Jumat, 30 Maret 2012
Indonesia Butuh Pemimpin Bukan Penguasa
Rabu, 28 Maret 2012
GURU MENULISLAH
Guru sebagai ujung tombak pendidikan berhadapan langsung dengan peserta didik, sehingga memiliki makna peran yang signifikan untuk melakukan perubahan.Perubahan kebiasaan dan perubahan ke arah yang lebih baik. Salah satu peran vital yang dapat dilakukan adalah mengembangkan kemampuan menulis peserta didik sehingga mereka terlatih untuk mengungkapan ide dan pengalamannya dalam tulisan.
Sangat menarik ketika mengikuti workshop menulis karya ilmiah populer yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan Universitas Negeri Surabaya pada tanggal 24 sampai dengan 26 Maret yang lalu. Ada sekitar 100 orang guru dari 38 kabupaten/kota se Jawa Timur diundang untuk mengikuti workshop tersebut.
Workshop penulisan yang sangat menarik, sebab di dalamnya dilibatkan guru pengajar di Sekolah Menengah untuk mendapatkan bekal penulisan dan nantinya dapat diterapkan dan dikembangkan di daerahnya masing-masing. Harapannya dunia tulis-menulis kreatif berkembang di setiap sekolah dan bisa mendukung terhadap gerakan Jawa Timur menulis yang dicanangkan dalam kegiatan workshop tersebut.
Saat sesi penyajian materi dan sesi tanya jawab terlihat antusiasme para guru untuk bisa menulis. Indikasi ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang mereka ajukan. Sekaligus juga mencengangkan, karena ketika disinggung mengenai karya tuulis ilmiah yang terbangun dalam pikiran mereka umumnya adalah Penelitian Tindakan Kelas yang banyak menghantui mereka dalam pemenuhan kewajiban untuk kenaikan pangkat. Serta kewajiban yang membuat mereka gelisah, sebab semenjak tahun 2013 nantinya setiap guru yang akan mengajukan kenaikan pangkat diwajibkan untuk karya tulis ilmiah di antaranya kewajiban untuk membuat penelitian tindakan kelas.
Workshop semacam amat bermanfaat bagi guru, sebab masih banyak guru yang tidakmengenalragam tulis ilmiah. Mereka hanya mengenal bentuk ilmiah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada halbentukkarya ilmiah populer pun memiliki nilai kredit jika kelak diajukan dalam persyaratan kenaikan pangkat atau jabatan.
Menulis pada dasarnya sama. Bangun tubuh sebuah tulisan memiliki tiga bagian utama menyangkut; pendahuluan, isi, dan penutup. Pendahuluan mengemukakan latar belakang persoalan, sedangkan di bagian isi menguraikan permasalahan dan mengemukakan solusinya, dan di bagian penutup menyimpulkan isi tulisan yang telah dibahasdi bagian sebelumnya.Juga kalau kita perhatikan pada tulisan fiksi semacam cerpen, strukturnya tak jauh berbeda yaitu diawali dengan pembuka, isi berupa konflik dan diakhiri dengan penutup atau ending sebagai sebuah penyelesiaan.
Berdasarkan pada kesamaan struktur, pada hakikatnya menulis fiksi dan non fiksi adalah sama. Menulis membutuhkan refrensi atau data yang banyak untuk meluaskembangkan wawasan yang dimiliki sehingga mudah mengolah persoalan atau topik yang tengah dibahas atau ditulis. Artinya kemampuan menulis amat diperlukan kemampuan banyak membaca buku atau informasi. Hanya dengan cara demikian maka, wawasan akan berkembang dan tulisan juga akan banyak mengandung muatan. Ada hubungan sirkuler antara mebaca dan menulis. Untuk menulis yang baik dibutuhkan kemampuan membaca yang baik pula.
Meski menurut Budi Darma, tidak harus setiap orang yang menulis harus menjadi penulis.Namun manfaat menulis atau berinteraksi dengan menulis seseorang akan dilatih berpikir kreatif dan kritis, sehingga kreatif pula dalam menghadapi tantangan persoalan kehidupan yang semakin kompleks.
Kenapa guru harus menulis? Tentu, harus dan wajib, sebab banyak pengalaman yang ditemukan guru. Setiap hari menghadapi peserta didik dengan latar belakang dan persoalan yang beragam.Persoalan-persoalan yang dapat menjadi sumber inspirasi untuk dijadikan bahan tulisan atau pun bahan untuk menyelesaikan persoalan secara kreatif.
Setiap guru dapat dipastikan punya pengalaman berhadapan dnegan anak-anak yang butuh perhatian lebih. Anadai setiap pengalaman menangani peserta didik yang ber,aslaah dituangkan guru ke dalam tulisan betapa banyak tulisan yang dihasilkan Bapak atau ibu guru. Sayang memang jika bahan baku pengalaman berhadapan dengan peserta didik yang dinamis terbuang begitu saja tanpa pernah tertuang dalam tulisan.
Andai setiap hari pengalaman berinteraksi dengan siswa dituangkan guru ke dalam tulisan,baik ke dalam bentuk deskripsi mau pun narasi, akan melatih kemampuan guru dalam merangkai kalimat. Latihan yang akan membiasakan melatih berpikir terstruktur dan akan berpengaruh pada efektifitas dalampenyampaian informasi atau materi dalam pembelajaran. Jika Penelitian Tindakan Kelas dianggap sebagai kewajiban yang memberatkan karena tidak dibiasakan menulis dan meneliti. Namun perlu dipahami bahwa kewajiban membuat telaah dan analisis materi serta hasil ulangan siswa adalah sebuah rutinitas yang dapat dijadikan sebagai sumber ide yang tak pernah kering. Keberhasilan dalam mempergunakan media tertentu dalam pembelajaran sehingga anak lebih bergairah dan berhasil dalam belajar, adalah sebuah realitas yang dapat diangkat ke dalam tulisan. Bisa ke dalam bentuk karya fiksi atau juga dalam bentuk artikel ilmiah populer.
Jika, dalam kewajiban membuat karya tulis untuk memenuhi persyaratan dalam usulan kenaikan pangkat atau jabatannya merasa berat dan tak bi(a)sa. Saat ini tidak ada salahnya guru memanfaatkan berbagai blog yang tersedia secara gratis di bebergai website untuk melatih membuat jurnal harian. Ini sangat memungkinkan, sebab setiap hari usai mengajar, guru membuat catatan (jurnal) pembelajaran. Tidak ada salahnya kalau jurnal yang hanya berupa catatan pencapaiaan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah dicapai serta catatan kejadian yang ada di dalam kelas untuk dituangkan ke dalam tulisan berbentuk narasi dan deskripsi.
Latihan awal membuat catatan jurnal dalam bentuk narasi dan deskripsi, dapat diikuti dengan latihan mencoba menganalisis permasalahan atau hambatan dalam pembelajaran. Menganilisa penyebab terjadinya hambatan pembelajaran serta mencari solusinya. Sebuah tahapan untuk menuangkan ke dalam bentuk tulisan ilmiah populer, yang ringan dan mudah dimenegerti.****
Senin, 26 Maret 2012
Jam Terakhir
Jika anda menjadi seorang guru dan mengajar dalam suatu kelas, maka harus mempersiapkannya secara matang, sehingga apa yang diulakukan dapat memenuhi sasaran atau target kompetensi yang diinginkan. Sebuah strategi dan metode yang akan sangat menentukan selain penguasaan materi yang akan disajikan.
Ada suatu pengalaman yang cukup menarik, ketika penulis menyajikan materi pelajaran di jam terkahir. Suatu waktu yang telah kehabisan energi, dan pikiran sudah capai setelah seharian mengisi pelajaran di kelas. Masuklah aku dengan yakin membawa seperangkat peralatan mengajar, laptop dan persiapan mengajar lainnya. Usai mengucapkan salam dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada saat itu, aku mulai membuka materi pelajaran dalam laptop dan menayangkan di layar yang ada di sepan. Sebuah tayangan yang memanfaatkan media power point untuk memberikan sajian di siang itu. Siang menunjukkan pukul 13.30 dan aku harus mengakhiri pelajaran sampai pukul 15.00 WIB.
Pada menit-menit awal seluruh perhatian anak tertuju ke layar, mereka masih bisa berinteraksi ketika aku menyodorkan pertanyaan atas tayangan yang tersaji. Sesekali mereka masih bisa merespon. Lima belas menit berjalan suasana mulai terasa tak nyaman, konsentrasi siswa mulai luruh dan sebagian dari mereka menampakan wajah lelah, menguap dan mengantuk. Aku juga mulai gelisah untuk mengembalikan konsentrasi anak-anak yang telah tercerai-berai. Waktu yang amat sulit. Tiga puluh menit kemudian di antara mereka ada yang tertidur. Aku biarkan mereka dan aku alihkan anak-anak pada tayangan video yang menyajikan materi dengan menyanyikannya. Suasana teratasi, namun terkendala oleh bahasa asing yang digunakan dalam lirik lagu, tak semua anak paham dengan makna lagu yang disampaikan.
Video lagu tersebut aku putar ulang dan meinta anak-anak untuk memperhatikan. Mereka mulai bangkit lagi. Kembali konsentrasi pada pelajaran sambil menirukan lirik lagu yang tertera di layar. Selesai video diputar aku meminta salah seorang anak untuk menyampaikan maksud dalam lagu tersebut. Siswa yang lain menanggapi, dan satu-dua di antara mereka mulai mengajukan pertanyaan, mengomentasi, dan menanggapi, sehingga tak terasa jarum jam berdetak di angka 3. Bel berdentang penanda pulang. Anak yang tertidur itu aku bangunkan. Seluruh isi ruangan kelas tertawa, “maaf Pak!” ucapnya lirih sambil mengemasi tasnya dan merapikan rambutnya yang kusut.
******
Di kesempatan yang lain aku menanyakan pada anak-anakku, mengapa mereka tak bersemangat dalam belajar kalau sajian yang disosorkan media power point, apalagi di jam terakhir. “Maaf pak, sekali lagi maaf. Kalau siang menjelang pulang kami sudah payah, dan jangan disajikan dengan power point, kami tambah ngantuk dan payah.”
“Kenapa, kurang menarik?”
“Bukan, Pak. Bukan karena tidak menarik, tetapi kalau sajian power point, kami dituntut untuk melihat dan membacanya. Pada jam segitu kami sudah capai.”
“Oke, terimakasih.”
Aku kembali menemukan tantangan baru. Pada pertemuan berikutnya aku sajikan materi dengan metode kooperatif learning membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dan kemudian mendiskusikan beberapa pertanyaan setelah mereka berdiskusi, mereka menampilkan hasil diskusinya di papan tulis, sementara kelompok yang lain menambahkan keterangan yang tak dituliskan kelompok lainnya. Mereka berbagi dan saling berinteraksi sampai bel jam terakhir berdentang tak terasa.
Anak-anakku puas, mereka tertawa, dan pulang dnegan perasaan senang.
“Pak, besok sajiannya yang lebih menarik lagi dari cara seperti ini,” pinta mereka dengan hati tulus. Aku menrimanya dengan dada lapang. Aku berpikir lagi apalagi besok yang akan aku berikan…..
Jam Kosong Jaka
Surat itu terlihat lusuh, saking seringnya dibuka dan segera dilipat saat dibaca kepergok guru yang memasuki kelas. Tidak ada yang istimewa, hanya sebuah kenangan kecil yang selalu mengingatkan pada hal-hal yang indah. Hal-hal yang mengesankan dan lekat dalam kenangan.
Jaka membukanya setiap kali kelas kosong, dan di saat guru hanya memberi tugas, dan tak kembali ke dalam kelas. Tugas itu pun tak pernah dibahasnya dalam kelas. Jaka hanya merasa ada yang berbeda, ketika guru-gurunya banyak mengalami perubahan. Guru yang pandai berhitung waktu tapi kurang cakap berhitung kegagalan. Jaka hanya memliki rindu, ketika mereka mau menyempatkan waktu menanyakan kenapa Jaka terlambat atau lalai mengerjakan tugas.
Sungguh, suatu ketika Jaka dihukum oleh Bapak Guru bagian ketertiban karena terlambat datang ke sekolah. Hukuman untuk membersihkan taman sekolah, dan menyapu ruangan kepala sekolah. Diterimanya hukuman itu, karena telah melanggar tata tertib sekolah. Padahal, sungguh, Jaka tak pernah berniat untuk terlambat, hanya pada waktu itu seorang ustadz tetangga sebelah rumahnya meningal dunia. Sebelum berangkat ke sekolah Jaka sempat bantu-bantu sebentar untuk menyiapkan permandian mayat.
Jaka senang sekolah menanamkan displin yang bagus, supaya kelak dirinya juga bisa berdisiplin dengan menepati dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Waktu tidak akan bergulir ke belakang tetapi menggelinding ke depan, meninggalkan masa silam. Di pagi yang sejuk doa pembukaan dimulai dan terdengar di setiap ruangan kelas. Doa yang menenteramkan dan memicu otak dalam situasi yang tenang dan siap untuk menampung pelajaran.
“Ah betapa besar jasa guruku,” bisik batin Jaka. Guru yang telah meluangkan waktu untuk memberikan terbaik untuk murid-muridnya. Sebuah kenangan berkelebat dari masa silam. Di saat ujian menjelang, Jaka dan teman-teman diajaknya untuk belajar bnersama di rumah kontrakan Pak Guru. Rumah sederhana dengan penerangan lampu petromak, sebab listrik belum masuk ke desanya. Jaka tahu gaji gurunya saat itu, pas-pasan untukmembiayai hidupsebulan, tetapi takmengurangi tanggungjawabnya untuk mencerdaskan anak-anakkampung. Meski begitu, Pak Guru tak memungut uang untuk tambahan pelajaran privat yang diberikan.
“Aku hanya merasa malu kalau kau mendapatkan nilai jelak, dan kamu tak lulus ujian. Belajarlah dengan rajin!” ujar Pak Guru sambil menutup pelajaran malam itu.
Jaka tidak akan melupakan gurunya. Takkan! Meski pernah pula dicederainya dengan kata-kata yang membuat Jaka malu di hadapan teman sekelas. Dicederai hatinya dengan kata-kata yang menyakitkan perasaan. Jaka coba memahami, barangkali Guru tengah didera beban berat dalam pikiran sehingga hilang kesabaran. Guru juga manusia biasa yang kadang juga alpa.
“Tidak gampang jadi guru!” bisik hati Jaka. Guru adalah manusia pilihan yang memiliki kewajiban unuk membina akhlak setiap anak manusia yang dititipkan di lembaga persekolahan tempat Jaka kini melaksanakan tugas dan pengabdian..
Meski waktu terus berlalu, tanggungjawab guru bukan sambil lalu, tetapi semakin berat untuk dipangku. Betapa sarat beban ditanggung, sehingga kadang rasa capai tak tertanggung.
Di kelas sebelah waktu itu, selalu mengganggu. Saking seringnya tidak jarang beberapa orang guru mengeluh saat keluar dari ruang sebelah itu. “Nakal!” katanya. Jaka hanya bisa membayangkan nakalnya anak-anak dekat dengan kreativitas, tapi bukan tak ada yang kadang tergelincir mendekat pada sikap kurang ajar.
Sampai saat ini, Jaka masih percaya guru-guru adalah orang-orang tangguh yang tak akan gampang mengeluh. Kalau mereka meninggalkan kelas adalah karena ada kepentingan tugas yang tak bisa ditinggalkannya, bukan untuk ngobral-ngobrol yang tak ada gunanya.
Dilain waktu, Seorang guru, masih muda dan ramah sikapnya, tetapi tidak pernah datang tepat pada waktunya. Berkali-kali ia minta maaf untuk tidak diberi jam sepagi itu, karena pasti akan terlambat tanpa pernah mengemukakan alasannya. Pasti dia datang di atas pukul 07.00. Kalau tidak tiba di sekolah pukul 07.30 pasti di angka 07.45. Saban hari. Sehingga kemudian dijulukinya guru yang tak bisa masuk pagi.
Tapi, kemudian guru muda itu datang paling awal dibandingkan yang lain. Setiap hari dan hari selanjutnya. “Kok tidak terlambat, pak?” sapa guru yang lain. Dia hanya tersenyum dan berlalu pergi. Tapi di hadapan Kepala Sekolah guru muda itu tidak akan trlambat lagi, karena beban tanggung jawabnya telah usai.
“Maksud Bapak?” tanya Kepala Sekolah.
“Tugasku untuk memandikan nenek yang menjadi orangtuaku telah selesai . Nenekku yang lumpuh dan mengalami gangguan kebutaan selama beberapatahun. Setiap pagi aku mandikan dan aku suapi. Kini telah dipanggil Tuhan ke haribaan Nya. Nenek yang telah 28 tahun mengasuhku sejak aku yatim ditinggal ayahku. Dia yang membesarkan Aku, sehingga kubalas pengorbanannya dengan pengabdian tanpa pamrih untuk memandikannya dan menyuapinya makan, hingga kembali dipanggil Tuhan.”
Surat ini belum tuntas dibaca Jaka, namun seorang guru telah datang mengucap salam. Memeriksa kehadiran siswa, dan berdiri di depan kelas sambil menuliskan, buka halaman ….dikerjakan di…….dan ….dikumpulkan!