Pengendalian jam belajar peserta didik adalah hal yang menjadi persoalan
ketika jam belajar banyak disita oleh berbagai media hiburan semacam televisi
atau media yang terkoneksi lewat internet dan
handphone. Media televisi
adalah salah satu media hiburan yang hadir di tengah-tengah keluarga
sepanjang 24 jam. Kapan pun membuka chanel televisi pasti akan ditemukan
stasiun yang tengah melek menawarkan siaran program yang sangat variatif.
Semacam ancaman dan tantangan bagi para peserta didik, orangtua dan lembaga
atau institusi pendidikan untuk mengatasinya.
Hadinya Televisi Pendidikan
Indonesia di tahun 90-an semula merupakan sebuah harapan baru untuk menjadikan
tekevisi sebagai ruang belajar alternatif yang membuat siswa betah belajar di
depan televisi. Namun upaya ini tak menemukan hasil yang signifikan.
Kehadiraannya hanya menambah beban produksi dan terkalahkan oleh tayangan
hiburan yang banyak menyedot penonton dan banyak menyedot iklan. Sehingga secara
komersial program tersebut kurang menguntungkan. Lambat laun program itu hilang
dna bahkn sekarang perusahaan tersebut sudah berpindah tangan.
Persaingan antar stasiun televisi kian ketat. Semua stasiun ingin
menyajikan tayangan yang mampu menyedot penonton dan iklan. Stasiun telebvisi
adalah sebuah ruang bisnis yang berorientasi pada leuntungan, karena di
dalamnya ditanam modal dan menghajati hidup orang banyak. Kondisi yang kian
melengkapi dunia pertelevisian sebagai dunia hiburan yang memanjakan pemirsanya.
Pendidikan did alam televisi adalah tayangan audiovisual yangmeminta pemirsa
untuk kritis dlam mencerap nilai yang ada di dalamnya. Sehingga penonton bukans
esuatu yang pasif, tetapi sebagai pemirsa yang bersikap aktif dan kritis untuk
menentukan pilihannya.
Namun di saat yang sama penonton tak berdaya dalam menghadapi jejalan
tayangan yang menerobos pada alam bawah sadar, sehingga menjadi sesuatu yang
dibutuhkan dan semula dianggap tak ada manfaatnya. Pemirsa tidak berdaya ketika
tayangan-tayangan sinetron yang menjadi unggulan program televisi berada pada
jam prime time antara jam 1800-2100.
Waktu yang seharusnya menjadi jam belajar anak, namun telah tersita oleh
sinetron yang mampu mempermainkan emosi dan ketergantungan pemirsa.
Upaya untuk melawan dan
menumbuhkan jam belajar pernah dilakukan di daerah Yogyakarta pada tahun
90-an. Hal ini juga dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota Metro_lampung. namun laporan dari Ma’arif Institute menilai kebijakan program jam belajar masyarakat di Kota Metro tidak berjalan
efektif. Seperti tidakterlaksananya
mematikan pesawat televise pukul18.00-21.00. hasil survei Maarif Institut, di
Operasional Room Pemkot, Rabu (11-1).-Lampung Post.
Hal yang sangat menarik dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten banyuwangi
dengan mengeluarkan sebuah program kendali belajar . Program yang baru di launching ini menurut Bupati Abdullah
Azwar Anas sebagai upaya untuk
membimbing siswa cerdas dan berakhlak mulia, sebagaimana dilansir –Antara News Jawa Timur. Program kendali
belajar ini meliputi tiga program: (1)
tidak menonton acara televisi pada pukul 19.00-21.00;(2) dilarang
membawa HP ke sekolah, karena mengganggu konsentrasi siswa:(3) kendali ibadah
berupa panduan yang menerakan jadwal sholat lima waktu dan belajar agama.
Program ketiga ini adalah sebentuk aplikasi atau integrasi Pancasila kedalam
mata pelajaran PKn, Agama, dan Bahasa.
Menarik untuk ditelaah
adalah pertama, upaya dari
pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi
untuk membiasakan anak atau peserta didik mengendalikan jam belajar dengan
mematikan televisi pada pukul 19.00-21.00. Suatu yang tak mudah untuk
dilakukan. Tetapi memang patut diapresiasi, dengan menosialisasikan bagi
seluruh lapisan masyarakat, karena di waktu-waktu tersebut anggota keluarga
banyak yang terjajah televisi,dengan berbagai tayangan sinetron yang kerap kali
diiklankan. Aktor dan aktris yang cantik, cerita yang membual dan membuai,
mampu menyihir pemirsa untuk keluar dari kesumpekan dan kekecewaan dalam hidup ini. Sebab dalam
sinetron bukan hanya disodorkan bualan tetapi juga iklan anekaproduk dan gaya
hidup yang dititipkan dalam cerita. Dibutuhkan keberanian untuk “membunuh”
televisi.
Kedua, dilarang membawa HP ke sekolah untuk tidak menganggung
konesntrasi siswa belajar. Benarkah demikian?kalau kita lihat manfaat positif
HP dalam pembelajaran,bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi di
dalamnya terdapat berbagai media yang dapat dijadikan pendukung pembelajaran.
Fasilitas Kamus, Internet, Kalkulator adalah sebagaian dari aplikasi yang bisa
dimanfaatkan dalam pembelajaran. Barangkali yang selama ini kita lalai adalah
memperkenalkan etiket penggunaanya, sehingga mengganggu bukan hanya dalam
konsentrasi belajar, tetapi juga mengganggu hak-hak orang lain.
Pelarangan membawa HP
adalah berlebihan,sebab yang seharusnya dilakukan oleh sekolah dan para
orangtua untuk mengenalkan etiketpenggunaan HP. Seta adanya kebijakan sekolah
yang secara insidentalmelakukan razia terhadap HP yang dibawa peserta didik.
Berapabanyak dari masyarakat kita yang sadar untuk mematikan Handphone ketika memasuki masjid atau
shalat berjamaah dalam masjid. Setiap hari jumat selalu saya dengar dering HP
saat shalat jumat berlangsung.
Ketiga, penegndalian ibadah,sangat penting terutama bilahal itu
ditumbuhkan dalam keluarga,sebab hal itu merupakan pendidikan yang paling
mendasar dan dilakukan dalam keluarga. Sekolah tak akan memberikan makna yang
berarti jika lingkungan keluarga peserta didik memang lemah dalam peribadatan
kesehariannya. Kendali ibadah akhirnya hanya menjadi formalitas yang tidak akan
berpengaruh pada perilaku dan kepribadian peserta didik. Terutama jika hal
inisebagaimana yang tertera dalam kendali bahwa upaya integrasiPancasila hanya pada tiga mata
pelajaran, PKn
Ah,memang berbicara
mengenai pendidikan bukan sesuatu yang parsialtetapi merupakan bagian integral
dalam kehidupan kita.(Hidayat Raharja)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar