukan dan meracuni kehidupan organisme di dalam air. Tercemarnya teluk Minamata menjadi catatan sejarah perairan dunia yang tercemar sebagai akibat dari kemajuan industri yang tanpa (lalai) mempertimbangkan keselarasan dengan lingkungan.

Pencemaran perairan bukan saja berimplikasi terhadap keracunan atau penyakit yang diderita manusia, tetapi secara ekonomis memberikan pengaruh yang amat signifikan. Sumber daya air (lautan) sebagai sumber perekonomian bagi suatu bangsa dan Negara. Selain sebagai lalulintas transportasi kekayaan hayati dan non hayati di dalam laut menjadi pemenuhan sumber kebutuhan hidup.

Kerusakan / pencemaran ekosistem perariran akibat pemukiman penduduk yang berdomisili di sepanjang bantaran sungai dan pembuangan sampah telah mengakibatkan terjadinya banjir secara periodik terjadi saat musim hujan tiba . Bencana kemanusiaan yang tidak hanya merugikan aspek ekonomis tetapi juga bersebarnya penyakit pasca banjir.

Dari uraian tersebut ada tiga persoalan besar dalam kehidupan terhadai ketersediaan dan kelestarian sumber daya air:

1. Eskalasi jumlah penduduk dunia, merupakan persoalan kependudukan berimplikasi terhadap peningkatan pemenuhan kebutuhan air bersih, sistem pengairan, dan pangan.

Bagaimana mengatasi peningkatan pemenuhan kebutuhan air bersih akibat peningkatan jumlah penduduk ?

2. Berkaitan dengan peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatn sumber daya air belum dilakukan secara optimal. Pemenuhan sumber air bersih masih banyak bergantung kepada tersedianya pengolahan air tawar dan pemanfaatan kekayaan hayati yang berlangsung secara esksploitatif. Pemakaian bahan peledak untuk menangkap ikan di lautan telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kerusakan terumbu karang di Indonesia dan berpengaruh terhadap kelestarian kekayaan hayati di dalam laut.

Bagaimana kaitan peradaban Iptek dalam upaya penyelamatan Sumber daya Air?

3. Rusaknya hutan hujan tropis di Indonesia merupakan bencana global yang memberikan andil terhadap perubahan iklim dan tersediannya air serta pengendalian banjir di waktu musim hujan. Selanjutnya problem tersebut berangkaii kepada persoalan sistem pengairan dan penyediaan pangan.

Bagaimana mengatasi rusaknya hutan hujan tropis untuk tetap menjaga daur hidrologi dan mengatasi bencana banjir?

******

BAB II

AIR DAN PERADABAN MANUSIA

2.1 A I R

Air (H2O) merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan. Bagi manusia air merupakan pembangun tubuh, berperan dalam sistem peredaran (transportasi), pengokoh tubuh, menjaga agar suhu tubuh tetap stabil, dan sebagai zat pelumas dalam gerakan otot ( Nasoetion, 1995:116-117)

Manusia sedikitnya membutuhkan 6 sampai 8 gelas air untuk keperluan metabolisme tubuh’

Pemenuhan kebutuhan air didapatkan manusia dari bahan makanan,buaha-buahan dan sayur-mayur yang dikonsumsi. Air sebagai minuman harus memenuhi persyaratan layak minum antara lain; bebas dari kuman, dan tidak mengandung zat-zat beracun. Secara alamiah air yang tercemar bahan organik dapat memurnikan dirinya selama tidak melampaui batas kemampuannya, karena bahan organik dapat diuraikan jazad renik.

Kebutuhan air semakin meningkat seiiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk khususnya di perkotaan. Dengan makin meningkatnya jumlah urbanisasi kebutuhan air kian meningkat.

Permalasalahan urbanisasi tidak hanya menimbulkan kirisis air bersih. Tetapi, juga menimbulkan pemukiman kumuh yang berdiri di bantaran sungai, bahkan berdiri di atas aliran air sungai. Menumpuknya sampah di perairan (sungai) di perkotan merupakan aspek lain yang berpengaruh terhadap kualitas air sungai menjadi tercemar dan mengakibatkan gangguan banjir serta penyakit ( Soemarwoto,1999:225)

Kepadatan penduduk dan kebutuhan air merupakan persoalan yang banyak terjadi di Negara berkembang. Meningkatnya urbanisasi di perkotaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan yang layak, karena minimnya bekal keterampilan (rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia) yang dimiliki menimbulkan persolan yang banyak memberikan kontribusi terhadap kerusakan sumber daya air (pencemaran air). Kultur pedesaan yang berbeda dengan kota mengakibatkan sungai berubah menjadi jamban,sekaligus tempat mandi dan untuk mencuci memberikan pengaruh buruk terhadap sanitasi, dan persediaan air bersih ( Soemarwoto,1999:223).

2.2 SIKLUS AIR ( DAUR HIDROLOGI)

Dalam daur hidrologi, air jatuh dari atmosfer ke bumi sebagai hujan atau bentuk lain; sebagian masuk ke dalam tanah; diseraptanaman, dan dikembalikan lagi ke atmosfer karena penguapan dari bagian luar tanaman (Foster,1998:36)

Hutan dan bentuk vegetasi lain memiliki peran penting di dalam daur hidrologi . Hutan mampu menyerap dan menahan air, sebagian dari seresah banyak menyerap air di permukaan tanah atau di atas lantai tanah.

Air yang terserap di dalam tanah akan keluar lagi sebagai mata air di tempat lain. Air yang terserap dalam serasah perlahan – lahan akan lepas, selama seresah itu mengandung air di atas titik jenuh. Air tanah dan air yang terserap dalam seresah merupakan simpanan air yang tersedia lama setelah hutan jatuh.

Pelestarian hutan merupakan suatu upaya untuk melestarikan daur hidrologi, berarti lesatarinya hutan merupakan upaya menjaga tetap tersedianya sumber daya air(Soemarwoto, 1999: 171-172)

Untuk tetap terjaganya daur hidrologi, maka upaya pelestarian dan penyelamatan hutan harus dilakukan. Setiap pelanggaran terhadap pelaku pengrusakan hutan harus diganjar sangsi yang tegas. Sebab, knyataannya parahnya kerusakan hutan di Indonesia banyak dilakukan oleh pengusaha hutan yang mengabaikan terhadap upaya pelestariannya.

Pelaku pencemaran terhadap perairan yang banyak disebabkan oleh limbah industri di perkotaan belum mendapatkan sangsi yang setimpal, sebab dari berbagai kasus pencemaran perairan banyak yang tidak tuntas disidang di pengadilan. Fenomena buruk yang makin mencemaskan terhadap krisis air yang disebabkan pencemaran.

2.3 HISTORIS

Sulit membayangkan bahwa peradaban manusia tertua muncul di daerah aliran sungai Tigris dan Eufrat yang dikenal dengan Mesopotamia . Enam Рtujuh ribu tahun silam daerah yang dikenal dengan nama Iraq (sekarang) merupakan daerah pertanian yang subur dengan memanfaatkan aliran sungai Tigris untuk sistem irigasi pertanian. Aliran sungai yang membawa kemakmuran di bidang pertanian membawa kepada terbentuknya tatanan hidup yang tertata rapi. Dari situ muncul kelas-kelas masyarakat, seperti: pendeta, ahli pertanian, pi̱ata administrasi, pedagang, perwira angkatan perang, seniman, pekerja professional atau tenaga ahli (Zen,1982:47)

Sejarah peradaban yang maju mampu memanfaatkan sumber daya air untuk sistem irigasi pertanian, kawasan hijau dan kemakmuran bagi masyarakatnya. Kenyataan yang saat ini berubah total, Iraq berubah menjadi kawasan tandus , kering dan gersang karena masalah tatalingkung.

Tidak jauh berbeda dengan negeri ini (Indonesia) dalam catatan sejarah masa silam negeri nusantara merupakan kawasan yang hijau, subur, makmur, “Gemah Ripah loh Jinawe , Tata Tentrem Karta Raharja “.

Sumber daya air telah mencatatkan peradaban maju di masa lampau, berbagai pulau negeri ini dikelilingi perairan bukan menjadi penghalang tetapi berfungsi sebagai penghubung antar pulau atau daerah. Perairan menjadi inspirator terciptanya perahu tradisional “Pinishi” yang tangguh sebagai alat transportasi dan teruji menghadapi hantaman badai dan gelombang. Sumber daya air (laut) telah lama menjadi sumber penghidupan masyarakat pesisir, mereka sangat menghargai terhadap perairan yang menjadi sumber kehidupannya. Mereka begitu akrab sehiongga menimbulkan pelbagai tradisi di berbagai daerah untuk mensyukuri nikmat yang diperolehnya dari laut. Upacara petik laut, Larung merupakan bentuk-bentuk penghargaan, kearifan tradisional yang mencerminkan keselarasan dan keserasian hidup dengan lingkungan perairan. Pengambilan hasil laut sebatas kebutuhan dan hayati laut diberi kesempatan untuk berkembang biak, untuk menyediakan diri bagi manusia di waktu berikutnya. Tidak berlebihan apabila muncul pujian “ Nenek Moyangku Orang Pelaut”, “Abantal Omba’ Asapo’ Angin” bagi orang Madura Penanda yang menyimbolkan keakraban dengan dunia bahari merupakan peradaban negeri ini.

Di masa silam terdapat penghargaan yang sangat tinggi dari masyarakat terhadap pemanfaatan sumber daya air dalam kehidupan. Sistem irigasi pertanian telah membangun sistem kehidupan sosial, untuk membagi sistem pengairan secara bergantian dan saling membantu di antara sesamanya.

Perairan (sungai dan Laut) menjadi jalur lalulintas antar daerah dan pulau sehingga pusat kota banyak dibangun di daerah pesisir. Kejayaan masa silam yang kini akan segera menjadi kenangan. Sungai sudah banyak tercemar. Batavia yang dulu dikenal sebagai kota seribu sungai telah kehilangan perairan; sungai dan rawa bayak diurug untuk mendirikan pemukiman, reklamasi pantai untuk pemukiman telah mengakibatkan hilangan daerah limpahan air, sehingga di musim hujan banyak air tak tertampung membanjiri kota dan pemukiman penduduk.

Hutan-hutan sebagai penjaga daur hidrologi di pulau Jawa, sumatera dan Kalimantan semakin tahun makin susut karena dibabat oleh kerakusan indsutri perkayuan, tidak hanya merusak daur hiodrologi. Kekayaan plasma nutfah dan keanekaragaman turut lenyap bersmanya. Rusaknya hutan menimbulklan erosi permukaan tanah demikian parah, sehingga setiuap turun hujan sungai dan laut berubah menjadi warna coklat.

Krisis air menjadi musibah sepanjang waktu. Setiap musim hujan tiba hamper setiap daereah dilanda musibah banjir; Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, kota yang senantiasa disibukkan oleh bencana banjir setiap musim penghujan tiba. Keadaan yang diperparah karena hilangnya hutan kota sebagai tempat serapan air, merupakan persoalan yang saling merantai dengan pelbagai persoalan ekonomi, sosiokultural, dan politik.

Krisis yang amat dilematis, ketika musim hujan air meluap menjadi bencana banjir, sementara di musim kemarau beberapa daerah mengalami kekeringan ,kekurangan air.

2.4. PERADABAN TEKNOLOGI

Teknologi dapat merubah segalanya, hal sulit menjadi mudah, pekerjaan yang berat menjadi ringan. Suatu kenyaman yang diberikan teknologi sebagai hasil penerapan atau aplikasi dari ilmu pengetahuan. Secara filosfis kehadiran teknologi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Namun di tangan manusia pula, teknologi bisa berubah menjadi sumber bencana karena manusia kurang beradab dan kurang arif dalam memanfaatkannya.

Teknologi Industri dapat dirasakan manfaatnya untuk menyediakan berbagai kebutuhan hidup manusia, namun di sisi lain “dubur” industri pabrik memuntahkan limbahnya ke perairan, sehingga terjadi pencemaran air. Kehadiran pupuk sintetis, insktisida dan pestisida telah banyak membantu petani utnuk meningkatkan produk pertaniannya. Tetapi penggunaan pupuk telah pula memberikan kontribusi terhadap eutrofikasi .

Industri kehutanan telah memporak-porandakan penjaga daur hidrologi, iklim yang tidak menentu. Data yang terungkap rusaknya hutan di Kalimatan dan Sumatera akibat ulah dari pengusaha tanaman indsutri yang membuka hutan dengan cara membakar hutan. Tindakan yang menjadi rahasia umum bahwa pelakunya sulit diberi sangsi hukum dan akibatnya berpengaruh terhadap kehiduapmn secara meluas.

Penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan telah menghilangkan kearifan tradisional (lokal) untuk tetap menjaga lautan, akibatnya terjadi kerusakan terumbu karang sebagai sarang berkembangbiak ikan, dan terjadinya pencemaran air.

Terdapat perbedaan yang amat signifikan antara masyarakat negara berkembang dan Negara maju dalam memanfaatkan teknologi. Negara berteknologi maju seperti Negara Eropa memiliki kesadaran tinggi akan dampak buruk teknologi, oleh karena itu gejal pencemaran air, udara, dan sebagainya cepat diketahuyi dan cepat pula dijadikan masalah yang harus segera diselesaikan (Zen,1982: 48-49).

Permaslahan yang sering muncul di Negara berkembang seperti di Indonesia, teknologi dijadikan sebagai alt eksploitasi utnuk memanfaatkan sumber daya air tanpa mempertimbangkan dampaknya untuk segera dipermasalahkan dan dicarikan penyelesiannya. Pertimbangan ekonomi kerapkali menjadi titik tolak pemanfaatan teknologi untuk eksploitasi tanpa mempertimbangkan kondisi sosiokultural yang melingkupinya. Teknologi telah beralih fungsi dari fungsional ke sebuah gaya hidup untuk mencerminkan sebuah kemajuan dan lambang kemakmuran.

2.5 SUMBER DAYA AIR UNTUK MANUSIA?

DIA lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternak “ (QS.16: 10

“Dan kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah. Supaya kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang luas? (QS.78: 14,15,16)

Air untuk manusia dan makhluk hidup lainnya. Amanah yang diwahyukan kitab suci Al-Quran. Air untuk Manusia tanpa memandang ras dan kebangsaan , usia, dan status sosialnya. Pemahaman ilahiah yang menekankan kepada peran manusia sebagai khalifah untuk memberdayakan sumber daya air bagi seluruh kehidupan; tumbuhan, hutan, tanah dan hewan.

Wahyu yang menunjukkan hubungan sirkuler antara manusia, tumbuhan, hewan, air, dan alam lingkunganya. Hubungan saling mempengaruhi dalam kelangsungan hidup untuk saling menjaga sehingga tercapai keselarasan dan langgam hidup yang tenteram dan damai.Manusia memiliki peran vital dalam upaya menjaga dan melestarikan sumber daya air, karena diberi peran untuk mengelola bagi kepentingan hidupnya. Wahyu ilahiah yang patut diapresiasi secara komprehensif oleh penganutnya.

Kerusakan hutan sebagai penjaga daur hidrologi merupakan perbuatan manusia yang melampaui batas tanpa memikirkan kepentingan makhkluk dan lingkungannya. Pemanfaatan hanya menekankan atas kepentingan manusia. Selanjutnya memberikan dampak bagi kehidupan manusia dengan aneka bencana alam yang menimpanya.

Teks Ilahiah menekankan pada hubungan manusia, tumbuhan, hewan, langit (atmosfer), kebun luas (hutan, tanah, flora dan fauna), merupakan kompleksitas hubungan interaktif antara manusia dengan lingkungannya. Apresiasi terhadap teks ilahiah merupakan suatu kewajiban sebagai pedoman dalam menjalankan peribadatan secara vertikal dan horizontal, secara transenden dan sosial merupakan apresiasi terhadap wahyu secara komprehensif.

Kegagalan menjaga dan melestarikan sumber daya air merupakan suatu realitas konkrit dari kegagalan apresiasi wahyu secara aplikatif. Selanjutnya membawa pada perengggangan dan dikotomi antara kepentingan transenden dan sosial. Peregangan – peragangan yang dihantui oleh kepentingan-kepentingan ekonomi (duniawi) dengan melupakan hak-hak yang harus didapatkan oleh komponen di luar manusia. Fenomena kehancuran sumber daya air ketika pesan-pesan wahyu disterilkan dari realitas kehidupan secara kongkrit. Wahyu digelandang ke dalam wilayah ritual sebagai satu-satunya bentuk pemujaan terhadap Tuhan dan dipisahkan dari sosialitasnya yang lebih bermakna.

Kekhalifahan manusia tidak bisa steril dari tanggungjawab sosial kepada segenap makhluk. Pemanfaatan sumber daya air tidak sampai merusaknya dan memberikan hak bagi setiap makhluk yang berinteraksi dalam sirkulasinya. Kekhalifahan yang memikul beban tanggungjawab humanitas, sosialitas, dan keilahian.

******

BAB III

REAKTUALISASI KEARIFAN LOKAL

MENGATASI PROBLEM SUMBER DAYA AIR

Krisis sumber daya air sebagai kebutuhan vital memerlukan penanganan secara serius dan intensif untuk tetap menjaga ketersediannya. Penanganan berkait dengan pelbagai aspek kehidupan manusia di tingkat lokal, rejional, dan global.

Manusia sebagai subyek benyak berperan dalam memberdayakan sumber daya air sekaligus menciptakan krisis. Karenanya, upaya menjaga dan melestarikan sumber daya air perlu dilakukan reaktualisasi kearifan-kearifan lokal yang tumbuh di tiap tempat tanmpa mengabaikan kepentingan global.

3.1 KOORDINASI WILAYAH EKOLOGIS

Ekosistem sebagai kesatuan tidak dapat dibatasi oleh administratif geografis pemerintahan daerah (otonomi daerah). Wilayah ekologis bisa membentang antar daerah yang secara administratif berbeda wilayahnya.Misalnya: Krisis air di kota Jakarta (Banjir) erat kaitannya dengan rusaknya ekosistem hutan atau gersangnya perbukitan yang ada di daerah bogor. Wilayah daerah yang berbeda secara administrative tetapi merupakan kesatuan ekologis.

Untuk menanganai krisis sumber daya air, semisal banjir perlu adanya koordinasi antar wilayah daerah mengatur penanggulangan bencana banjir. Pencemaran terhadap air bersih di perkotaan banyak disebabkan karena pemukiman kumuh di bantaran sungai yang diakibatkan miningkatnya arus urbanisasi salah satunya dapat diupayakan dengan meongoptimalkan fungsi pedesaan dengan menggalakkan Gerakan Kembali ke Desa (GKD) pernah dicanangkan di Jawa Timur saat kepemimpinan Gubernur Basofi Sudirman. Alternatif mengendalikan laju urbanisasi dengan menggarap potensi Home Industry , amat disayangkan program ini hanya berlangsung sesaat karena kebijakan politik yang tidak mendukungnya.

Perlu tindakan tegas dari aparat pemerintahan terhadap pemukiman liar semenjak awal, karena apabila menanti sampai pemukiman menjadi padat akan sulit untuk memindahkannya.

3.2 REDEFINISI TERHADAP PEMANFAATAN TEKNOLOGI

Pemanfaatan teknologi untuk memberdayakan poptensi sumber daya air merupakan suatu kebutuhan untuk mengimbangi permintaan yang semakin meningkat. Namun perlu dipertimbangkan ekses buruk pemanfaatan teknologi yang kurang ramah dan tidak relevan dengan kondisi lingkungan sosiokultural . Teknologi telah dimanipulasi untuk mengeksplorasi terhadap sumber daya air dan lalai untuk mempertimbangkan regenerasinya karena tekanan kebutuhan ekonomis. Serta Pemanfaatan sumber daya air dengan mempergunakan teknologi masih sebatas pemenuhan kebutuhan hayati dan mineral, sementara pemanfaatan air laut sebagai sumber air tawar merupakan tantangan masa depan untuk bisa dimanifestasikan sebagai produk teknologi pengolahan air. Tantangan teknologi untuk mengatasi tuntutan kebutuhan air tawar di masa depan, merupakan pilihan ketika sumber air tanah, hutan sebagai penjaga daur hidrologi banyak mengalami kerusakan.

Perkembangan industri air minum kemasan merupakan fenomena produk teknologi yang kian bertumbuh dan mampu menyuplai kebutuhan .

Namun bila industri air yang memanfaatkan sumber air di pegunungan ini lalai untuk dikendalikan, akan melengkapi kerusakan sumber daya air bersih yang tak mampu lagi melakukan regenrasi akibat kegiatan eksploratif dari industri perairan.

Appropiate Technology (Relevant Technology) tidak akan pernah tercapaisebelum Negara berkembang membangun masyarakat ilmiahnya (Zen,1982: 42). Betapa pentingnya membangun kualitas sumber daya manusia yang akan menentukan kualitas masyarakat dan bangsa. Pembentukan karakter manusia yang bukan hanya mapan secara teknoekonomis tetapi juga memiliki kearifan secara menyeluruh terhadap lingkungan sosiokulturalnya.

Untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya manusia dapat dicapai dari pembenahan sistem pendidikan di sekolah khususnya yang tidak hanya menekankan kepada aspek kognitif, tetapi pembangunan pembentukan karakter manusia yang bisa berinteraksi dengan lingkungan alam dan sosiokulturalnya.

Tujuan ini dapat dicapai melalui integrasi pendidikan lingkungan dalam setiap mata pelajaran sehingga menjadi suatu bentuk pendidikan yang kondusif Pola pembelajaran yang arif dan kondusif terhadap iklim sosiokultural dan lingkungan alam merupakan kebutuhan mutlak di saat reformasi dunia pendidikan berkeinginan mereaktualisasikan potensi lokal dan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa.

3.3. MENJAGA DAUR HIDROLOGI

Untuk menyelamatkan hutan sebagai penjaga daur hidrologi perlu dilakukan tindakan tegas terhadap pelangganya. Negara sangat lemah untuk menegakkan perundangan lingkungan karena berbagai tekanan ekonomi dan politik tertentu, mengakibatkanb krusakan hutan semakin tahun kian meningkat. Ribuan hektar hutan Kalimantan dan Sumatera rusak terbakar (dibakar) oleh pengusaha hutan, tanpa ada tindakan kongkrit.Perundangan tentang perlinduingan alam masih bersifat sektoral, artinya hanya dipahami oleh instansi yang berhubungan dengan kehutanan. Sementara pengrusakan terhadap hutan merupakan suatu realitas yang mengiringi laju industrialisasi.

Beberapa pengusaha penyebab pencemaran perairan oleh limbah kimia, tidak jelas sangsi hukumnya karena dari beberapa kasus yang disidangkan di pengadilan hilang di tengah jalan. Upaya penyelamatan hutan sebagai penjaga daur hidrologi masih didominasi oleh kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli terhadap lingkungan.

Suatu hal yang patut dikembangkan adalah upaya melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan sisa lahan di hutan dan sekaligus diberi beban tanggungjawab untuk melakukan penghutanan kembali dengan tetap menjaga kelanggengan hutan yang tersisa. Peran simbiosis mutualistis antara lembaga hutan dengan masyarakat sekitaer untuk saling memberdayakan dilakukan di daerah jember untuk menyelamatkan dan melestarikan siswa hutan sebagai penjaga daur hidrologi.

Sungguh menyakitkan ketika ditengarai akibat kerusakan hutan banyak disebabkan oleh pengusaha hutan yang lebih banyak mempertimbangan kepentingan ekonomi capital. Tragisnya mereka pula yang lolos dari jerat hokum yang ada.

Memikirkan masa depan air harus memikirkan kearifan-kearifan lokal yang lebih bijaksana dalam memanfaatkan alam. Penegakan kembali hokum adapt, melibatkan penguasa adat untuk turut menjaga dan melestarikan hutan sebagai penajaga daur hidrologi mutlak harus dilakukan.

Untuk mengatasi persoalan-persoalan global dapat dimulai dan dipengaruhi dari tingkat lokal

Zimmerman (Hunker,1964) menjelaskan “kearifan dan akal budi manusia itulah, yang pada akhirnya dapat bmenjadi daya utama, yakni sumber daya yang membuka rahasia dan himah alam semesta”.

*****

BAB IV

PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Krisis sumber daya air merupakan krisis peradaban yang bertumpu kepada manusia sebagai makhluk yang mampu melakukan perubahan-peruabahan terhadap lingkungannya. Sejarah peradaban Mesopotamia merupakan catatan peradaban yang dibangun manusia dari pemanfaatan aliran air yang mengalir di sungai Tigris. Air yang membawa kemakmuran dan terbentuknya tatanan hidup yang tertata rapi. Namun imperium tersebut kemudian hancur karena kesalahan pengolahan tata lingkung.

Krisis air yang terjadi pada periode terakhir juga diakibatkan rusaknya tata lingkung, eskalasi pertambahan penduduk dan laju urbanisasi. Kondisi yang mengakibatkan maraknya penebangan hutan untuk pemukiman dan pertanian yang berakibat rusaknya daur hidrologi. Kerusakan-kerusakan ekologis yang mengakibatkan perubahan-perubahan degradatif kehidupan manusia dan semakin teralineasi dari lingklungan alam dan sosiokulturalnya.

Persoalan kuantitatif kependudukan sebagai penyebab meningkatnya terhadap kebutuhan air dan terjadinya pencemaran, selain dilakukan tekanan terhadap laju pertumbuhan ,tidak kalah pentingnya untuk mengimbangi dengan peningkatan kualitas masnusianya. Upaya pembentukan karakter manusia yang mampu bersikap arif dan memiliki cara pandang holistik terhadap berbagai persoalan yang dikedepankan.

Penguasaan teknologi maju tidak cukup, apabila tidak diimbangi dengan pembentukan kepribadian untuk menggunakan akal budi secara arif dalam menyikapi krisis sumber daya alam (air).

Penguasaan teknologi merupakan tuntutan masa depan untuk dapat mengelola sumber daya air secara optimal Karena meningkatnya kebutuhan air seiring dengan peningkatan jumlah penduduk tak akan dapat dipenuhi secara alamiah. Peran teknologi berwajah kemanusiaan merupakan tuntutan kebutuhan untuk bisa mengelola sumber air laut sebagai sumber daya pemenuhan kebutuhan air tawar di masa depan.

Dibutuhkan manusia teknokrat sekaligus manusia yang bisa berinteraksi dengan alam lingkungan dan sosiokulturalnya. Manusia yang menyadari kemanusiaannya dan eksistensinya ditengah alam raya yang memikul beban tanggungjawab secara horizontal dan secara vertikal.

4.2 SARAN

1.Untuk menumbuhkan sikap arif terhadap sumber daya air tidak dapat dihindari untuk menindak tegas para perusak lingkungan peraiuran sesuai dengan perundangan yang berlaku. Upaya menegakkan kembali hukum adat yang ada di beberapa tempat dan mendukung terhadap upaya penyelamatan sumber daya air harus mendapat dukungan dari pemerintahan di daerah.

2.Dilakukannya penelitian secara intensif untuk mengoptimalkan sumber daya laut dengan berbagai kekayaan hayati yang masih belum tergali untuk mengantisipasi kebutuhan pangan manusia di waktu yang akan datang

3.Upaya penyadaran terhadap peran sumber daya air di masa depan dapat dilakukan melalui pemberdayaan terhadap guru mata pelajaran. Upaya ini memiliki relevansi dengan akan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi yang menghendaki keanekaan pembelajaran yang konkrit dan kondusif serta dapat terbentuknya produk pendidikan (lulusan) yang mampu berinteaksi dengan alam lingkungan dan sisiokulturalnya.

****

BAB IV

PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Krisis sumber daya air merupakan krisis peradaban yang bertumpu kepada manusia sebagai makhluk yang mampu melakukan perubahan-peruabahan terhadap lingkungannya. Sejarah peradaban Mesopotamia merupakan catatan peradaban yang dibangun manusia dari pemanfaatan aliran air yang mengalir di sungai Tigris. Air yang membawa kemakmuran dan terbentuknya tatanan hidup yang tertata rapi. Namun imperium tersebut kemudian hancur karena kesalahan pengolahan tata lingkung.

Krisis air yang terjadi pada periode terakhir juga diakibatkan rusaknya tata lingkung, eskalasi pertambahan penduduk dan laju urbanisasi. Kondisi yang mengakibatkan maraknya penebangan hutan untuk pemukiman dan pertanian yang berakibat rusaknya daur hidrologi. Kerusakan-kerusakan ekologis yang mengakibatkan perubahan-perubahan degradatif kehidupan manusia dan semakin teralineasi dari lingklungan alam dan sosiokulturalnya.

Persoalan kuantitatif kependudukan sebagai penyebab meningkatnya terhadap kebutuhan air dan terjadinya pencemaran, selain dilakukan tekanan terhadap laju pertumbuhan ,tidak kalah pentingnya untuk mengimbangi dengan peningkatan kualitas masnusianya. Upaya pembentukan karakter manusia yang mampu bersikap arif dan memiliki cara pandang holistik terhadap berbagai persoalan yang dikedepankan.

Penguasaan teknologi maju tidak cukup, apabila tidak diimbangi dengan pembentukan kepribadian untuk menggunakan akal budi secara arif dalam menyikapi krisis sumber daya alam (air).

Penguasaan teknologi merupakan tuntutan masa depan untuk dapat mengelola sumber daya air secara optimal Karena meningkatnya kebutuhan air seiring dengan peningkatan jumlah penduduk tak akan dapat dipenuhi secara alamiah. Peran teknologi berwajah kemanusiaan merupakan tuntutan kebutuhan untuk bisa mengelola sumber air laut sebagai sumber daya pemenuhan kebutuhan air tawar di masa depan.

Dibutuhkan manusia teknokrat sekaligus manusia yang bisa berinteraksi dengan alam lingkungan dan sosiokulturalnya. Manusia yang menyadari kemanusiaannya dan eksistensinya ditengah alam raya yang memikul beban tanggungjawab secara horizontal dan secara vertikal.

4.2 SARAN

1.Untuk menumbuhkan sikap arif terhadap sumber daya air tidak dapat dihindari untuk menindak tegas para perusak lingkungan peraiuran sesuai dengan perundangan yang berlaku. Upaya menegakkan kembali hukum adat yang ada di beberapa tempat dan mendukung terhadap upaya penyelamatan sumber daya air harus mendapat dukungan dari pemerintahan di daerah.

2.Dilakukannya penelitian secara intensif untuk mengoptimalkan sumber daya laut dengan berbagai kekayaan hayati yang masih belum tergali untuk mengantisipasi kebutuhan pangan manusia di waktu yang akan datang

3.Upaya penyadaran terhadap peran sumber daya air di masa depan dapat dilakukan melalui pemberdayaan terhadap guru mata pelajaran. Upaya ini memiliki relevansi dengan akan diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi yang menghendaki keanekaan pembelajaran yang konkrit dan kondusif serta dapat terbentuknya produk pendidikan (lulusan) yang mampu berinteaksi dengan alam lingkungan dan sisiokulturalnya.

****




Senin, 20 Oktober 2008

CATATAN KECIL DARI RESITAL 3 TAHUN 2008

CATATAN KECIL DARI RESITAL 3 TAHUN 2008

DARI PERSOALAN KESEHARIAN SAMPAI PERSOALAN DI LUAR JANGKAUAN

Tujuh flim pendek telah ditayangkan dalam acara resital 3 smansa tahun 2008. Film-film yang banyak berbicara mengenai kaum muda dengan kesehariannya. Persoalan-persoaln yang paling dekat samppai pada persoalan-persoalan di luar akal sehat. Cukup menarik ide-ide yang ditawarkan, namun kadang ide baik tersebut terbelenggu oleh waktu yang disediakan demikian pendek, sehingga umumnya banyak muncul gambar minim dialog, laksana sebuah film musikal cerita dituntun oleh lagu musik yang melatari. Secara kreatif, mereka sudah mampu menyiasati keterbatsan fasilitas, walau kadang cerita yang dipaparkan amat datar, dan penuh guyonan menertawakan diri sendiri atau orang lain.

Dari apa yang saya saksikan selama sepekan resital smansa, ada beberapa catatan yang cukup menarik untuk diutarakan;
Pertama, penggalian nilai-nilai budaya lokal amat bagus, karena dapat menjadi jalan sebuah revitalisasi ditengah gempuran budaya global. Dalam mengangkat budaya lokal diperlukan sikap kritis sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap perubahan. Artinya tidak semua budaya lokal harus dipertahankan, karena sudah tak memberikan lagi pada kontribusi pada hidup kekinian, tidak ada salahnya meninggalkan tradisi lokal, sebagai dinamika peradaban yang lebih kondusif.
Kedua, parodi dunia pendidikan, beberapa tayangan mengambil latar belakang yang sama, suasana kelas dan guru sebagai obyek lelucon, dan bahkan dengan keterlaluan ada adegan guru yang dielus-elus, pundaknya karena guru tertidur di kelas pada saat ulangan membuat sussana kelas jadi gaduh. Atau guru yang ditinggalkan muridnya di dalam kelas dan dijadikan bahan olok-olok murid-muridnya tanpa rasa bersalah.
Ketiga, mengangkat budaya lokal dlam aneka persoalannya tidak bisa sekedar membayangkan dan menurut persepsi pribadi tetapi perlu dilatari olehs ebuah riset yang memadai sehingga apa yang kita buat bisa memberikan nilai positif bagi perkembangan kebudayaan.
Keempat, persilangan budaya lokal dengan budaya asing seperti penggunaan bahasa lokal dalam dialog dan judul film mempergunakan bahasa Inggris. Sebuah penanda bahwa anak-anak muda smansa tak canggung lagi untuk mempergunakan bahasa asing dan meleburnya dengan bahasa lokal. Menegaskan bahwa globalisasi telah mampu menjebol batas-batas wilayah, negara, ras, agama, dan kebangsaaan.

Namun begitu saya merasa bangga dengan keberanian anak-anak muda smansa untuk berbuat dan membuat sebuah cerita dalam film, sebuah fiksi yang sebenarnya juga tidak steril terhadap realitas. Artinya bagi kita semua sebuah film dapat merupakan gambaran dari dunia nyata yang diolah ke dalam fiksi. Sehingga sepedas apa pun kritik yang disodorkan, adalah sebuah keinginan untuk melakukan perubahan. Namun, yang perlu juga diperhatikan pada saat kita menyalahkan orang lain, maka sebenarnya diri kita harus lebih hati-hati untuk tidak melakukan kesalahan. Pada saat kita mengolok-olok orang lain lebih bijaksana kalau kita mengolok-olok diri kita sendiri. Karena diri kita dapat menjadi cerminan orang lain. Juga orang lain yang kita olok-olok bisa-bisa itu mengenai diri kita sendiri. (Hidayat Raharja)

BUKU BACAAN UNTUK GURUKU

Oleh: Hidayat Raharja*

Setahun terakhir ini ada dua buku novel yang tak jemu aku baca berulangkali. Dua buku yang banyak mengoncang emosi, memberikan inspirasi dalam pekerjaanku. Dua buku itu antara lain: “Totto-chan Gadis Cilik di Jendela” karya Tetsuko Kuroyanagi terbitan PT. Gramedia Pustaka Utama - Jakarta, dan “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata terbitan PT Bentang Pustaka – Jogjakarta.
Dua buku ini sangat menarik untuk dijadikan bacaan wajib bagi para guru yang melakoni profesi sebagai pendidik, karena dua buku ini berkisah tentang dunia pendidikan yang terbuka, inovatif, kreatif, dan demokratis. Sebuah penceritaan yang mengisahkan pengalaman belajar siswa yang membuatnya berhasil dalam kehidupannya. Sukses dalam hidup karena peran guru yang sangat arif dan bijak dalam menangani tingkah-polah siswanya yang beragam. Ceritanya mengisahkan lembaga sekolah bukan hanya lembaga yang mencetak anak seperti yang diinginkan guru, tetapi mampu berperan sebagai “minisocity” sehingga siswa bisa mengembangkan diri, belajar bermasyarakat sebelum terjun ke masyarakat yang sesungguhnya.
Sekolah sebagai lembaga yang memfasilitasi dan mengembangkan potensi anak sesuai dengan bakat dan kemampuannya, dapat dinikmati dalam kedua buku ini, yang dipersembahkan pengarang untuk guru tercintanya. Sebuah cerita yang mengungkapkan memori mereka dalam mengeyam pendidikan di sekolah, dan bagaimana guru memperlakukan dirinya sehingga bisa sukses dalam menempuh kehidupan.
****
“Totto-chan Gadis Cilik di Jendela” di antaranya digambarkan betapa sedihnya mama Totto-chan ketika anaknya dikeluarkan dari sekolah karena dianggap nakal, tidak bisa diam, dan selalu mengundang kegaduhan. Tetsuku Kuroyanagi (nama asli Totto-chan ) menceritakan pengalamannya dikeluarkan dari suatu sekolah, karena guru kelasnya menganggap Totto-chan sulit diatur. Pada hal Totto-chan memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa. Betapa emosionalnya wali kelas menceritakan kenakalan Totto-chan kepada mamanya. “ Kalau dia tidak membuat kegaduhan dengan mejanya, dia berdiri. Selama pelajaran!” Bahkan Totto-chan berdiri di depan jendela menunggu rombongan pengamen lewat untuk memainkan musik dan memanggil teman-temannya untuk menonton, sehingga suasana kelas menjadi gaduh, bahkan sanpai mengganggu ke kelas di sebelahnya. Guru Totto-chan tidak mampu lagi menanganinya, sehingga dikembalikan lagi kepada mamanya.
Memiliki anak yang dianggap nakal dan bermasalah merupakan beban berat orangtua. Begitu pun mama Totto-chan. Akhirnya menemukan sekolah baru di Tomoe Gakuen. Sekolah yang sangat menarik, karena kelasnya mempergunakan gerbongh kereta api bekas. Wajah mama dan Totto-chan berubah menjadi gembira, ketika bisa diterima di Tomoe Gakuen. Saat menemui kepala sekolah untuk mendaftarkan diri, Totto-chan disuruh menceritakan pengalamannya. Sosaku Kobayashi – kepala sekolah di Tomoe Gakuen dengan sabar dan ceria mendengarkan cerita Totto-chan selama hampir empat jam. “kau diterima di sekolah ini!” saat Totto-chan mengakhiri ceritanya. Betapa senang dan gembiranya Totto-chan diterima di sekolah yang ruang kelasnya berupa gerbong kereta.
Hari-hari di sekolah Tomoe Gakuen sangat menyenangkan. Mr.Kobayashi sebagai kepala sekolah dengan sabar dan telaten memantau perkembangan anak sesuai dengan bakat dan potensinya, menemani berkemah di aula, makan siang bersama dan memasak bersama. Satu hal lagi di sekolah ini Totto-chan menemukan keasyikan belajar . Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahas terlebih dahulu. Pilihan sesuka hati mereka. Karena keunikannya maka Totto-chan kerasan di Tomoe Gakuen.
Ternyata tanpa disadari di Tomoe Gakuen siswa bukan hanya belajar fisika, berhitung, musik, dan lain-lainnya. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga mengenai persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain yang berbeda, menyayangi temannya yang menderita, mengunjungi temannya yang kesusahan serta kebebasan menjadi diri-sendiri.
***
“Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata tidak jauh berbeda dari “Totto–chan Gadis Cilik di Jendela” tidak jauh berbeda. Namun “Laskar Pelangi” sangat menarik karena kisah yang dibangun Andrea berangkat dari pengalaman belajarnya di sebuah daerah tambang yang kaya, namun anak-anak kampung asli di Belitong yang miskin penuh semangat dan antusiasme untuk mnemperbaiki hidup dengan menempuh pendidikan formal. Ia bukan hanya menceritakan bagaimana anak-anak para buruh kopra, buruh tambang, dan anak-anak nelayan membangun mimpi untuk memperbaiki nasib hidupnya.
Bahkan heroisme mereka para Laskar Pelangi memperjuangkan harkat dan martabat sekolahnya sehingga mampu bersaing dengan sekolah PN milik Perusahaan Pertambangan Timah. Betapa menegangkan usaha mereka untuk bisa mengangkat martbat sekolah dalam sebuah karnaval di bulan Aagustus, dan di arena lomba cerdas-cermat untuk mengukur ketangkasan dan kepandaian dalam menjawab soal-soal yang dikompetisikan. Jerih payah para tokoh dalam Laskar Pelangi, tidak lepas dari peran Bu Mus (Muslimah Hafsari) sebagai guru kelas mereka di SD Muhammadiyah dan Pak Harfan Effendy Noor- Kepala Sekolah yang dengan penuh kearifan,sabar, terbuka, dan bersikap demokratis membimbing siswa-siswanya untuk maju dan menggapai cita-cita yang diimpikan.
Bu Mus, guru yang sabar, telaten, tabah, dan tekun hanya dengan penuh keikhlasan membimbing siswa-siswanya di kelas sebanyak 10 orang hanya dengan bayaran beras 15 kg setiap bulan, beliau dengan tulus nan ikhlas membimbing dan mengembangkan potensi murid-muridnya sesuai dengan bakatnya. Bel;iau guru memiliki pandangan jauh ke depan untuk keberhasilan siswa-siswanya. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran Budi Pekerti dan mengajarkan kepada murid-muridnya pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum , keadilan, dan hak-hak asasi jauh sebelum orang-orang meributkan paham materialisme versus pembangunan spiritual dalam pendidikan.
Mahar yang baik kreatifitas seninya, Lintang yang jagoan matematika, Kucai tidak pintar tetapi pandai bersilat lidah, pintar melobi akhirnya sukses sebagai anggota parlemen. Si ikal anak buruh tambang yang pintar akhirnya bisa menempuh pendidikan sampai ke benua jauh. Mereka berhasil membuktikan bahwa anak-anak orang miskin bisa merealisasikan impiannya menjadi nyata.
***
Dua buku novel ini amat pantas kalau dijadikan bacaan wajib bagi para guru, karena kreatifitas dan inovasi yang dilakukan oleh tokoh dalam buku ini amat relevan dengan kondisi pendidikan Indonesia saat ini. Bagaimana mereka membangun kemungkinan-kemungkina terbaik pembelajaran dalam fasilitas yang terbatas. Tuntutan untuk melakukan pembelajaran kontekstual dan konstruktif diceritakan dengan keterbukaan Mr. Kobayashi (Sosaku Kobayashi) untuk mengundang petani sayur di sekitar sekolahnya untuk mengajarkan bertani bagi musrid-muridnya di Tomoe Gakuen. Membangun keakraban dengan murid-muridnya dan membangun kepercayaan diri bagi murid-muridnya untuk bisa sukses, merupakan resep utama yang ditanamkan Mr. Kobayashi, sehingga murid-muridnya merasa nyaman dan senang sekolah di Tomoe Gakuen.
Bu Mus (Muslimah Hafsari) merupakan guru yang tetap menemukan aktualitasnya dalam perkembangan pendidikan Indonesia saat ini. Beliau tidak hanya memandang pendidikan sekolah hanya sekedar transfer pengetahuan namun juga memiliki tanggungjawab untuk mengembangkan anak didik sesuai dengan bakat dan potensinya. Sejak dini anak-anak telah diperkenalkan pada budi baik untuk berbuat amar makruf nahi munkar. Beliau tidak mengajarkan budi pekerti sebagai teori belaka, namun dengan perilaku yang dijadikan tauladan bagi anak didiknya. Menyikapi perbedaan pendapat dengan dan antar muridnya dengan penuh kearifan. Pak Harfan Effendy Noor sebagai kepala sekolah selalu merealisasikan keinginan siswanya dalam keterbatasan yang ada.
Kedua buku ini merupakan sindiran bagi dunia pendidikan kita saat ini untuk bisa mendidik anak yang bukan hanya pintar tetapi juga berbudi dan berakhlak, serta beradab dan mampu menghargai dan menghormati gurunya. Penghormatan terhadap guru yang ditunjukkan oleh Tetsuko Kuroyanagi dan Andrea Hirata dengan mempersembahkan karya besar ini untuk guru-guru yang dicintainya.