Translate

Senin, 09 April 2012

Hantu Eksploitasi di Taman Kanak-kanak

Suatu hari seorang anak kecil lari dari sekolah taman kanak-kanak, hanya karena ada les tambahan pelajaran calistung (baca, tulis, dan berhitung) seusai jam sekolah berakhir. Anak itu merasa terbebani, dan sulit untuk menerima pelajaran secara klasikal yang kurang menyenangkan. Ketika sampai di rumah anak itu mengambil mainannya dan asyik bermain dengan teman sepermainan, memasuki dunia bermain dan melupakan sekolah yang telah merampas haknya.
Bila kita perhatikan Taman Kanak-kanak adalah lembaga pendidikan prasekolah yang bertujuan membantu pertumbuhan dan perkembangan baik jasmani dan rohani perkembangan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik sebagaimana yang diisyaratkan dalam pasal 1.14 dan pasal 28 ayat 3 UU no.20 tahun 2003. Disamping juga untuk meletakkan dasar pengetahuan, sikap, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan peserta didik.

Taman Kanak-kanak adalah lembaga persekolahan yang berbeda dengan Sekolah dasar karena dilembaga ini lebih mnekakankan pada pembelajaran berbagai aspek  kognitif, afektif dan psikomotorik dengan metode bermain. Pembelajarannya bukan dengan pembelajaran klasikal sebagaimana di sekolah dasar.Pendidikan yang mengutamakan pada pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan perkembangan usianya.  Pembelajaran yang berprinsip kepada “Bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain”.Melalui kegitan bermain anak belajar dan dalam belajar seorang anak merasa sedang bermain. Dengan polayang demikian maka, anak akan marasa nyaman berada di sekolah dan  tanpa merasa dipaksa untuk untukbekajar dan mengembangkan diri.

Namun realitas dalam lingkungan amat berbeda.Taman kanak-kanak telah berubah menjadi lembaga (pra) sekolah yang telah kehilangan esensi bermain.Sehingga di dalamnya berlangsung eksploitasi anak untuk berkembang sesuai dengan kehendak orangtua dan guru. Anak-anak TK yang akan memasuki Sekolah Dasar perlu mengikuti tambahan pelajaran atau les privat belajar membaca menulis dan berhitung (Calistung). Eksploitasi yang kemudian “menyekap” mereka dalam ruang kelas untuk belajar secara klasikal dengan menghilangkan unsur bermain menjadi belajar yang seirus sehingga membuat anak measa tak nyaman dan tertekan. Alasan utamnaya karena ketika memasuki Sekolah Dasar si anak harus sudah bisa membaca dan menulis.

Pada suatu hari seorang anak tetangga yang sekolah di TK lari dari kegiatan tambahan belajar membaca dan menulis. Alasannya takut dan pelajarannya sulit. Setiap tambahan pelajaran untuk menulis si anak selalu lari dari kelas dan lebih tertarik untuk mengambil mainan mobil-mobilannya bermain dengan teman sebayanya. Anak itu kembali menemukan dunianya yang penuh kisah dan imajinasi. Ketika memainkan mobil-mobilan dengan lancar  dia mengisahkan permainannya mendorong mobil-mobilan sambil bercerita dengan memainkan imajinasinya. Saya mendengarkannya tanpa mengganggu, kisahnya terus mengalir dan sebenarnya anak itu tengah memainkan imajinasi dan merangkai kalimat untuk mengutarakan imajinasi yang dibangun dalam benaknya. Dia tengah belajar yang sebenarnya.

Kemampuan membaca menulis dan berhitung adalah sebuah kebutuhan bagi anak TK untuk measuki jenjang pendidikan berikutnya, sehingga wajar kalau diajarkan untuk bisa membaca menulis dan berhitung. Tentu kebutuhan itu tanpa harus melupakan prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Jika mempergunakan prinsip bermain sambil belajar, banyak alternatif yang bisa dilakukan bukan dengan satu cara mengumpulkan mereka dalam satu kelas dan kemudian “dicekoki” dengan apa yang dimaui guru.

Tantangannya adalah bagaimana si guru secara kreatif memasuki dunia anak untuk tetap bisa mempertahankan belajar dalam suasana bermain, sehingga anak merasa betah dan tidak lari dari dalam kelas. Barangkali ini kasus kecil tetapi dapat ditemukan di banyak tempat.

Terlebih lagi sepulang dari tambahan pelajaran tersebut, si anak dibebani dengan pekerjaan rumah. Sebuah penugasan yang bertentangan dengan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar dan Mennegah Surat Edaran Nomor: 1839/C.C2/TU/2009 yang melarang  guru memberikan PR (Pekerjaan Rumah) dalam bentuk apapun  bagi siswa Taman Kanak-kanak. Sebab bermain lebih penting bagi anak untuk bersosialisasi dan perkembangan dirinya dibandingkan dengan pengetahuan scolastik.

Apa yang menyebabkan perubahan dalam pendidikan Taman Kanak-kanak, sehingga kemudian menjadi ruang eksploitasi dengan menghlangkan hak-hak anak untuk bermain sambil belajar yang bisa mengembangkan keseluruhan aspek dalam dirinya terkooptasi pada perkembangan kognitif hanya sekedar bisa membaca menulis dan berhitung. Tetapi kemudian kehilangan inisiatif, kreativitas,dan kepeduliannya terhadap lingkungan sosialnya. Anak yang kemudian menjadi mesin pintar tetapi kehilangan kepekaan kemanusiaanya.

Hantu penyebab eksploitasi itu adalah kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan yang mengkaluklasi anak dengan berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi menurut ukuran para orangtua dan guru, sementara anak berada dalam dunaibermain yang menyenangkan. Dunia  yang tengah membawanya terbang ke dunia imaji menembus batas-batas logika ke dunia superrealis yang diciptakannya. Sehingga ketika menggambar dengan kebebasannya dia bisa menggambar seluruh benda yang ada dalam ruangan yang tertutup tembok tebal dengan  gambar yang amat transparan.

Kebebasan yang kemudian lenyap ke dalam tekanan-tekanan untuk mengikuti kemauan guru atau orangtua tanpa pernah mengajak bicara apa yang dimaui oleh anak. Sekolah hanya mencetak anak yang mampu baca tulis hitung tetapi kurang berkembang kemampuan bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain di lingkungannya karena harus disibukkan untuk mengerjakan Pekerjaan Rumah;berhitung dan menulis layaknya anak Sekolah Dasar.*****(hidayat raharja)


Tidak ada komentar: