Translate

Selasa, 01 Mei 2012

Pendidikan Menjadikan Manusia Bermartabat

RANCANGAN
Ing Ngarso sung tulada
Ing madya mangun karsa
Tut Wuri Handayani (Ki Hadjar Dewantara)

Inilah semangat yang membakar Ki Hadjar untuk membangkitkan pendidikan. Senmangat yang penuh tauladan dan kearifan sehingga semua bisaberperan dan berfungsi untuk memajukan masyarakat-bangsa melalui dunia pendidikan. Sebab, melalui pendidikan harkat dan martabat manusia lebih berharga.

Jangan dihitung seberapa besar pengaruh dengan semangat yang dinyalakan oleh Ki Hadjar, sarat filosifis yang menginspirasi perkembangan pendidikan yang berpihak kepada rakyat kecil dengan Pendidikan Taman Siswa yang didirikannya. Penidikan yang lebih menakankan kepada pengabdian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga guru bukan hanya menjadi pentransfer ilmu tetapi berperan sebagai “tulada”yang bisa dicontoh oleh peserta didik dan juga masyarakat disekitarnya.

Maka, di Hari Pendidikan yang kita peringati setiap tanggal 2 Mei sepatutnya apabila kita merenung kembali filosofi pendidikan yang berbasis kebangsaan dan ke Indonesiaan. Hal ini amat penting mengingat perkembangan pendidikan diera globalisasi dan induatrialisasi nilai-nilailuhur yang pernah diusung Ki Hadjar seakan tenggelam dalam hiruk-pikuk komersialisasi pendidikan yang berhitung modal dan peruntungan finansial.

Renungan ini bukan tanpa alasan, ketika orientasi guru sebagai pilihan profesi bukan lagi sebagai pengabdian semata, tetapi juga sebagai tempat menggantungkan dirisebagai sumber penghidupan yang layak. Terutama ini menjadi penting ketika guru mendapatkan tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji membuat “iri”para profesi lain yang juga memilkiki peran dan pengabdian besar untuk memajukan bangsa. Tidak sedikit orangtua yang menyuruh anaknya untuk memasuki pendidikan profesi guru.

Pertama, pergeseran profesi guru yang semula berorientasi pada pengabdian pada masyarakat modern berkembang sebagai profesi yang mendapatkan upah atau bayaran sesuai dengan ketentuan berlaku. Sehingga guru lebih berperan sebagai pentransfer ilmu yang dibatasi oleh waktu dan jam kerja. Perkembangan yang juga memisahkan profesi dengan pribadi. Artinya tidak semua guru mampu menempatkan diri sebagai tauladan sebagai mana juga yang ditetapkan dalam kompetensi guru. Hal ini lumrah dan menjadi jamak ketika seorang guru melakukan tindakan amoral atau asusila, semisal perselingkuhan dan perjudian atau juga penipuan.

Kedua, dalam perkembangannya bukan hanya lulusan lembaga pendidikan keguruan yang bisa menjadi guru tetapi juga dari fakultas non kependidikan (ilmu murni) dengan  mengambil akta mengajar (akta IV) dan pada waktu yang akan datang semua yang memiliki sertifikat pendidik bisa menjadi guru. Hal ini berkeadilan karena semua memiliki kesempatan dan paluang yang sama. Namun, pengaruhnya sangat besar dalam realitas di lapangan. Guru yang berasal dari non kependidikan ini seumpama perambah hutan yang mengusai dasar dan detail keilmuan dibandingkan dengan jurusan kependidikan, sehingga dalam beberapa kasus yang saya temui guru-guru yang berasal dari ilmu murni memeiliki bekalkeilmuan yang lebih banyak sehingga lebih kaya dan menarik sajian yang diberikan kepada peserta didik.
Jika terjadi demikian, lebih baik jurusan atau fakultas pendidikan ditutup diubah menjadi ilmu murni sebab nantinya semua lulusan atau sarjana yang ingin menjadi guru harus mengikuti pendidikan keahlian untuk mendapatkan sertifikat pendidik. JIka dibirkan dapat dipastikan, lulusan pendidikan keguruan akan kalah wawasan keilmuannya dibandingkan dengan merekayang berasaldariilmu murni yang mengambil sertifikat pendidik.

Ketiga, penyelenggaraan pendidikan masih banyak yang kurang sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Pelanggaran yang membebani biaya pendidikan bagi wali murid. Menjual buku pelajaran, memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan. pada hal pengggunaan buku paket atau buku pelajaran (Pasal 181 PPNo.17 Tahun 2010) . Sementara dalam Permendikas no 11 Tahun 2005  Pasal 7
(1) Satuan pendidikan menetapkan masa pakai buku teks pelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 paling sedikit 5 tahun.
(2) Buku teks pelajaran tidak dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila:
                        a. ada perubahan standar nasional pendidikan;
b. buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi oleh Menteri.
Penjualan buku paket disiasati penerbit dengan memberikan revisi pada materi tetapi secara esensi tetap sama. Bahkan ada beberapa penerbit yang mampu memberikan bonus bagi sekolah yang mampu membeli dalam skala besar. Sehingga diam-diam bisnis ini menjadi bisnis yang menguntungkan bagi guru dan pihak sekolah.

Maka tidak berlebihan jika pada peringatan hari pendidikan 2 Mei, kita merenung kembali dan merentang jalan lurus sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku, sehingga dunia pendidikan benar-benar menjadi pemberdaya (bukan memberdayai) peserta didik sehingga menjadi manusia yang bermartabat.

Mengembalikan peran guru sebagaimana yang dicitakan oleh Ki Hadjar bukan hanya sekedat pendidik tetapi bisa juga berperan sebagai pemberi tauladan,seorang pekerja yang berkarya, dan mampu memberikan dorongan atau morivasi sehingga peserta didik berkembang, maju, berdaya, dan bermartabat sehingga mampu mengaktulisasikan diri di tengah persaingan masyarakat global.*****(HR)



Tidak ada komentar: