Kelas akseperasi
merupakan salah satu program yang banyak menarik minat sekolah baik di tingkat
SMP dan SMA. Beberapa sekolah menyelenggarakannya dengan melakukan seleksi
terhadap peserta didik yang berminat dan memenuhi sarat. Diantaranya seleksi
dilakukan terhadap nilai yang diperoleh selama satu semester dan diikuti dengan
tes psikologi untukmelihat kesiapan mental peserta didik.
Program akselerasi tersebut berlangsung selama empat semester. Maka, siswa yang mengikutinya akan mendapatkan jumlah jam yang lebih
padat dibandingkan dengan kelas reguler. Sebuah program yang amat membantu bagi
siswa yang memiliki kecakapan yang lebih dibandingkan dengan yang lain untuk
menyelesaikan studi lebih cepat.
Namun pada suatu ketika
guru yang mengajar di kelas akselerasi mengeluh karena peserta didik di kelas
tersebut terasa sangat individualis dan kurang kerja.sama dengan anggota
kelasnya. Bahkan di kelas tersebut mulai terbentuk kelompok-kelompok kecil. Bahkan ketika ditanyakan oleh guru
pengajar mengenai apa yang menjadi keluhannya? Rata-rata mereka mengatakan
kurang atau hilangnya rasa kebersamaan ketika mereka bersama-sama dimasukkan ke
dalam kelas akselerasi.
“Di kelas ini amat egois
Bu. Kompetisinya sangat tinggi!”
“Tidak ada lagi kebersaman bu,”keluh yang lain.
Keluhan itu kemudian di
bawa ke rapat dewan guru. Dalam rapat muncul bermacam analisa dan saran dari
para guru.
“Ini akibat kelas
akselerasi IPA tidak mendapatkan mata pelajaran IPS, sehingga rasa sosialnya
berkurang.”
Aku heran juga dengan
guru-guru yang mementingkan dirinya dan menganggap mata pelajarannya paling
penting dibandingkan yang lain. Anggapan bahwa hanya ilmu sosial yang bisa
menumbuhkan kecakapan sosial anak.
Dalam kelas akselerasi
tidak akan dapat dihindari terjadinya kompetisi antara siswa dan antar kelompok
karena mereka semua menjadi orang yang terpilih dan ingin menunjukkan
keberhasilannya. Namun, disinilah sebenarnya peran guru untuk menata dan mendampingi
mereka belajar sehingga mampu seluruh aspek kecerdasan yang dimilikinya. Tidak
selalu yang benama mata pelajaran IPA lalu mengabaikan nilai-nilai sosial yang
harus ditumbuhkan dalam diri anak.
Pelajaran IPA dapat
mempergunakan metode pembelajaran yang mengembangakn kecakapan sosial. Sambil belajar
mereka berinteraksi dengan temannya yang lain. Belajar mengenal perbedaan,
menghargai perbedaan pendapat, dan menyadari kelebihan dan kelemahan setiap
orang.
Mungkin, barangkali
karena program akselerasi itu menjadi klasikal, sementara kebutuhan setiap anak
berbeda. Saya hanya teringat saat masih di bangku Sekolah Dasar beberapa tahun
lampau. Di sekolah kami (SD Omben) saat dibina oleh bapak Moh.Yahya melaksanakan
program akselerasi dengan layanan individual. Peserta didik yang duduk di kelas
V dan memiliki kemampuan melebihi kecerdasan peserta didik yang lain, maka oleh pembina
kami anak tersebut akan dibina secara khusus bersama dengan siswa kelas VI yang
akan mengikuti ujian akhir.Siswa Kelas V tersebut akan diikutkan Ujian Akhir
bersama-sama dengan siswa kelas VI. Di pagi hari anak tersebut tetap berada di
kelas V, sehingga si anak tetap berinteraksi dengan teman sekelasnya dan tidak merasakan
sesuatu yang berbeda.
Cara rekrutment dan penyelenggaraan
yang sangat sederhana, dengan melibatkan orangtua murid dalam penanganannya,
meminta persetujuan dan dukungan orang tua peserta didik. Layanan dilakukan
secara personal sehingga perkembangan peserta didik dan kemajuan belajarnya
dapat terpantau. Program yang murah dan
hasilnya terbukti peserta didik yang pernah mengikuti program akselerasi
tersebut, tetap berprestasi ketika memasuki jenjang pendidikan berimutnya. Kelak
kemudian, mereka dapat diterima diperguruan tinggi yang berkualitas, di
Universitas Airlangga, dan ITS.
Artinya dengan
pengalaman masa lampau yang saya alami memberikan pelajaran bahwa akselerasi
tidak harus dilakukan secara klasikal dan biaya mahal.Sebab,yang tampak
kemudian adalah eksploitasi anak dan komersialisasi pendidikan, bukan layanan
yang memberdayakan potensi anak secara positif
dan menghilangkan harkat kemanusiaan.*****(hr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar