Translate

Senin, 30 April 2012

Mengendalikan Jam Belajar ditengah Serbuan Tayangan TV


Pengendalian jam belajar peserta didik adalah hal yang menjadi persoalan ketika jam belajar banyak disita oleh berbagai media hiburan semacam televisi atau media yang terkoneksi lewat internet dan  handphone. Media televisi adalah salah satu media hiburan yang hadir di tengah-tengah keluarga sepanjang 24 jam. Kapan pun membuka chanel televisi pasti akan ditemukan stasiun yang tengah melek menawarkan siaran program yang sangat variatif. Semacam ancaman dan tantangan bagi para peserta didik, orangtua dan lembaga atau institusi pendidikan untuk mengatasinya.
Hadinya  Televisi Pendidikan Indonesia di tahun 90-an semula merupakan sebuah harapan baru untuk menjadikan tekevisi sebagai ruang belajar alternatif yang membuat siswa betah belajar di depan televisi. Namun upaya ini tak menemukan hasil yang signifikan. Kehadiraannya hanya menambah beban produksi dan terkalahkan oleh tayangan hiburan yang banyak menyedot penonton dan banyak menyedot iklan. Sehingga secara komersial program tersebut kurang menguntungkan. Lambat laun program itu hilang dna bahkn sekarang perusahaan tersebut sudah berpindah tangan.
Persaingan antar stasiun televisi kian ketat. Semua stasiun ingin menyajikan tayangan yang mampu menyedot penonton dan iklan. Stasiun telebvisi adalah sebuah ruang bisnis yang berorientasi pada leuntungan, karena di dalamnya ditanam modal dan menghajati hidup orang banyak. Kondisi yang kian melengkapi dunia pertelevisian sebagai dunia hiburan yang memanjakan pemirsanya. Pendidikan did alam televisi adalah tayangan audiovisual yangmeminta pemirsa untuk kritis dlam mencerap nilai yang ada di dalamnya. Sehingga penonton bukans esuatu yang pasif, tetapi sebagai pemirsa yang bersikap aktif dan kritis untuk menentukan pilihannya.
Namun di saat yang sama penonton tak berdaya dalam menghadapi jejalan tayangan yang menerobos pada alam bawah sadar, sehingga menjadi sesuatu yang dibutuhkan dan semula dianggap tak ada manfaatnya.  Pemirsa tidak berdaya ketika tayangan-tayangan sinetron yang menjadi unggulan program televisi berada pada jam prime time antara jam 1800-2100. Waktu yang seharusnya menjadi jam belajar anak, namun telah tersita oleh sinetron yang mampu mempermainkan emosi dan ketergantungan pemirsa.
Upaya untuk melawan dan menumbuhkan jam belajar pernah dilakukan di daerah Yogyakarta pada tahun 90-an.  Hal ini juga dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Metro_lampung. namun laporan dari Ma’arif Institute menilai kebijakan program jam belajar masyarakat di Kota Metro tidak berjalan efektif.  Seperti tidakterlaksananya mematikan pesawat televise pukul18.00-21.00. hasil survei Maarif Institut, di Operasional Room Pemkot, Rabu (11-1).-Lampung Post.
Hal yang sangat menarik dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten banyuwangi dengan mengeluarkan sebuah program kendali belajar . Program yang baru di launching ini menurut Bupati Abdullah Azwar Anas  sebagai upaya untuk membimbing siswa cerdas dan berakhlak mulia, sebagaimana dilansir –Antara News Jawa Timur. Program kendali belajar ini meliputi tiga program: (1)  tidak menonton acara televisi pada pukul 19.00-21.00;(2) dilarang membawa HP ke sekolah, karena mengganggu konsentrasi siswa:(3) kendali ibadah berupa panduan yang menerakan jadwal sholat lima waktu dan belajar agama. Program ketiga ini adalah sebentuk aplikasi atau integrasi Pancasila kedalam mata pelajaran PKn, Agama, dan Bahasa.
Menarik untuk ditelaah adalah pertama, upaya dari pemerintah  daerah Kabupaten Banyuwangi untuk membiasakan anak atau peserta didik mengendalikan jam belajar dengan mematikan televisi pada pukul 19.00-21.00. Suatu yang tak mudah untuk dilakukan. Tetapi memang patut diapresiasi, dengan menosialisasikan bagi seluruh lapisan masyarakat, karena di waktu-waktu tersebut anggota keluarga banyak yang terjajah televisi,dengan berbagai tayangan sinetron yang kerap kali diiklankan. Aktor dan aktris yang cantik, cerita yang membual dan membuai, mampu menyihir pemirsa untuk keluar dari kesumpekan  dan kekecewaan dalam hidup ini. Sebab dalam sinetron bukan hanya disodorkan bualan tetapi juga iklan anekaproduk dan gaya hidup yang dititipkan dalam cerita. Dibutuhkan keberanian untuk “membunuh” televisi.
Kedua, dilarang membawa HP ke sekolah untuk tidak menganggung konesntrasi siswa belajar. Benarkah demikian?kalau kita lihat manfaat positif HP dalam pembelajaran,bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi di dalamnya terdapat berbagai media yang dapat dijadikan pendukung pembelajaran. Fasilitas Kamus, Internet, Kalkulator adalah sebagaian dari aplikasi yang bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran. Barangkali yang selama ini kita lalai adalah memperkenalkan etiket penggunaanya, sehingga mengganggu bukan hanya dalam konsentrasi belajar, tetapi juga mengganggu hak-hak orang lain.
Pelarangan membawa HP adalah berlebihan,sebab yang seharusnya dilakukan oleh sekolah dan para orangtua untuk mengenalkan etiketpenggunaan HP. Seta adanya kebijakan sekolah yang secara insidentalmelakukan razia terhadap HP yang dibawa peserta didik. Berapabanyak dari masyarakat kita yang sadar untuk mematikan Handphone ketika memasuki masjid atau shalat berjamaah dalam masjid. Setiap hari jumat selalu saya dengar dering HP saat shalat jumat berlangsung.
Ketiga, penegndalian ibadah,sangat penting terutama bilahal itu ditumbuhkan dalam keluarga,sebab hal itu merupakan pendidikan yang paling mendasar dan dilakukan dalam keluarga. Sekolah tak akan memberikan makna yang berarti jika lingkungan keluarga peserta didik memang lemah dalam peribadatan kesehariannya. Kendali ibadah akhirnya hanya menjadi formalitas yang tidak akan berpengaruh pada perilaku dan kepribadian peserta didik. Terutama jika hal inisebagaimana yang tertera dalam kendali bahwa upaya  integrasiPancasila hanya pada tiga mata pelajaran, PKn
Ah,memang berbicara mengenai pendidikan bukan sesuatu yang parsialtetapi merupakan bagian integral dalam kehidupan kita.(Hidayat Raharja)

Tidak ada komentar: