Suatu pagi seorang kawan guru matematika tengah duduk berdiskusi kecil
mengenai rencana kegiatan lomba matematika integrasi “Jabir Award” yang
disponsori Bakir Global Finance Institute (BGF Institute) yang bekerjasama dengan SMA Negeri 1
Sumenep. Sebentuk lomba matematika yang agak baru karena di kawasan Madura baru
saat ini diselenggarakan. Diskusi berkembang dengan bagaimana mengakrabklan
matematika terhadap siswa SMA. Matematika sebagai mata pelajaran sebenarnya
adalah bagian integral dari kehidupan.
Sangat disayangkan
memang, ketika matematika yang semula akrab dengan dunia anak sebelum masuk
sekolah, tiba-tiba menjadi pelajaran yang menakutkan dan menyulitkan. Pada hal
dalam keseharian ketika anak-anak bermain kelereng senantiasa berhubungan dengan
bidang matematik. Jika dua orang bermain kelereng dan kelereng yang dimainkan
masing-masing dua kelereng, dapat dipastikan bidang yang dibangun anak-anak
adalah segitiga atau segi empat. Jika kelereng yang dimainkan kian banyak maka
bidang yang dibentuk menjadi perpaduan antara bidang segitiga dan segi empat.
Ketika Anak-anak di
halaman bermain lompat tangga – mereka akan membuat bidang segi empat, segi
tiga dan setengah lingkaran. Dalam permainan ini dilakukan oleh dua orang atau
lebih. Siapa yang mendapat bagian bermain pertama, dia akan melemparkan
tembikar, biasanya pecahan genting pada bidang-bidang yang telah dibuat. Jika
jatuh pada salah satu bidang pemain bergerak melompat dengan satu kaki pada bidang-bidang
kosong dan kemudian mengambil tembikarnya kembali ke tempat semula. Setelah
selesai dengan membelakangi bidang permainan, pemain melemparkan tembikar ke
arah bidang permainan. Bidang tempat jatuh tembikar menjadi “sawah” milik si pemain lalu diberi tanda
silang dan tak boleh diiinjak oleh pemain lain. Sebuah permainan yang
mengenalkan beberapa bentuk bidang, namun sayang pengalaman anak dalam bermain
tidak pernah dijadikian media untuk memasuki dunia matematika.
Pengabaian pengalaman
matematika secara empiris di dunia bermain anak kemudian dilepaskan di dalam
sekolah, sehingga menjadikan matematika sebagai sesuatu yang asing dan hanya
sebagai rumus-rumus yang harus dihafal. Hal ini menjadi persoalan yang cukup menarik
untuk ditelaah mengingat matematika di pendidikan dasar menjadi fondasi penting
untuk membangun pemahaman pengetahuan matematika di jenjang selanjutnya. Sangat
disayangkan memang ketika dalam buku matematika SD pengenalan bidang lebih
banyak berupa gambar-gambar tetapi tidak menyentuh pada dunia nyata. Saat
belajar menghitung bentuk bidang dan mengukur luas bidang anak dicontohkan pada
gambar bebntuk di kertas grafik dan menghitung jumlah luas kotak yang ada.
Saya hanya membayangkan
seandainya anak disuruh membawa lembaran daun tanaman yang beraneka ragam, dia
akan banyak mengenal bentuk bidang daun dan menggambarkannya di atas kertas
grafik dan menghitung jumlah kotak untuk mengetahui luas daun yang beraneka
ragam.Alangkah menariknya matematika ketika dihubungkan dengan aneka tetumbuhan
dan lahan persawahan yang ada di sekitar kita, sehingga efeknya bukan hanya
memahamkan matematika tetapi juga mengenalkan lingkungan alam sekitar.
Matematika pohon, sangat
menarik bagi anak usia SMP untuk mengukur diameter batang pohon dan
memperkirakan volumenya pada tinggi tertentu.
Menghitung luas daun yang berbentuk ginjal, atau yang memanjang, dan
semacamnya. Saya hanya membayangkan suasana belajar menjadi riang penuh dengan
percakapan atau diskusi karena bentuknya yang tidak simetris benar.
Matematika rumah dan
halaman adalah matematika yang mengenalkan aneka bentuk bidang dan ruang dengan
berbagai belahannya dan dapat ditentukan ukuran luas dan kelilingnya adalah hal
menarik yang membuat seluruh aspek dalam kecerdasan anak berfungsi. Anak akan
menggerakan tubuhnya untuk melakukan pengukuran. Mereka akan menghitung dengan
kemampuan logikanya dan akan mengkomunikasiakn dengan teman kelompoknya.
Sesuatu yang berkelebat dalam bayangan saya. Sebab, pengalaman buruk bermatematika yang aku alami terutama
ketika SMA masih lekatt dalam ingatan sehingga muncul ide-ide nakal untuk
menjadikan matematika sebagai mainan. Ketika ide ini saya utarakan pada teman
guru matematika mereka hanya tersenyum. Barngkali hanya aku yang gila….!!!!
Kegilaann yang tidak
lain untuk mengembalikan amtematika sebagai bagian kehidupan kita dan ada dalam
keseharian yang kita kerjaskan, namun kadang tidak kita sadari. Bagaimana matemnatika
seorang ibu di dapur berhiotung jumlah dan macam belanjjaan dengan biaya yang
diperlukan. Bagaimana kita berhitung pembagian waktu untuk bekerja, ibadah, dan
istirahat. Bagaimana pula berhitung kemungkinan-kemungkinan dan peluang yang
akan kikta raih. Semua berkenaan dengan matematika. Gila! (HR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar