Translate

Jumat, 26 Juni 2015

Hujan Informasi dan Madura yang Dirindukan


Oleh: Hidayat Raharja



…Sebab,kemanapun tubuhku pergi,/

kaki ini rindu rumah sendiri/

madura, kau ayah sekaligus ibuku//

( Benazir Nafilah, Selamat Pagi Madura,halaman 82)



1. Spesies Puisi

                Puisi sebagai salah satu spesies dalam ekologi sastra,merupakan sesuatu yang unik dan menarik. Unik karena dibangun oleh organ kata yang saling berinteraksi membentuk atau membangun makna. Menarik karena puisi bukan hanya bangunan kata-kata namun lebih jauh bisa menjadi sebuah rakaman peristiwa yang tak tertuang dalam pemberitaan (news). Sehingga setiap kali puisi dibaca di waktu yang berbeda, dia bisa memberikan makna yang berbeda.

                Hadirnya banyak buku puisi menandakan bahwa sampai saat ini puisi masih ditulis dan disebarluaskan. Dalam perkembangan teknologi digital –digital printing – dengan sistem POD (Pay On Demand) memungkinkan setiap orang untuk menerbitkan buku. Juga buku puisi. Diantara produktivitas buku puisi yang terus berlahiran di berbagai tempat, maka tidak berlebihan pula jika upaya-upaya untuk mengapresiasi puisi terus-menerus tumbuh dan berkembang.

                Hadirnya buku puisi “Migrasi Hujan” karya Moh. Fauzi dan “Madura: Aku dan Rindu” karya Benazir Nafilah adalah sepasang buku dan juga sepasang keluarga. Pasangan buku dan pasangan keluarga yang sangat menarik. Sepasang buku ini kehadirannya memberikan variasi dari spesies puisi yang ada. Juga sebagai sepasang keluarga merupakan sebuah perkawinan karya antara rindu dengan kegetiran-kegetiran terhadap perkembangan peradaban budaya lokal (Madura).

Permasalahan ini sangat menarik, sebab di satu sisi Benazir Nafilah  merindukan mengenai kearifan budaya lokal yang mampu memberikan karakteristik. Di sisi yang lain M. Fauzi mengungkapkan kegetiran-kegetirannya dengan gempuran budaya asing yang saling sengkarut dengan budaya lokal. Madura yang ada adalah Madura yang dipengaruhi oleh budaya global yang menggelontor. Madura yang saling bersilang dengan berbagai peradaban dunia.

Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ). Persoalan-persoalan yang menarik untuk ditautkan dengan perkembangan peradaban yang terjadi di skala lokal dan global. Lokal dalam artian Madura dalam konteks ke- Indonesiaan atau Indonesia dalam konteks global.

Ritzer dalam Sartani (2004) menyatakan globalisasi sebagai ‘peredaran yang dipercepat’ menciptakan suatu masyarakat global, dimana sensitivitas hubungan personal mulai berkurang atau bahkan tidak ada.Pelayanan sangat impersonal dana bahkan besifat mekanis,sebut saja mesin ATM pelayanan supermaket. Sebuah pelayanan yang dilakukan secara terkontroldan rigit.

Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya

daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Upaya-upaya untuk mempertahankan kearifan lokal banyak ditemukan pada beberapa karya penyair/sastrawan (Kelahiran) Madura.



2. Rindu dan hujan yang bendentam

 Menikmati puisi-puisi Benazir Nafilah kita akan bertemu dengan berbagai ikon budaya lokal yang antara lainl; Celurit, jagung, karapan sapi, bakau, laut, nyiur, singkong, tembakau, suramadu, garam, dan beberapa filosofi yang hidup dalam masyarakat Madura. Unsur budaya lokal yang menjadi pilihan kata (diksi) dalam puisi. Sebagai orang Madura yang hidup di tanah Madura,dia tak bisa melepaskan dengan atrbiut kemaduraan tersebut. Hal ini dapat terbaca pada larik berikut:

Jangan tinggalkan jalanan ini/ Sebab kau akan rindu/ Dan mati perlahan/../Jalanan ini/Adalah lubang sekaligus tambal sulam/ tawa kita// (Madura, halaman 57)



Lubang sekaligus tambal sulam. Sebuah konteks peradaban lokal yang babak belur berhadapan dan berbenturan,berinteraksi dengan aneka peradaban yang terus berdatangan bersama arus teknologiinformasi yang masuksampai ke ruang pribadi. Perkembangan peradaban yang kian dirasakan menggerus peradaban lokal, dan dalam interaksinya menimbulkan varian baru sebegai bentuk dinamika yang senantiasa meniscaya.

Terhubungnya Pulau Madura dengan Surabaya melalui jembatan Suramadu, telah memungkinkan mobilitas antar pulau semkain cepat dan perubahan-perubahan ini telah memberikan warna baru bagi kehidupan masyarakat kita.Jarak Sumenep- Surabaya yang semula ditempuh dengan 6 jam di atas bus dengan menyeberangi selat Madura menggunakan kapal Ferry. Kini hanya ditempuh dengan waktu yang lebih singkat sekitar 4 jam, dan antara bibir pulau Madura dengan daratan Surabaya ditempuh dalam waktu hanya sekitar 10-15 menit. Apa yang dirasakan penyair dengan jembatan Suramadu terlihat pada sepotong larik berikut:

Suramadu,/Jutaan mata menyerbu/

Melata gugurkan ngilu/ (Suramadu, halaman 54)



Ada ngilu melata. Bagaimana tidak? sampai saat ini Suramadu bagi masyarakat Madura hanya sekedar bentangan yang menghubungkan Madura dan Surabaya. Kontras terlihat ketika membandingkan sisi Madura dengan daratan Surabaya dari jembatan Suramadu.



Senada dengan Benazir, M.Fauzi menejelajah lebih dalam dan jauh ketika Suramadu diproyeksikan sebagai jembatan penghubung yang akan menggerakkan industri ekonomi di Madura.Akan terjadi migrasi kebudayaan yang mobilitasnya sangat cepat dan intens. Perubahan yang akan  menciptakan persoalan-persoalan baru sebagai tantangan kehidupan:

Jembatan itu adalah tulangbelulang juga ikanikan yang berjalan di atas/ gelombang/ samak wajah anakanak di persimpangan/ tissue bakar wajah anakku yang mengasinkan/segala rindu tentang perahu dan nenek moyangku// di selat yang berkarat aku ingat ibu// (Di Selat Madura,halaman 56-57)



Bagi Fauzi perubahan –perubahan yang menggerus peradaban lokal bukan hanya terjadi di tanah Madura.Namun globalisai dan gempuran arus informasi telah mengguncang berbagai kantung-kantung kebudayaan yang ada di berbagai belahan bumi termasuk Indonesia.

/;anakanak tersesat dalam gelap kota persegi empat/pekat melipat nasab dalam segenap dalam sekejap/dalam kartupos yang/ melarikan musim di belakang rumahmu di balik/ punggungmu/pohonpohon pisang berladah getah/tak madura-tak papua-tak jawa-tak Indonesia/ (Kota dan Hujan Kemarin Siang, halaman 61-62)



Hujan deras informasi telah menggenangi kehidupan kita. Genangan yang memberikan perubahan siginifikan dalam hubungan kehidupan antar kita. Bila Nokia di masa kejayaannya mengeluarkan slogan “ Connect the People” betapa hidupkita telah dijajah ileh alat komunikasi yang dinamakan handphone dengan layanan SMS atau pesan pendek, BBM, tweeter,path, dan berbagai sosial media yang terus tumbuh berkembang mengepung kehidupan kita. Kepungan yang telah mengubah pola dan gaya hidup,hubungan antara orangtua dengan anak. Siswa dengan guru, dan ant’ ara mereka. Perubahan yang mengusik rasa rindu. Pola hubungan inimengguncangkan tatanan dimasyarakat Madura dalam hubungan anutan yang sangat populer “Buppa’ babbu’, guru, rato” – Kepatuhan pada kedua orangtua, kepada guru sebagai pengganti orangtua dan Rato sebagai pemimpin pemerintahan yang mengatur dalam hubungan kita berbangsa dan bernegara. Bagaimana Benazir memposisikan ayah ibu dalam larik berikut:

Setiap waktu/kalian adalah cermin rahasia diriku/

Buppa’ban babbu’ engkaulah langit/

yang menyala// (Buppa’ ban Babbu’, halaman 45)



Persentuhan M Fauzi dengan lingkungan rural yang membesarkanya dan perbenturannya dengan perubahan yang dibawa arus teknologi dan informasi telah menggemaskan terhadap eksistensiperadabannya, sehingga tanpa ragu-ragu dia mewadahi seluruh serphan-serpihan benturan peradaban tersebut dalam tubuh puisinya yang kadang terasa tajam menikam perih. Ia tak peduli dengan semua itu. Semua benturan peradaban itu dibenturkannya menjadi sebuah makhluk baru yang bergerak diantara keriuhan benda-benda. Opa, oma,logamata, kakikaki besi, amnesia, inersia,kredit card, Paspor.

Dalam “Dialog Kamar Mandi: Narasi 24 Jam Dari Rindu Yang Terbakar” sebuah puisi yang mengaduk-aduk persoalan-persoalan yang sangat kompleks dan rumit. Hubungan sosial yang mulai renggang dan digugat. Hubungan yang telah menimbulkan saling kecurigan sehingga ada wajib lapor bagi tamu yang tinggal sampai 24 jam. Perubahan-perubahan sosial yang beriring dengan perkembangan politik dan keamanan sehingga dipenuhi dengan slogan dan jargon. Dalampuisi ini terlihata bagaiman kita berhubungan dengan negara dan bangsa lain.bagaimana negara memperlakukan kita sebagai warganya adalah perubahan-perubahan yang bisa menjadi saksi.



                Hujan banyak muncul dalam beberapa judul puisi dalam buku ini. Diksi yang memberikan banyak tafsir keindahan dan kegelisahan dengan berbagai bebunyian yang ditimbulkan. Kadang seperti nyanyian yang menyibak rindu namun disisi lain umpama gemuruh yang membuat pandangan terhalang sehingga harus berbenah untuk menyiapkan dan menyelamatkan diri.



Dalam puisi “Kaca dan Jendela” Fauzi mempertegas gelontoran informasi dan peradaban tersebut sebagai sesuatu yang datang dan sesuatu yang pergi. Sesuatu yang datang memberikan perubahan dan sesuatu yang hilang tergusur oleh arus perubahan itu sendiri.



Wow segenggam kacang tumbuh di kaca jendela memaksaku keluar rumah/dengan tissue basah.wajahmu basah.sayang.seperti irisan warna semangka/turun dari kereta.selamat tinggal.selamat datang.seperti purnama merah saga./dan salju turun dari lenganmu.naga.paku,jarum. Bunda theresia juga di sana./seperti pecahan kaca jendela meninggalkan bahasa. embu’ baru belajar pakai/celana.eppa’ baru saja pulang dengan sandal jepit yang hilang.runcing kaki.api./api.//kapan ayah lembali!//(halaman, 137)



Kalimat yang rapat saling bersesakan ditutup dengan kalimat kapan ayah kembali! Yang diakhiri dengan tanda seru bukan tanya. Ayah yang hilang tidak dipertanyakan tapi ditegaskan kapan akan kembali.

Bgitulah sajak-sajak M.Fauzi yang meleburkan antara modernitas,post modernisme dengan yang bersifat rural,lokal tanpa rasa canggung dan cuek bebek menyanyikan,melantunkan bahkan membuat kelakar.  Dan meyakni bahwa kenangan akan apa yang pernah dimiliki adalah separuh luka dan separuhnya adalah rahasia sebagaimana dalamlarik berikut:



                Sehabis percakapan, sehabis itu gelombang/ aku simpan kenangan yang separuhnya adalah luka/ dan/peta rahasia// (Sehabis Percakapan Sehabis Itu Gelombang. Halaman 8)         



3. Puisi menyaksikan sejarah     

Puisi menyaksikan sejarah./Ia mengucapkannya sekali./

Dengarlah, itu setara dengan semua buku sejarah //

(Rocky Gerung)-tweet 10 Juni 2015

                Maka,sebenarnya membaca puisi adalah menyaksikan sejarah. Menyaksikan sebuah perubahan dalam hidup yang memberikan pesan dan makna bagi setiap pengahayatnya. Karenanya puisi menjadi penting untuk dihadirkan dan dibaca sebab disitu akan terlihat sejarah kehidupan umat manusia dengan berbagai peradaban dan persoalannya.

                Bahwa derasnya arus informasi telah mengubah berbagai tatanan kehidupan ada yang tergusur dan ada yang berinteraksimembentuk varian-varian baru sebagai upaya untuk mempertahankan kehidupan dalam gejolak hidup yang dinamik. Di sini puisi menjadi saksi atas apa yang datang dan me nemui atau ditemui penyair.

                                                                                                                                                Sumenep, 14 Juni 2015





Bacaan penunjang:



Ayatrohaedi, 1986, Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius), Pustaka Jaya,Jakarta.

Sartani,2004. Menggali Kearifan LokalNusantara Sebuah Kajian Filsafati.

.( http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewPDFInterstitial/45/41

Globalisasi menjadi pertarungan antara Glokalisasi Vs Grobalisasi. http://www.kursikayu.com/2011/06/globalisasi-pertarungan-antara.html







Minggu, 21 Juni 2015

Aqil dan Cerpen yang Dirahasiakan

Ini pengalaman kedua. Pengalaman pertama dengan Atthor seorang siswa SMP kelas II. Ia pemenang penulisan puisi tingkat kabupaten.  Puisi yang unik, sederhana,namun mengejutkan. Sebuah puisi naratif yang mengisahkan perjalanan dalam angkutan umum dengan berbagai karakter penumpang yang mencerminkan keberagaman bangsa Indonesia. Keberagaman yang banyak dilupakan leh bangsa kita sendiri.
Kedua kalinya saya bertemu dengan Ahmad Aqil, siswa SMP Tahfidz – Al Amien, satu sekolah dengan Atthor. Aqil adalah siswa pemenang lomba menulis cerpen yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Sumenep dalam rangka seleksi FLS2N. Ahmad Aqil sebagai juara pertama dengan judul cerpen “ Angkot Ajaib”. Kisah yang sebenarnya takjauh berbeda dengan puisi naratif yang pernah ditulis Atthor. Tapi batin saya menolak tidakmungkin keduanya bertemu karena Atthor saat ini sudah duduk di bangku SMA, dan menurutnya dia akan mengambil SMA di luar negeri.
Maka, pada saat pemberangkatan ke kota Propinsi saya punya banyak waktu untuk berbicara dengan Aqil. Kebetulan kami bisa satu mobil dan duduk bersebelah. Anak yang mandiri, tidak banyak bicara itu yang muncul dalam pikiran saya. Pukul setengah delapan lebih sedikit Aqil di antarkan guru di sekolahnya menuju dinas pendidikan Sumenep. Pukul 07.57 bus mini meninggalkan halaman kantor dinas pendiikan berbelom ke arah kanan dan melaju. Informasi panitia mobil nanti akan berhenti di pantai camplong untuk makan bersama.
Pukul 09.30 mobil sampai di lokasi wisata pantai Camplong. Tiga bus mini dan satu mobil avansa milik panitia berbelok ke tempat parkir. Semua turun dan mencari tempat teduh untuk membuka nasi kotak yang telah disediakan panitia. Saya temani Aqil.
“Aqil asalnya dari mana?”
“Kalsel. Ini pantai apa, daerah mana?” jawabnya sambil bertanya.
“Pantai Camplong masih di daerah Kabupaten Sampang.”
Ternyata nasi kotak milik Aqil telah dibuka saat dalam perjlanan. Gak sempat sarapan di pondok ,katanya. Maka sambilmenyantap nasi kotak saya tanya berapa lama Aqil mondok dan sudah berpa kali pulang ke kampung halaman. Perbincangan yang sangat menyenangkan di rautnya yang masih polos dia memiliki sikap yang tegas dan berani.
“ Jika ada rejeki, baru saya pulang ke Kalimantan. Jika nggak, ya tetap mukim di pondok meski liburan.”
“ Ya, bagaimana dengan persiapan lombanya. Apa masih akan meneruskan cerpen yang lalu atau buat yang baru?”
“ Entahlah masih belum kepikiran. Bisa saja buat yang baru.”
Hati saya bagai di godam. Besok sudah mauberlomba saat ini masih belum ada persiapan yang matang.
“Saya membaca cerpen antum ketika lomba, teringat kepada puisi Athhor dua tahun yang lalu. Apa kamu sempat berkomunikasi dengan Atthor.”
“Tentu, sebab dia teman diskusi yang baik, enak diajak ngomong. Saya mendapatkan banyak informasi lomba dari dia. Bahkan dia juga tanya Bapak. Apakah Bapak masih jadi juri dengan memberikan ciri-ciri fisik.”
Sambil ngobrol Aqil juga tanya mengenai penggunaan tanda baca. Juga menanyakan kekurangan-kekurangannya yang ada pada cerpen “Angkot Ajaib”. Saya ceritakan tentang penokohannya yang masih perlu dibenahi juga sangat sedikit abhkan dapat dikatakan tidak ada dialog dalam cerpennya. Cerpen yang dibuatnya lebih dekat kepada narasi. Namun patut diapresiasi dia memiliki sudut pandang yang berbeda dibandingkan dengan peserta lainnya.
Pukul 10.00 bus mini kembali berangkat kenuju arah Surabaya. Namun ada kendala di bus yang saya tumpangi. Ada penumpang gelap yang dinaikkan sopir di pom bensin Talang. Panitia protes sebab dalam perjanjian kontrak hanya ada satu sopir dan bus membawa 14 penumpang. Barangkali si sopir masih berpikir ada 2 kursi kosong yang bisa dimanfaatkan. Sopir tidak meleihat bahwa pada kursi baris kedua di belakang sopir berisi 4 penumpang yang bersesakan. Bu Vivien pimpinan rombongan langsung komplain kepada pemilik travel dan meminta penjelasan siapa yang dinaikkan di tengah jalan.
Apes bagi si Sopir karena daripercakapan telpon yang saya degar, dia dimarahi juragannya.Si sopir beralasan yang dibawa adalah kernetnya yang biasa membantu dia sehari-hari. Penumpang gelap itu saya lihat cemas dan mau naik angkutan umum. Namun dicegah sopir yang mengajaknya.
“sudah kamu tetap ikut saya.Jika kamu tak diperbolehkan biar saya turunkan penumpangnya. Masa yang punya mobil gak boleh ikut” Kesal si Sopir kepada pimpinan rombongan. Saya dan Pak Ifan hanya senyum-senyum melihat gelagat si Sopir yang kelihatan berbohongnya. Kepada juragannya dia bilang bawa kernet, sedangkan kepada pimpinan rombongan dia bilang penumpang gelapitu yang punya mobil.
Saya dan pak Ifan mengajak penumpanggelapuntuk masuk dan duduk di dekat pak Ifan.Namun dia menolak dan duduk di dekat pintu di lantai mobil. Meski dipaksa dia tetapo tidakmau dan duduk di bawah sambilberpegangan pada pintu mobil. 
Ahmad Aqil

Perjalanan berlanjut terus sampai masukkota sampang. Dari cara mengemudi terlihat kalau sang Sopir masih jengkel. Mobil dikendalikan dengan tidaktenang sehingga membuat laju mobilagak oleng. Beberpa teman mengingatkan sopir tukpelan dan tenang. Masuk daerah Blega emosi sopir telah terkendali dan mobil bergerak dengan tenang. Perjalanan yang lancar sampai masuk jembatan Suramadu. Suara pelantang terdengar darimesjid tengah menyampikan khotbah khorib sholat jumat.
Sesuai dengan permintaan pimpinan rombongan mobil harus berhenti di Rumah Makan Bu Rudy di jalan Darmahusada untukmengambiljatah makan siang. Rumah makan yang ramai dengan dominan warna merah. Rumah makan yang terkenal dengan “Nasi Uadang” nya. Namun sesuatu terjadi di tempat ini. Ahmad Aqil sakit perut perutnya mules dan ingin buang air besar. Saya tanya ke satpam tempat parkir rumah makan, apa ada toilet. Dia menyarankan saya ke warung Bu Rudy di dalam ada toilet untuk tamu. Alhamdulilah dalam warung bu Rudy tersedia  toilet, membuatperasaan dan perut Aqil lega. Hahaha.
Usai menerima nasi kotak bus terus bergerakmenuju ke lokasi yang dituju. Dari tempat ini tiga bus mini yang membawa rombongan berpisah menuju arah yang berlainnan. Bus saya menuju Ke arah kupang jalan Mayjend Sungkono “Hotel Satelit”. Perjalanan siang yang panas karena mobil yang saya tumpangi menggunan AC alami (Angin Cepoi-cepoi). Setelah tanya dua kali ke beberapa orang di pinggir jalan karena sopir belum pernah menuju hotel “Satelit” mobil akhirnya sampai ke alamat yang dituju. Saya dan para pendamping serta peserta lomba baca puisi,cipta puisi, dan cipta cerpen bergegas mengambil barang dan menuju hotel.
Saya mendapatkan kamar terpisah dengan Aqil tapi dalam satu lantai dan saling berhadapan. Hotel yang lumayan bagus dan bersih. Saya mendapatkan kamar 213 sedangkan Aqil di kamar 204. Kamar yang menghadap panggung pertunjukan. Saya tanya pakIfan ternyata Technical Meeting baru akan dilaksanakan pukul 19.00 setelah makan malam. Waktu yang cukup panjang dari pukul 14.00 sampai pukul 19.00 cukup untuk beristirahat.
Satu unit TV 14 inchi di meja menghadap tempat tidur. Tiga kasur dan satu unit pendingin ruangan di sudut sebelah timur. Tiga botol air kemasan tersaji di meja. Sebuah kaca lebar di dekat pintu kamar mandi. Rak sepatu dan tiga sandal bertuliskan hotel satelit. Lemari pakaian dan capstop gantungan baju dan celana.
Saya datangi kamar Aqil dan mengajaknya untukmakan siang. Tiba-tiba dia minta ijin pinjamhandphone saya,karena mau menghubungi ayahnya. Saya pinjamkan salah satu handphone dan dia menghubu  gi ayahnya untukminta doa restu dan memberi tahu kalau tengah berada di kota Surabaya untuk mengikuti lomba menulis cerpen. Saya kembali ke kamar untuk beristirahat.
Setelah makan malam saya dan Aqil menghadiripertemuan teknik yang dilaksanakan di ruang sidang yang berada dilantai 1. Beberpapeserta dan pendamping sudah bersiap. Dua orang panitia tengah menyiapkan beberapa berkas. Dua orang juri yang akan memberikan penjelasan mengenai lomba sudah memasuki ruangan. Dr. Suharmono Kasiun, Widodo Basuki, dan disusul Dr.Ida tiga orang yang akan menjadi juri lomba esok hari.
Penjelasan juri sama persis seperti yang ada di dalam panduan FLS2N 2015. Tak ada yang berbeda hanya malam itu menentukan kesepakatan mengenai waktu untuk menulis cerpen. Ada dua pilihan ada yang mengusulkan waktu mengerjakan 3 jam namun ada pula yang mengusulkan 4 jam. Maka juri mengambil jalan tengah waktu untuk lomba menulis cerpen ditetapkan selama 3,5 jam. Dimulai pukul 08.00 sampai pukul 11.30 WIB. Sebelum keluar ruangan panitia mengumumumkan bagi setiappeserta untuk mengambilnomor undian. Aqil mendapatkan nomor undi 25.
Sekitar pukul 20.12 pertemuan tekniklomba menulis cerpen selesai. Saya dekati Aqil. “Apakah besok sudah siap untuk berlomba. Apakah besok akan melanjutkan cerita yang diikutkan dalam lomba penulisan cerpen di tingkat kabupaten? Atau mau membuat cerita yang lain?” saya jejalkan pertanyaan sambilmenaiki tangga menuju lantai dua.
  “Terserah besok. Saya sudah siap bisa melanjutkan kisah yang laluatau bisa saja saya bikin yang baru.”
Saya memahami jika Aqil agak kesulitan untuk berlatih, karena memang jadwal di pondok amat padat. Kegiatannya berakhir pukul 21.00 dan pukul03.00 sudah haruas bangun pagi dan memulai aktivitas. Istirahat siang satu jam diamnfaatkan untuk menghilangkan penat 30 menit dan 30 menit untuk bersipa kembali belajar.Mandi makan siang dan semacamnya. Sebelum masuk ke kamarnya dia sempat diskusi mengenai kekurangan cerpen yang telah dibuatnya. Baikmengenai tokoh, setting dan pengisahan atau penceritaannya.
Dia memilih tetapakan mengangkat tentang kebergaman budaya Indonesia.Baginya sangat menarik, karena Indonesia kaya dan beragamseni budaya dimiliki bangsa Indonesia namun selalu saja ada yang diaku oleh bangsa lain.
“Saya akan membuat sudut pandang yang berbeda?” ujarnya, dan pamit memsuki kamar tidur.
****
                Diluar kamar sudah mulai terdengar aktivitas, ada yang berlatih vokal dan baca puisi. Ada yang turun dari lantai tiga yang menandakan bahwa mreka keluar dari ruang makan. Saya bergegas ke kamar Aqil, ternyata masih belum mandi. Beberapa saat saya menunggu, dan dia sudah selesai mandi dan sholat dluha. Dia berkemas memakai baju batik yang diberikan dinas pendidikan Sumenep.Batik yang khusus dipergunakan saat lomba warnanya biru sedangkan saat pembukaan warna batiknya gela,paduan hitam dan ungu. Saya perhatikan ada sesuatu yang ganjil pada pakaian Aqil. Batik biru, celana hitam, memakai identias peserta. Ah, takpakai sepatu.
                “ Kamu tidak bawa sepatu?” tanya saya sambil memperhatikannya.
                “ Tidak pak. Saya hanya bawa sandal jepit.”  Ujarnya.
                Namun, saya ingat ketentuan pada saat pertemuan teknik bahwa peserta hanya diwajibkan berpakaian rapi dan membawa alat tulis serta penghapus. Saya tersenyum. Anak ini bagi saya sangat menarik. Mandiri. Tidak banyak menuntut, dan kadang terlihat dewasa.
                Usai sarapan, saya dan Aqil menuju ruang Venus di lantai satu. Ruangan tempat berlangsungnya acara lomba. Memasuki ruangan terlihat satu-dua peserta menduudki tempat yang telah ditentukan sesuai dengan nomor undi yang telah diperolehnya. Aqil nomor undi 25, duduk agak ke belakang posisi arah timur. Dia mengambil temat duduk dan saya memintanya untuk berpose untuk diambil gambarnya. Saya cek seluruh perlengkapan,sudah lengkap. Saya pamit padanya dan meninggalkan ruangan sebab sebentar lagi tepat pukul 08.00 lomba akan dimulai. Dia begitu tegar dan yakin sehingga membangun optimisme dalam diri saya. Tentu saya membangun rasa optimis supaya memberikan energi positif dan semuanya berhasil.
                Tiga setengah jam atau 210 menit, waktu yang lama. Saya putuskan untuk kembali ke kamar. Menunggu waktu sambil mencari chanel televisi yang menyajikan tayangan menarik. Sesekali negecek informasi yang ada di tweeter. Waktu seperti berjalan lambat, sangat lambat. Saya berkemas kembali keluar kamar dan menuju ke ruang planet yang ada di lantai 1 untuk menyaksikan lomba baca puisi tingkat SMP. Ya, hiburan yang sangat menarik. Beragam cara baca peserta menjadi hiburan tersendiri. Lagak dan lagu para peserta sangat menarik.
Sesekali saya tengok ruang Venus tempat Aqil berlomba.Pukul sepuluh ada sebagian peserta menulis cerpen yang keluar ruangan. Saya alihat Aqil masih tenang menuliskan kisahnya. Mereka yang keluar ruangan sepertilepas dan lega [ernapasannya, seperti barau keluar daru ruang pengap,pada hal ruangannya memiliki pendingin ruangan yang cukup sejuk.
Saya kembali ke ruang Planet, dan ada peserta lomba yang tengah membacakan puisi di panggung dpandu oleh pelatihnya dari jarak yang cukup  jauh,Merekasaling berhadapan.Gerakan dipanggung disamakan dengan gerak guru pembimbing yang ada di seberangnya. Aneh memang bapakibu guru ini. Ingin menang anaknya dipandu sampai ke atas panggung,kapan anaknya akan mampu mengeksplorasi potensi dirinya. Payah!
Jenuh menyaksikan lomba baca puisi, saya ke luar ruangan duduk-duduk di ruang lobby hotel.memandangi interiornya berupa perahu nelayan yang tergantung di tengah-tengah ruang. Ada beberpakarya seni rupa tuga dimensi di sudut tertentu membuat susana menjadi nyaman dan betah. Pukul 11.03 Aqil ke luar ruangan.Dia sduah selesai mengerjakan ceritanya dalam lomba cerpen FLS2N ( Festival Lomba Seni Siswa Nasional) tingkat provinsi tahun 2015.
“Sudah selesai?” tanya saya sembari menggandengnya.
“Sudah.” Jawabnya singkat.
“Berapahalaman bisa kau kisahkan. Apa kisahnya?”
“Empat halaman.Kisahnya sama dengan cerpen yang saya tulis di timgkat kabupaten. Hanya saja lebih detail dan endingnya diberi jalan keluar.”
“Bagaimana peluangnya?”
“Optimis, ada harapan.”
“Apa judulnya?”
“Aha rahasia,” ujarnya sambil meninggalkan saya naik ke lantai dua.
                                                                          Surabaya, 6 Juni 2015.(Hidayat Raharja)