Suatu hari seorang anak
kecil lari dari sekolah taman kanak-kanak, hanya karena ada les tambahan
pelajaran calistung (baca, tulis, dan berhitung) seusai jam sekolah berakhir.
Anak itu merasa terbebani, dan sulit untuk menerima pelajaran secara klasikal yang
kurang menyenangkan. Ketika sampai di rumah anak itu mengambil mainannya dan asyik
bermain dengan teman sepermainan, memasuki dunia bermain dan melupakan sekolah
yang telah merampas haknya.
Bila kita perhatikan Taman Kanak-kanak
adalah lembaga pendidikan prasekolah yang bertujuan membantu pertumbuhan dan
perkembangan baik jasmani dan rohani perkembangan kepribadian dan potensi diri
sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik sebagaimana
yang diisyaratkan dalam pasal 1.14 dan pasal 28 ayat 3 UU no.20 tahun 2003. Disamping
juga untuk meletakkan dasar pengetahuan, sikap, keterampilan dan daya cipta
yang diperlukan peserta didik.
Taman Kanak-kanak adalah
lembaga persekolahan yang berbeda dengan Sekolah dasar karena dilembaga ini lebih
mnekakankan pada pembelajaran berbagai aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik dengan metode bermain. Pembelajarannya
bukan dengan pembelajaran klasikal sebagaimana di sekolah dasar.Pendidikan yang
mengutamakan pada pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan perkembangan
usianya. Pembelajaran yang berprinsip
kepada “Bermain sambil belajar dan
belajar seraya bermain”.Melalui kegitan
bermain anak belajar dan dalam belajar seorang anak merasa sedang bermain.
Dengan polayang demikian maka, anak akan marasa nyaman berada di sekolah dan tanpa merasa dipaksa untuk untukbekajar dan
mengembangkan diri.
Namun realitas dalam
lingkungan amat berbeda.Taman kanak-kanak telah berubah menjadi lembaga (pra)
sekolah yang telah kehilangan esensi bermain.Sehingga di dalamnya berlangsung
eksploitasi anak untuk berkembang sesuai dengan kehendak orangtua dan guru.
Anak-anak TK yang akan memasuki Sekolah Dasar perlu mengikuti tambahan
pelajaran atau les privat belajar membaca menulis dan berhitung (Calistung).
Eksploitasi yang kemudian “menyekap” mereka
dalam ruang kelas untuk belajar secara klasikal dengan menghilangkan unsur
bermain menjadi belajar yang seirus sehingga membuat anak measa tak nyaman dan
tertekan. Alasan utamnaya karena ketika memasuki Sekolah Dasar si anak harus
sudah bisa membaca dan menulis.
Pada suatu hari seorang
anak tetangga yang sekolah di TK lari dari kegiatan tambahan belajar membaca
dan menulis. Alasannya takut dan pelajarannya sulit. Setiap tambahan pelajaran
untuk menulis si anak selalu lari dari kelas dan lebih tertarik untuk mengambil
mainan mobil-mobilannya bermain dengan teman sebayanya. Anak itu kembali menemukan
dunianya yang penuh kisah dan imajinasi. Ketika memainkan mobil-mobilan dengan
lancar dia mengisahkan permainannya
mendorong mobil-mobilan sambil bercerita dengan memainkan imajinasinya. Saya
mendengarkannya tanpa mengganggu, kisahnya terus mengalir dan sebenarnya anak
itu tengah memainkan imajinasi dan merangkai kalimat untuk mengutarakan
imajinasi yang dibangun dalam benaknya. Dia tengah belajar yang sebenarnya.
Kemampuan membaca
menulis dan berhitung adalah sebuah kebutuhan bagi anak TK untuk measuki
jenjang pendidikan berikutnya, sehingga wajar kalau diajarkan untuk bisa
membaca menulis dan berhitung. Tentu kebutuhan itu tanpa harus melupakan
prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Jika mempergunakan prinsip
bermain sambil belajar, banyak alternatif yang bisa dilakukan bukan dengan satu
cara mengumpulkan mereka dalam satu kelas dan kemudian “dicekoki” dengan apa yang dimaui guru.
Tantangannya adalah
bagaimana si guru secara kreatif memasuki dunia anak untuk tetap bisa
mempertahankan belajar dalam suasana bermain, sehingga anak merasa betah dan
tidak lari dari dalam kelas. Barangkali ini kasus kecil tetapi dapat ditemukan
di banyak tempat.
Terlebih lagi sepulang
dari tambahan pelajaran tersebut, si anak dibebani dengan pekerjaan rumah.
Sebuah penugasan yang bertentangan dengan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar
dan Mennegah Surat Edaran Nomor: 1839/C.C2/TU/2009 yang melarang
guru memberikan PR (Pekerjaan Rumah) dalam bentuk apapun bagi siswa Taman Kanak-kanak. Sebab bermain
lebih penting bagi anak untuk bersosialisasi dan perkembangan dirinya
dibandingkan dengan pengetahuan scolastik.
Apa
yang menyebabkan perubahan dalam pendidikan Taman Kanak-kanak, sehingga
kemudian menjadi ruang eksploitasi dengan menghlangkan hak-hak anak untuk
bermain sambil belajar yang bisa mengembangkan keseluruhan aspek dalam dirinya terkooptasi
pada perkembangan kognitif hanya sekedar bisa membaca menulis dan berhitung. Tetapi kemudian kehilangan inisiatif,
kreativitas,dan kepeduliannya terhadap lingkungan sosialnya.
Anak yang kemudian menjadi mesin pintar
tetapi kehilangan kepekaan kemanusiaanya.
Hantu penyebab
eksploitasi itu adalah kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan yang
mengkaluklasi anak dengan berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi menurut ukuran
para orangtua dan guru, sementara anak berada dalam dunaibermain yang
menyenangkan. Dunia yang tengah
membawanya terbang ke dunia imaji menembus batas-batas logika ke dunia
superrealis yang diciptakannya. Sehingga ketika menggambar dengan kebebasannya
dia bisa menggambar seluruh benda yang ada dalam ruangan yang tertutup tembok
tebal dengan gambar yang amat transparan.
Kebebasan yang kemudian
lenyap ke dalam tekanan-tekanan untuk mengikuti kemauan guru atau orangtua
tanpa pernah mengajak bicara apa yang dimaui oleh anak. Sekolah hanya mencetak
anak yang mampu baca tulis hitung tetapi kurang berkembang kemampuan
bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain di lingkungannya karena harus
disibukkan untuk mengerjakan Pekerjaan Rumah;berhitung dan menulis layaknya
anak Sekolah Dasar.*****(hidayat raharja)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar