Translate

Senin, 30 April 2012

Negeri Air


Air merupakan bagian terbesar penyusun tubuh manusia, karenanya manusia tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan air. Menjaga suhu tubuh, memungkinkan reaksi kimia dalam tubuh, membantu transportasi zat, dan banyak lagi fungsi yng dijalankannya. Air bahan yang tersedia di alam dan mengalami siklus peredaran yang dikenal dengan siklus air. Namun sayang, air yang tercurah dari langit dan menyumber dari dalam bumi, kini semakin renggang dengan hidup manusia. Air menjadi barang mahal dan sumber bencana bagi kehidupan manusia.

Banyak pelajaran yang diberikan oleh sebentang air yang mengalirdi hadapan.Air mengajari manusia untuk bergerak menuju ke tempat yanglebih rendah.pelajaran untuk selalumerendahkan hati sehingga memasukisetiap relung kehidupan dengan damai. Air adalah zat yang paling tabah dan hanya dengan setetes butirannya mampu menggurat dan melubangi batuan cadas. Keuletan dan ketekunan yang tiada henti menaklukkan kekerasan yang kaku.
Bersama air bahan-bahan terlarut terhanyut menuju ke berbagai tempat dan sudut memberikan makanan bagi segenap mikroba dan segenap tetumbuhan. Bahan-bahan yang membuat taaman dan hewan tumbuh dan berkmebnag tanaman yang membuat tanaman subur,berbunga dan berbuah. Air terus mengalir, melewati jaringan akar menuju xilem batang ke daun dan di lembaran daun yang menangkap sinar matahari, air dipecah belah menjadi oksigen dan energi untuk diproses dalam reaksi gelap fotosintesis, menghasilkan glukosa yang menjadi cadangan dan sumber makanan herbivor.
Di antara kambanagn pulau air mengelilingi daratan menajdi pemisah sekaliguspenghubung antar pulau. Pemisah karena memutus daratan antar dua pulau,namun menghubungkan karena keduanya menjadi etrsambung oleh bentang air. Pemisah yang kemudian memicu terciptanya kota-kota di tepain perairan. Kota pesisir yang ramai oleh lalulintas angkutan jalur air. Tepian-tepian perairan jadipelabuhan dan dermaga, tempat singgah kapalniaga dan para musyafir yang menjejajalh ke berbagai negeri dan pulau.
Perairan yang membentang antarmenjadisumber inspirasi terciptanya alat transportasi; rakit, sampan, perahu,perahu pinishi dan kapal-kapal besar  mrngarungi berbagai negeri dan pulau mengangkut aneka kebutuhan penghuni berbagai negeri. Rakit yang menjadi pengantar kisah dalam legenda yang mengantarkan para tokohmenemuikisah kepahlawanannnya. Perahu dan sampan yang mengantarkan kisah keberanian para nelayan menjala ikan di tengah perairan.
Kisah air mengantar kisah kehidupan manusia dengan segala kegagahan dan kedigdayaannya. Jalesveva jayamahe, dilaut kita jaya semboyan angkatan laut Republik Indonesia. Nenekmoyangku orang pelaut, sebuah nynanyian kanak-kanak yang mengenalkan kejayaan bahari di masalalu yang takpernah takut melawan gelombang yang tak pernah surut. Dan berbagai ritus perairan  menguatkan kita sebagai bangsa air.
Abantal omba’ asapo’angin” (berbantal ombak berselimut angin). Sebuah pepatah yang menunjukkan keakraban dengan perairan. Ombak dan gelombang yang tinggi bukanlah sebuah ancaman tetapi menjadi bantal  dan angin yang kencang menjadiselimut dalam perjalanan. Sebuah adagium masyarakat bahari yang tak bisa dipisahkan darilaut. Di masa lampau, airadan perairan menjadi sejarah yang menjadikan bangsa kita menjadi bangsa besar yang diseganioleh bangsa-bangsa lain. Catatan sejarah kelautan menguatkan bahwa bangsa dari negeri timur ini pernah menyeberangi lautan Hindia menjelajahi benua Africa mengangkutrempah dan kayu manis dengan mempergunakan perahu kayu layar.
Mereka bukan digerakkan oleh layar tetapi digerakkan oleh keberanian. Ya, keberanian untuk menaklukkan gelombang dan negeri-negerijauh. Kedigdayaan teknologikelautan yang beberapa abad kemudian ditelusuri dan dibuktikan oleh Philip Beale dan Nick Burningham dengan membuat replika perahu Borobudur yang dinamai dengan “Lallai Bakka Ellau” bergerak bersma matahari. Penjelajahan yang mengulang pelayaran ’Jalur Kayu Manis”dengan mempergunakan perahu kayu yang dibuat oleh para ahli kapal di Pulau Pagerungan Kene’ wilayah kepulauan Sumenep. Kita adalah bangsa besar yang dikenal  dengan teknologi perairan (transportasi) yang dikenaldimasa lalu.
Sayang memang jika saat ini, air menjadi sumber permasalahan bagi kehidupan kita. Harga air yang begitu mahal keitka dikelola dalam sebuah industri “AirKemasan” satu galon Rp.10,000,- (sepuluh ribu rupiah). Jika musim kemarau tiba berbagai daerah kekurangan air dilanda kekringan yang hebat. Sementara jika musim hujan tiba, beberapa daerah mengalami banjjir dan tanah longsor  yang menjadi bencana kemanusiaan dalam kehidupan bersama.*****(HR)

Mengendalikan Jam Belajar ditengah Serbuan Tayangan TV


Pengendalian jam belajar peserta didik adalah hal yang menjadi persoalan ketika jam belajar banyak disita oleh berbagai media hiburan semacam televisi atau media yang terkoneksi lewat internet dan  handphone. Media televisi adalah salah satu media hiburan yang hadir di tengah-tengah keluarga sepanjang 24 jam. Kapan pun membuka chanel televisi pasti akan ditemukan stasiun yang tengah melek menawarkan siaran program yang sangat variatif. Semacam ancaman dan tantangan bagi para peserta didik, orangtua dan lembaga atau institusi pendidikan untuk mengatasinya.
Hadinya  Televisi Pendidikan Indonesia di tahun 90-an semula merupakan sebuah harapan baru untuk menjadikan tekevisi sebagai ruang belajar alternatif yang membuat siswa betah belajar di depan televisi. Namun upaya ini tak menemukan hasil yang signifikan. Kehadiraannya hanya menambah beban produksi dan terkalahkan oleh tayangan hiburan yang banyak menyedot penonton dan banyak menyedot iklan. Sehingga secara komersial program tersebut kurang menguntungkan. Lambat laun program itu hilang dna bahkn sekarang perusahaan tersebut sudah berpindah tangan.
Persaingan antar stasiun televisi kian ketat. Semua stasiun ingin menyajikan tayangan yang mampu menyedot penonton dan iklan. Stasiun telebvisi adalah sebuah ruang bisnis yang berorientasi pada leuntungan, karena di dalamnya ditanam modal dan menghajati hidup orang banyak. Kondisi yang kian melengkapi dunia pertelevisian sebagai dunia hiburan yang memanjakan pemirsanya. Pendidikan did alam televisi adalah tayangan audiovisual yangmeminta pemirsa untuk kritis dlam mencerap nilai yang ada di dalamnya. Sehingga penonton bukans esuatu yang pasif, tetapi sebagai pemirsa yang bersikap aktif dan kritis untuk menentukan pilihannya.
Namun di saat yang sama penonton tak berdaya dalam menghadapi jejalan tayangan yang menerobos pada alam bawah sadar, sehingga menjadi sesuatu yang dibutuhkan dan semula dianggap tak ada manfaatnya.  Pemirsa tidak berdaya ketika tayangan-tayangan sinetron yang menjadi unggulan program televisi berada pada jam prime time antara jam 1800-2100. Waktu yang seharusnya menjadi jam belajar anak, namun telah tersita oleh sinetron yang mampu mempermainkan emosi dan ketergantungan pemirsa.
Upaya untuk melawan dan menumbuhkan jam belajar pernah dilakukan di daerah Yogyakarta pada tahun 90-an.  Hal ini juga dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Metro_lampung. namun laporan dari Ma’arif Institute menilai kebijakan program jam belajar masyarakat di Kota Metro tidak berjalan efektif.  Seperti tidakterlaksananya mematikan pesawat televise pukul18.00-21.00. hasil survei Maarif Institut, di Operasional Room Pemkot, Rabu (11-1).-Lampung Post.
Hal yang sangat menarik dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten banyuwangi dengan mengeluarkan sebuah program kendali belajar . Program yang baru di launching ini menurut Bupati Abdullah Azwar Anas  sebagai upaya untuk membimbing siswa cerdas dan berakhlak mulia, sebagaimana dilansir –Antara News Jawa Timur. Program kendali belajar ini meliputi tiga program: (1)  tidak menonton acara televisi pada pukul 19.00-21.00;(2) dilarang membawa HP ke sekolah, karena mengganggu konsentrasi siswa:(3) kendali ibadah berupa panduan yang menerakan jadwal sholat lima waktu dan belajar agama. Program ketiga ini adalah sebentuk aplikasi atau integrasi Pancasila kedalam mata pelajaran PKn, Agama, dan Bahasa.
Menarik untuk ditelaah adalah pertama, upaya dari pemerintah  daerah Kabupaten Banyuwangi untuk membiasakan anak atau peserta didik mengendalikan jam belajar dengan mematikan televisi pada pukul 19.00-21.00. Suatu yang tak mudah untuk dilakukan. Tetapi memang patut diapresiasi, dengan menosialisasikan bagi seluruh lapisan masyarakat, karena di waktu-waktu tersebut anggota keluarga banyak yang terjajah televisi,dengan berbagai tayangan sinetron yang kerap kali diiklankan. Aktor dan aktris yang cantik, cerita yang membual dan membuai, mampu menyihir pemirsa untuk keluar dari kesumpekan  dan kekecewaan dalam hidup ini. Sebab dalam sinetron bukan hanya disodorkan bualan tetapi juga iklan anekaproduk dan gaya hidup yang dititipkan dalam cerita. Dibutuhkan keberanian untuk “membunuh” televisi.
Kedua, dilarang membawa HP ke sekolah untuk tidak menganggung konesntrasi siswa belajar. Benarkah demikian?kalau kita lihat manfaat positif HP dalam pembelajaran,bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi di dalamnya terdapat berbagai media yang dapat dijadikan pendukung pembelajaran. Fasilitas Kamus, Internet, Kalkulator adalah sebagaian dari aplikasi yang bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran. Barangkali yang selama ini kita lalai adalah memperkenalkan etiket penggunaanya, sehingga mengganggu bukan hanya dalam konsentrasi belajar, tetapi juga mengganggu hak-hak orang lain.
Pelarangan membawa HP adalah berlebihan,sebab yang seharusnya dilakukan oleh sekolah dan para orangtua untuk mengenalkan etiketpenggunaan HP. Seta adanya kebijakan sekolah yang secara insidentalmelakukan razia terhadap HP yang dibawa peserta didik. Berapabanyak dari masyarakat kita yang sadar untuk mematikan Handphone ketika memasuki masjid atau shalat berjamaah dalam masjid. Setiap hari jumat selalu saya dengar dering HP saat shalat jumat berlangsung.
Ketiga, penegndalian ibadah,sangat penting terutama bilahal itu ditumbuhkan dalam keluarga,sebab hal itu merupakan pendidikan yang paling mendasar dan dilakukan dalam keluarga. Sekolah tak akan memberikan makna yang berarti jika lingkungan keluarga peserta didik memang lemah dalam peribadatan kesehariannya. Kendali ibadah akhirnya hanya menjadi formalitas yang tidak akan berpengaruh pada perilaku dan kepribadian peserta didik. Terutama jika hal inisebagaimana yang tertera dalam kendali bahwa upaya  integrasiPancasila hanya pada tiga mata pelajaran, PKn
Ah,memang berbicara mengenai pendidikan bukan sesuatu yang parsialtetapi merupakan bagian integral dalam kehidupan kita.(Hidayat Raharja)

Jumat, 27 April 2012

Peserta Didik Bukan Obyek


Beberapa orang guru mengeluh di ruang guru kalau peserta didik di tahun ini kualitasnya jauh lebih rendah dari tahun yang lalu. Pada hal murid yang diterima sebagai peserta didik baru di sekolah kami merupakan hasil yang diperoleh melalui tiga tahapan seleksi. Jika demikian sebenarnya, maka dapat dipastikan peserta didik yang lolos seleksi adalah mereka yang terpilih.

Sangat tidak bijak, ketika peserta didik yang dijadikan sebagai tumpuan persoalan jika ketuntasan belajar tidak tercapai.  Apabila ada kegagalan maka seharusnya guru menelusuri penyebabnya, apakah soal yang kurang valid? Metode atau media pembelajaran yang kurang tepat, atau soal yang diujikan tidak sama dengan materi yang telah dijelaskan?
Susah memang menjadi peserta didik, sellau dijadikan sasaran kesalahan. Pada hal kita tahu bahwa belajar di sekolah dengan jumlah mata pelajaran 12-17 Mata pelajaran adalah beban yang sangat berat. Sebab, dapat dipastikan tidak semua mata pelajaran itu dibutuhkan peserta didik. Tidak semua mata pelajaran bermanfaat bagi kehidupan peserta didik. Apakah mereka harus pintar semua mata pelajaran? Sementara kalau kita lihat pilihan pekerjaan menjadi guru atau ketika memasuki fakultas pendidikan adalah bukan pilihan utama. Artinya kualitas guru juga perlu terus menerus dipertanyakan setiap saaat, sehingga termotivasi untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan diri

Realitas yang sering ditemukan di lapangan betapa sulitnya mengubah kebiasaan guru dalam mengajar yang telah dianggapnya mapan. Sementara perkembangan sains dan teknologi senantiasa berkembang dan menuntut adanya perubahan. Sebuah tuntutan perubahan yang wajar mengingat perhatian pemerintah terhadap guru sedemikian besar dengan terbitnya UU No.14 Tentang Guru dan Dosen. Adanya tunjangan Profesi Pendidik bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik adalah sebuah upaya penghargaan dan peningkatan kesejahteraan guru.  Amat disayangkan jika kemudian pemberian fasilitas Tunjangan Profesi Pendidik dipergunakan secara konsumtif, tanpa ada upaya untuk mengembangkan wawasan.

Peserta didik adalah anak manusia yang hebat, sebab di satu sisi peserta didik memiliki  penguasaan dan keakraban terhadap media teknologi dan informasi. Sebuah modalitas yang harus dipahami dan dioptimalkan untuk mengembangkan potensinya. Tidak berlebihan jika mengalami kegagalan,  sumber kesalahan ditelusuri dari kerja guru. Sesuatu yang sulit, tetapi hal yang menarik ketika mencoba membalik sudut pandang memposisikan peserta didik sebagai subyek yang setara dengan guru.

Guru sebagai agen perubahan sudah pasti dituntut untuk selalu memperbaharui pengetahuan sehingga bisa mendampingi perkembangan peserta didikseirama dengan perkembangan teknologi. Persoalan yang sederhana tetapi sulit direaliasikan di lapangan. Sebab, profesi guru masih dipandang sebagai proses transfer ilmu yang mengedepankan aspek kognitif dengan nilai angka-angka yang tertera di buku rapor.

Tidak sedikit ditemukan di daerah guru-guru sibuk mengadakan les privat dan sayangnya les itu hanya diberlakukan untuk peserta didiknya sendiri. Logikanya jika siswa banyak yang tidak mencapai ketuntasan belajar sumber kesalahannya adalah guru. Sehingga perlu dilakukan program remedial. Bukan dengan les privat yang lebih menekankan pada pemberian nilai bukan pada proses peningkatan kemampuan dan pemahaman peserta didik.
Artinya ada guru yang memanfaatkan ketidak tuntasan belajar peserta didik untuk dimasukkan pada les privat yang diselenggarakan. Sebentuk penyimpangan profesi dan profesionalisme guru karena kehilangan sikap obyektivitas dalam penilaian. Di sinilah sebenarnya profesionalitas guru diuji untuk memproses belajar peserta didik yang kemampuannya biasa-biasa saja menjadi luar biasa. Tugas guru bukan selalu menyudutkan kemampuan siswa karena tidak mampu mengikuti kemauan guru.*****(HR)

UN SMP Bocor,Nggak Kaget Broo!

Jumat pagi 27 April 2012, ICW (Indonesia Corruption Watch) melaporkan kebocoran soal Ujian Nasional Matematika SMP kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut telusuran ICW kunci jawaban yang beredar tersebut lengkap dari kode A, B, C, D, dan E, sekitar 60 % nya jawabannya benar. Kunci jawaban benar 60 % memang sudah direkayasa agar tidak kentara kalau terjadi kebocoran. Kebenaran kunci jawaban tersebut memang benar karena adanya soal yang bocor,masih menunggu hasil penyelidikan kemendiknas. Sebab, menurut humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memang terjadi kebocoran,maka pelaku akan dienakan sangsi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pelaporan itu sepertinya tidak mengejutkan masyarakat, karena ada banyak faktor, diantaranya pertama, jika kebocoran itu benar terjadi, masyarakat memaklumi karena yang mealakukan pembocoran dianggap “membantu”kelulusan peserta didik. Sebab, jika peserta didik tidak lulus angggota masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan juga tidak bisa menerima dan akan protes terhadap lembaga. Sekitar 4-5 tahun yang lalu ada sebuah SMP kota kami yang jumlah peserta didiknya sebanyak 103orang tidak lulus ujian nasional, sehingga harus ikut UN ulangan(saat itu memang ada ketentuannya mereka yang tidak lulus diperbolehkan mengikuti ujian pada mata pelajaran yang tidak lulus). Apa yang terjadi? Semua saling tuding dan saling mengancam. Pengawas yang terlalu ketat, sehingga tidak memberi kesempatan murid untuk bekerjasama.
Kedua, kebocoran bisa jadi disengaja oleh guru melalui berbagai cara untuk membantu muridnya supaya lulus ujian nasional. Darimana mendapatkan soal. Bisa saja kelebihan soal yang ada di dalam ruangan ditarik oleh panitia dan kemudian soal tersebut dikerjakan guru, dan kemudian beredar ke peserta ujian nasional. Ini sangat memungkinkan karena suatu ruangan yang berisi sembilan peserta ujian misalnya,jumlah paket soalnya tetap sama dengan kelas yang normal, berisi 20 paket soal. Ada peluang untuk berbuat curang.
Ketiga, sebenarnya kalau kita melihat pada penentuan kelulusan di tahun ini sudah terbantu dengan perhitungan 40 % nilai dari Sekolah (rata-rata nilai rapor semester 3, 4, 5 dan nilai Ujian Sekolah dan 60 % berasal dari nilai Ujian Nasional.Persyaratan yang tidak terlalu memberatkan.  Tetapi kenapa kecurangan itu masih terjadi?
Mentalitas! Ya, barangkali mentalitas itu yang bisa diseret sebagai alasan. Mentalitas siswa dan mentalitas panitia penyelenggara.  Bahwa, mentalitas menempuh jalan pintas, adalah sebuah fenomena yang tengah menggejala dalam kehidupan kita. Ini bukan hal ganjil. Di beberapa tempat siswa mengerjakan ujian nasional bukan dengan berfikir dan belajar bersungguh-sungguh tetapi dari hasil contekan atau kiriman jawaban dari orang lain.
Dalam kasus seperti ini yang paling dirugikan adalah peserta ujian yang mengerjakan dengan jujur dan mereka bersungguh-sungguh mmepersiapakan untuk  mendapatkan nilai yang baik.Namun,celaka berbagai fakta menunjukkan nilai ujian nasional mereka seringkali dikalahkan oleh mereka yang tidak berbuat jujur.
Persolan berikutnya, Jika nilai Ujian Nasionalnya terbaik apa gunanya? Tidak ada. Ya, tidak ada gunanya karena tidak memberikan jaminan bagi pemilik nilai Ujian Nasional terbaik diterima di Perguruan Tinggi. Paling-paling hanya menerima apresiasi di lapangan upacara sekolah utnuk menerima sekedar applaus dari teman-temannya saat upacara bendera hari senin.
Atau jika nilai Ujian Nasional dijadikan alat seleksi untuk masuk ke Perguruan Tinggi, apa jadinya?  Ada fenomena sekolah-sekolah yang ada di pinggiran yang proses belajarnya tidak jelas, justru bisa memiliki nilai ujian nasional yang lebih bagus. Memang upaya menyelenggarakan UN dengan Jujur butuh waktu, yaitu membenahi sistem yang ada, bila perlu tindak tegas pelaku kecurangan dalam Ujian Nasional.
Bahkan kalau memang kecurangan pembocoran soal ini masih terus berlangsung tidak ada salahnya kalau UN tidakdijadikan sebagai alat penentu kelulusan, tetapi  cukup dijadikan alat pemetaan pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, Pemerintah menganalisis dan membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN dan menyampaikan ke pihak yang berkepentingan. Hasil UN menjadi salah satu pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.****(HR)

Kamis, 26 April 2012

Panggung Musikal Sang Presiden

Sore 26 April 2012 sekitar pukul 17.20 wib, saya menyaksikan acara berita petang di TV One menayangkan sebuah berita seorang presiden yang berkolaorasi dengan musisi blues menyampaikan orasi (pidato) mengenai biaya kuliah mahasiswa yang harus murah, supaya terjangkau oleh rakyatnya. Sebuah kolaborasi yang amat menarik. Presiden itu adalah Barrack Obama, berkolaborasi dengan musisi blues Tariq. Sang presiden meyampaikan orasi sembari diiringi sayup-sayup suara musik.Setelah sang Presiden menyampaikan beberapa patah kata, maka sang musisi meresponnya dan melagukannya. Sang penyiar pun mengapresiasinya sebagai aktivitas politis yang dikemas secara entertaint. Sangat meanrik.
Bukan untuk membandingkan. Selama ini Barrack Obama dikenal sebagai politisi bukan sebagai penyanyi sementara presiden Susilo Bambang Yudhoyono selain sebagai kepala negara juga dikenal sebagai pencipta lagu. Beberapa lagu yang diciptakannya telah direkam dan dinyanyikan oleh penyanyi profesional. Bahkan beberapa lagunya dinyanyikan pula pada upacara kenegaraan.Sebagian pihak memuji keahlian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam menciptakan lagu, sebagian yang lain mencemooh.
Cukup menarik ketika seorang politisi juga kepala negara menjadikan musik sebagai alat untuk mencapai tujuan,musiksebagai media untuk mendekatkan pesan ke hadapan publik. Di negeri ini sangat sering dilakukan terutama saat-saat mendekati pemilu. Beberapa kelompok band atau penyanyi dikontrak untuk memancing massa saat berkampanye.  Ada musisi yang secara langsung terlibat dengan turut mengkampanyekan calon tetapi ada pula musisi yang memisahkan sebagai alat politik, yaitu hanya menyanyikan lagu untuk memancing dan mengumlulkan massa tanpa harus mengkampanyekan calon atau program partai.
Beda. Barrack Obama mampu melakukan kolaborasi dengan musisi blues sehingga panggung menjadi satu kesatuan, musisi dan politisi (Barrack Obama) saling mengisi dan saling melengkapi sehingga menjadi pertunjukan panggung yang mnarik. Mungkin ini adalah sebuah contoh kerja dari sebuah team yang mampu mengolah “Pesan Politik” yang biasanya kaku, tegang, dan tidak komunikatif menjadi sebuah pertunjukan yang manrik, menghibur dan mengesankan. Sebuah keberanian untuk meramu dua kutub yang saling berseberangan menjadi bersebelahan, sehingga bisa saling melengkapi.
Bila menengok kepada kondisi perpolitikan dan kiprah para politis dalam menyampikan pesan politiknya yang terkesan kaku, arogan dan sangat tidak menarik,karena bila adairingan musikpun hanya sebatas tempelan yang melatari dan tak mampu menyatu dengan pesan politik atau kebijakan yang disampaikan. Keadaan yang kian menguatkan bahwa para politisi kita masih sampai pada tahap memperalat musik atau musisi untuk kepentingan politiknya namun belum memanfaatkan interseksi antara musik dan politik. Interseksi yang mampu mengendorkan ketegangan politik dan meletakkan musisi sebagai penyampai yang mampu menghilangkan kekakuan tanpa haru smenghilangkan kesan sebagai penghibur.
Tayangan sore itu semakin menguak ruang imajinasi yang saya bangun, bahwa kreativitas mampu meretas batas-batas wilayah dan kemungkinan, sehingga menjadikans sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Kreativitas yang menyadarkan bahwa kekayaan musikalitas yang dimiliki bangsa ini seharusnya bisa menstimulasi produktivitas kehidupan, sebab pada mulanya musik tumbuh dari tengah kehidupan.
Betapa indahnya seandainya sang presiden yang juga seorang musisi mampu meleburkan jiwa musikalnya dalam kebijakan-kebijakan politik yang dihasilkannya sehingga seirama dengan kehidupan. Kebijakan yang mampu memberi nyawa bagi semua kehidupan bukan pada mahluk dan kelompok tertentu. Andai jiwa musikal tersebut teransemen saat menyampaikan pidato politik di atas podium tentu akan merdu irama yang terdengar di telinga. Ah, sayang saya hanya berandai-andai…*****(HR)

"Talken Koneng" Mantra Lelaki, Perempuan dan Kematian


Kemarin pagi aku mendapatkan buku dengan sampul warna coklat kekuningan. Cover yang molekdengan ilustrasi seseorang memakai jubah warna kuning. Buku sehimpunan puisi seorang kawan penyair  Alfaizin Sanasren dengan judul “Talken Koneng”. Buku dengan tebal 50 halaman ini dipenuhi dengan puisi-puisi mantra yang diangkat dan berangkat dari perjumpaanya dengan naskah-naskah mantra (Madura) pemberian leluhurnya.
Mantra adalah bahasa pertama yang muncul dalam tradisi masyarakat sebagaibahsa komunikasi paling sublime untuk berbagai kebutuhan komunikasi.Mantra yang diyakini sebagai penakluk buaya di riau,kemudian diangkat kembali oleh Sutardji Calzoum Bachri  ke dalam puisi mantra.Dalam realitas keragaman sukubangsa sebagai bagian dariperadaban bangsa ini,mantra  memiliki fungsi penyembuhan, kekebalan, sihir,kejantanan, perdagangan, pekasihan atau percintaan dan juga dalam hubungan kelamin.
Kata pertama adalah mantra., demikian ujar Sutardji Calzoum Bachri. Dalam kehidupan saat ini mantra terus menyihir kehidupan dalam berbagai bentuk aktualisasinya.Sehimpun puisi yang berjudul “Talken Koneng” adalah sebentuk reaktualisasi mantra Madura yang bermetamorfosis dan memberikan bentuk dan pengaruh lain dari muasalnya. Perkembangan makna dan fungsi yang luput dariperhatian kita ditengah serbuan mekanisasi industri yang melupakan kita pada esensi.
Talken Koneng”  awalnya adalah sebentuk sihir untuk memanggil kematian seseorang dengan aneka laku dan ritual yang dilakukan oleh penujum dengan puasa dan membuat boneka kain yang diikat dengan kai kafan dan ditusuk dengan paku, jarum,  pada bagian tubuh tertentu yang diinginkan. Paku-paku yang dihujamkan ke organ-organ vital dalam tubuh yang dipetakan pada sebuah boneka kain. Si penyihir akan memanggil-mangil nama korban sembari menghunjamkan paku membacakan mantra kematian.
Kengerian mantra kematian berbalik arah di tangan Alfaizin menjadi sebuah ritual musikalyang ritmik dan mengubah panggilan kematian jiwa pada kematian nafsu,:hum, hum, huuuuumma,/datang, datang, datanglah kepadaku/ asap purba kubakar di atas kekuningkangn tembaga/ tiga puluh tiga rerempahan pekuburan/ meradang-radang/legamsaga barabara/berkelokan/ memungut letup garammulutku berkutub/ huuummma,/ datanglah kepadaku/ aku tuntaskan wujudmu/ maut tubuhmu/maut nafsumu// (Talken Koneng, halaman 1)
Mengapa membunuh nafsu? Ya manusia lahan subur nafsu, birahi, serakah, ambisi jabatan,kekuasaan, dengan berbagai jalan dan cara dikerjakan. Nafsu serakah dengan berbagai siasat yang terus berkelit sebagaimana para pemimpin rakus yang penuh nafsu dan ambisi mempergunakan kesempatan yang ada. Video porno para anggota dewan adalah nafsu birahi khewan yang memang pantas untuk diamtikan. Nafsu kelelakian dan kehilangan harga diri kaum perempuan yang tak mampu menjaga harkat dan martabatnya.
Kaum perempuan sebagai kaum pemuja tubuh. Sebuah mantra semacam ”letrek”, “Susuk” yang menyungsang pandang para lelaki. JIka susuk itu ditaruh di pelupuk mata, maka siapa yang dipandang atau menatapnya akan jatuh cinta. Pun juga ketika kartu letrek itu dimainkan tak  ada lelaki yang bisa kembali pulang ke rumah atau keluarga. Dia akan tersesat dalam rumah tubuh perempuan yang menaklukkannya./ gurjem,pandang tubuhku/matamu silau kemilau/mengigau bila tak berucap/ diam kalangkabutan/ (ayat-ayat pemuja tubuh, halaman 15)
Sesungguhnya diantara sekian banyak mantra yang akan terus hidup dalam kehidupan adalah mantra percintaan. Mantra yang mencari aktualisasinya di berbagai jejaring media sosial dan media cetak. Sebagaimana pula mantra Percintaan dan kematian dalam Talken Koneng yang bermula dari sebuah catatan di facebook. Catatan yang dikirimkan kepada kawan-kawan yang kemudian dipilih dan dikumpulkan dalam buku.
Percintaan dan kematian dua sisi mata uang yang saling melapisi. Jika percintaan itu dilakukan dengan dilandasi nafsu dalam sebuah perselingkuhan maka lambat dan pasti akan membawanya pada “kematian”. JIka politisi akan mematikan karier politiknya.Jika pejabat akan jatuh dari singasana,mati jabatan yang diagungkannya. Jika tokoh masyarakat akan diasingkan dari tengah khalayaknya, “mati” wibawanya.
Apabila cinta itu dilakukan dengan tulus dalam sebuah pernikahan, akan mematikan nafsu badani dan syahwat ke dalam sebuah cinta yang tentram. Sebuah “talken” tidak lagi untuk takluk-menaklukan, melainkan berselagu dalam sebuah  nyanyian mantra kehidupan; cinta, lelaki, perempuan, pernikahan, nafsu, kematian dan keabadian.  Membaca buku ini sepertimebaca kelebatan masa silam yang menakutkan dan mendebarkan dalam sebuah lompatan ke masa kini yang penuh tegangan, canda, dan kenakalan-kenakalan dalam bahasa yang kadang sulit dimenegerti atau tak ditemukan dalam kamus. Tersebab, karena bahasa puisi lebih dekat ke dalam hati.*****(HR)


Kamis, 19 April 2012

Ironisme Penyelenggaraan UN

Penyelenggaraan Ujian Nasional telah berakhir pada hari kamis, 19April 2012. Banyak laporan mengungkapkan pelaksanaan UN. Jawa Pos memajang foto seorang pengawas ruangan di sebuah SMA di Madiun-Jawa Timur,  tengah tertidur pulas. Sebuah stasiun televisi menunjukkan hasil liputannya yang menyorot seorang siwa yang tengah membuka kerpekan di bawah meja. Seorang siswa yang telah lulus SMA mengungkapkan bagaimana upaya-upaya curang  dilakukan untuk mengelabuhi pengawas ruangan. Untuk apa semua mereka lakukan?
Tahun ini adalah tahun yang cukup menarik dalam penyelenggaraan UN: pertama naskah soal LJUN, dan berita acara serta daftar hadir, denah kode soal, pakta integritas pengawas terbungkus dalam satu amplop. Kedua, adanya pakta integritas yang harus ditandatangani pengawas yang menyatakan bersedia untuk melakukan pengawasan secara jujur dan mengelak amplop yang berisi lembar jawaban. Ketiga,adanya pernyataan yang harus ditulis siswa bahwa mengerjakan dengan jujur lalu di bawahnya dububuhi tanda tangan. Hal-hal yang menguatkan niat untuk berbuat jujur dalam pelaksanaan Ujian Nasional.
Pengambilan naskah di polsek dikawal oleh polisi, di beberapa tempat upaya untuk membuat jujur dilakukan dengan menaruh cctv di dalam ruang kelas atau ruang  ujian, sehingga pelaksanaanya bisa dimonitor dari tempat atau ruang lain. Apakah ini mengindikasikan panitia penyelenggara, pengawas ruangan, dan siswa diragukan kejujurannya? Bisa jadi, dan adalah biasa sebab mekanisme ini telah disosialisasikan jauh hari sebelumnya.
Bicara masalah pengawasan dalam penyelenggaraan Ujian Nasional adalah persoalan yang sangat bervariatif. Di beberapa sekolah yang dikenal kualifaid murid-muridnya begitu tertib dalam mengerjakan soal ujian. Tapi pengalaman tahun-tahun sebelumnya beberapa teman mengeluhkan adanya panitia yang memasuki ruang ujian dan memberikan kunci jawaban kepada siswanya. Atau yang memberikan kunci jawaban  di kamar kecil dan salah satu dari siswa mengambilnya secara bergantian. Jika di sekolah semacam ini pengawas berbuat sesuai aturan, menindak siswa yang melakukan pelanggaran, siapa yang akan melindungi keselamatannya? Sebab, pernah ada suatu kejadian seorang teman pengawas diserempet di jalan raya sepulang mengawasi ujian, karena dianggap terlalu ketat sehingga tak memiliki kesempatan untuk nyontek atau bekerjasama. Bahkan ada sekolah yang menolak mencantumkan guru pengawas yang dikenal disiplin dalam menjalankan tugas.
Upaya-upaya untuk berbuat tidak jujur ini bukan persoalan sesaat yang muncul ketika penyelenggaraan UN. Sangat terbuka kemungkinan kendornya disiplin dan kejujuran ini dimulai dari keseharian dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sebab, sudah  menjadi gejala umum guru-guru yang terkenal disiplin, tidak memberi kesempatan bekerjasama saat ulangan kurang disukai oleh siswa. Artinya kalau peserta didik melakukan kecurangan saat pelaksanaan UN adalah cerminan kebiasaan keseharian yang terjadi di sekolah.
Bahkan muncul lelucon UN bukan siswa yang ikut ujian tetapi “Ujian Guru Nasional” karena guru yang sibuk menjawab soal dan mengirimkan jawaban kepada siswanya.  Tentu mereka tidak menjawab semuanya benar. Mereka telah merekayasa untuk mendapatan nilai tidak terlalu tinggi dan sekedar memenuhi standar kelulusan. Pola semacam ini sebenarnya mudah dilacak dengan jumlah dan letak kesalahan jawaban siswa.
Semua kecurangan dilakukan hanya untuk lulus ujian. Guru berbuat curang untuk ”membantu” siswa. Apa manfaatnya jika nilai ujian nasionalnya bagus? Tidak ada pengaruhnya bagi siswa selain hanya lulus. Sebab, nilai itu akan kembali pada kemampuan siswa. Jika curang siswa hanya membanggakan angka-angka tetapi tak mendapatkan apa-apa. Kalau hasil pemeringkatan hasil Ujian Nasional tersebut keluar dengan bangganya sekolah (KepalaSekolah) yang melakukan kecurangan membanggakan hasil NUN. Sayang, niat baik yang dilakukan oleh Kemendikbud tak disambut baik oleh lembaga yang ada dibawahnya. Ironisme yang lain, siswa yang mendapatkan nilai terbaik, ternyata bukan siswa yang memiliki prestasi yang paling baik. Serta tak ada penghargaan bagi peserta yang mendapatkan nilai terbaik, seperti jaminan untuk memasuki perguruan tinggi yang diinginkan, dan semacamnya. Sehingga semkain menbguatkan bahaw tak ada tindak lanjut setelah penyelenggaraan UN, selain menentukan kelulusan siswa, sementara amanah yang tertuang dalam permendiknas no.20 tahun 2007: (4) pertimbangan untuk pemberian bantuan kepada satuan pendidikan serta (5) pertimbangan penentuan kelulusan peserta didik memasuki pergguruan Tinggi, belum terlaksana. Ironis!!!!