Di Saat jam istirahat seorang teman guru mengeluh karena hasil
ulangan harian yang diperoleh peserta didiknya banyakyang tidak memuaskan.
Payah selalu hasilnya begitu, banyak yang tidak tuntas. Pada hal soal
ulangannya gampang, mereka banyak yang tidak bisa menjawab dengan benar. Vonis
salah seorang guru ketika melihat hasil ulangan peserta didik kurang memuaskan. Peserta didik selalu menjadi obyek, dan sumber kesalahan.
Hasil ulangan adalah salah satu cara mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Apabila hasil ujian
tidak memenuhi ketuntasan, maka ada kemungkinan kesalahan di dalam proses
pembelajaran atau ketidak sesuaian soal ujian dengan materi yang telah
diberikan. Sehingga kegagalan itu tidak bisa ditimpakan kepada peserta didik
semata.
Namun, teman guru itu
tidak bisa menerima penjelasanku. Tidak, bukan proses dan materi yang tidak sesuai, tetapi mereka
yang malas belajar. Mereka sudah jarang baca buku. Tapi kalau Chating-an, facebook-an mereka bisa betah berjam-jam. Mereka lebih suka main game yang banyak tersedia di internet
daripada membaca dan mengerjakan tugas sekolah. Macam-macamlah yang diutarakan
oleh kawan guruku.
Saya tidak mengingkari
jika peserta didik saat ini sangat akrab dengan handphone, komputer dan internet. Mereka menjadi bagian dari benda
teknologi tersebut dan bahkan merupakan bagian “konsumsi” dari keseharian
mereka. Internetan dengan menggunakan handphone adalah sesuatu yang tidak bisa
dilepaskan dari hidup kaum muda berkomuniaksi
lewat jejaring sosial yang tersedia. Sesuatu yang tak bisa dihindari. Peserta
didik yang lahir tahun 90-an amat dekat dunia teknologi tersebut di sekolah
dasar mereka sudah menjadikan handphon sebagai alat komunikasi denganorang
lain. Dunia digital adalah dunia baru mereka dan menyerbu dalamkehidupan
mereka.
Kehadiran produk teknologi
akan berpengaruh bagi kehidupan peserta didik. Paling tidak berpengaruh
terhadap cara merekaberinteraksi dan berkomunikasi. Bukan hal yang ganjil jika
murid mengirimkan pesan singkat (sms) kepada guru untuk memberikan informasi,
pun sebaliknya. Hubungan semacam ini adalah bentuk interaski dengan
mempergunakan produk teknologi komunikasi. Pun juga dalam
proses pembelajaran media teknologi merupakan salah satu kebutuhan dalam
menyampaikan informasi. Media audiovisual, cara-cara pembelajaran interaktif
adalah pilihan yang dapat mengakomodir kecakapan siswa dan penyajian yang variatif, membuat siswa nyaman dan menyenangkan.
Dalam mengakomodir
kecakapan tersebut, sangat meanrik ketika siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil belajarnya kepada temannya
yang lain menurut cara mereka belajar. Pemberian kebebasan cara belajar dan
tanggungjawab untuk mempresentasikan hasil belajarnya, mampu membuat sajian
yang menarik, interaktif, dan menyenangkan.
Suatu ketika penulis
memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari mengenai aneka macam perkembangan
bioteknologi. Siswa diberi kebebasan untuk memilih anggota kelompoknya dan kami
hanya membagi menjadi beberapa konsep, dan setiap konsep diberikan kepada
setiap kelompok. Hasil belajar itu mereka sajikan di hadapan teman-temannya
dengan aneka macam bentuk sajian. Sebelum menyajikan mereka mengkonsultasikan
sajian materi yang akan dipresentasikan. Sungguh menakjubkan, setiap kelompok
menyajikan dengan cara yang berbeda.
Presentasi yang sangat
menarik, di antara mereka ada yang mempresentasikan teknologi Bayi Tabung dalam bentuk teatrikal.
Mereka membuka sajian dengan konflik rumah tangga karena sekian tahun menikah
belum mendapatkan keturunan. Kemudian
salah satu dari pemeran menawarkan pada pasangan keluarga tersebut untuk
mengikuti program bayi tabung. Dalam bentuk dramatikal, mereka menyajikan
teknologi bayi tabung. Sajian yang memukau dan kelas menjadi sebuah ruang
pertunjukan dan kemudian dilanjutkan dengan diskusi antara penyaji dengan
kelompok yang lain.
Sajian mengenai
Pembuatan Antibiotik dipresentasikan dengan cara yang unik, yaitu dengan
mempergunakan wayang karton. Dalam kelompok
ada yang berperan sebagai narator, dan sebagai dalang. Ada beberapa wayang
antara lain: wayang guru,wayang murid, wayang jamur dan wayang bakteri. Pentas
dibuka dengan iringan musik yang biasa mengiringi pertunujukan “Topeng Dhalang-
Sumenep”. Narator membacakan kisah yang akan dipentaskan. Kemudian muncullah
wayang guru dan diikuti wayang murid. Kemudian muncul dialog antara guru dengan
murid mengenai kemajuan bioteknologi. Dialog berlanjut pada proses pembuatan
antibiotik dengan dilatari iringan musik pertunjukan topeng dhalang,sehingga
jadi sajian yang menarik.
Sebagian kelompok menyajikannya
dengan mempergunakan media power point, memanfaatkan fasilitas sound dan video,
sehingga sajiannya menjadi sajiaan yang filmis dan musikal. Sebagian besar dari
kelompok mencari pendalaman materi dari browing di internet.
Kelompok yang lain lagi menyajikan pembuatan antibiotik
dengan mempergunakan teater boneka. Kelompok ini memanfaatkan sejumlah boneka
mainan yang ukurannya kecil untuk mempresentasikan pembuatan antibiotik. Sebagian memerankan bakteri patogen yang menyerang hewan yang
sehat sehingga menjadi sakit.Kemduian dilanjutkan dengan pembuatan antibitiotik
dengan mempergukan sejumlah boneka kecil. Penjelasan jadi menarik karena
diperagakan dengan memprgunakan boneka sehingga materi yang abstrak menjadi
riel .
Sebentuk
sajian yang menegaskan bagi kita setiap anak memiliki keunikan, yang menunjukan
kecerdasannya. Maka, ada alasan bagi guru untuk menelusurikecakapan setiap
peserta didik, memasuki keunikannya
untuk kemudian dimanfaatkannya dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi
menarik, interaktif dan menyenangkan. Tentu hal yang menyenangkan akan membawa
hasil test yang lebih baik, karena peserta
didik belajar merasa lebih enjoy dan
tanpatekanan.***(hr).
Sumenep, 8 April 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar