Menjadi
berprestasi adalah impian setiap peserta didik dalam menempuh pendidikan.
Melalui prestasi bisa mendapatkan aktualisasi diri, mengharumkan nama sekolah dan daerah bahkan nama bangsa serta kedua orangtua.
Maka, tidak berlebihan jika kemudian diadakan kompetsi antar pelajar untuk membrikan ruang bagi para peserta didik
menjajaki kemampuan yang dimiliki, syukur-syukur bisa memenangkan kompetisi.
setiap
sekolah merencanakan dan melaksanakan program untuk menampung minat dan bakat
siswa, baik di bidang akademik mau pun non akademik dipersiapkan untuk mengikuti kompetisi baik
di tingkat lokal, regional, nasional bahkan di tingkat internasional. Program
yang menyita waktu, tenaga, dan biaya sebab, prestasi semacam ini akan
berpengaruh kepada prestise sekolah. Bahkan beberapa sekolah bekerjasama dengan
lembaga profesional di luar sekolah untuk bisa mendapatkan hasil prestasi yang
bagus.
Pembinaan
ini umumnya dilakukan untuk beberapa mata pelajaran yang diolimpadekan semenjak tingkat kabupaten sampai ke tingkat
internasional. Di Pamekasan terbukti dengan pembinaan tersebut mampu
mengantarkan peserta didiknya memenangkan olimpiade fisika, dan matematika di tingkat internasional. Kemenangan yang
mengharumkan bukan hanya nama sekolah dan daerah tetapi juga mengharumkan nama
bangsa Indonesai di forum internasional. Prestasi yang patut diapresiasi
bersama.
Belakangan
dari wilayah Madura ini prestasi di tingkat ionternasional bukan hanya di
bnidang fisika lembaga Generasi Cerdas Nusantara yang dimotori oleh Ahmad Faisal, mampu mengantarkan peserta
didik yang dimbimbingnya memenangkan kompetisi matematika di tingkat
Internasional. Bahkan seorang siswa madrasah Tsanawiyah di Sumenep yang dibinanya bisa memenangkan
medali perunggu pada lomba matematika tingkat internasional di India. Serta dua
orang siswa SMA Negeri 1 Sumenep Rafika Nurmasari dan Taufik Hakiki memenangkan medali perunggu World Mathematics Team Championship (WMTC)
2011 di Beijing. sangat menarik di antara siswa yang memenangkan medali di
tingkat internasional tersebut di antaranya berasal dari Tsanawiyah dan
madrasah Aliyah swasta yang ada di kabupaten Pamekasan. Suatu fakta yang menunjukkan bahwa Madrasah
Tsanawiyah dan Aliyah yang doidominasi oleh ilmu agama juga bisa berprestasi di
bidang matematika.
Apa
yang diperoleh mereka setelah mendapatkan medali di tingkat internasional?
Tepuk tangan, kebanggan dan nama harum sudah pasti. Setelah itu? Inilah
peersoalan yang sesungguhnya, bahwa peserta didik yang telah berprestasi di
tingkat internasional tersebut harus berkompetisi lagi memperebutkan kursi
Perguruan Tinggi yang diinginkan. Perjuangan berat yang tak pernah usai meski
mereka telah memberikan nama harum untuk bangsa. Bahkan beberapa di antara
mereka setelah memenangkan medali di tingkat internasionbal harus melunasi
tunggakan ulangan yang mereka tinggal saat mengikuti pembinaan intensif selama beberapa bulan dan
meninggalkan pelajaran di sekolah.
Seorang
Rafika Nurmasari siswi SMA Negeri 1 Sumenep yang memenangkan medali perunggu WMTC
2011 di
Beijing, pernah mengeluh dan menangis karena sudah tiga bulan dia
memasuki karantina persiapan untuk mengiukti kompetisi dan meninggalkan pelajaran di sekolah. Sepulangnya dari
Beijing dengan membawa medali perunggu dia harus menangis (bukan bahagia)
karena dikejar-kejar oleh gurunya untuk segera mengikuti ulangan susulan.
Seorang
Hamzah Kuddah (Hamas), wakil Jatim dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang
fisika,Tahun 2010 kemudian di tingkat nasional terpilih untuk mengikuti
pembianan dan seleksi ketingkat Asia Pasifik. Namun menurut pembimbingnya di
SMA 3 Pamekasan Hamas harus merelakan diri mundur dari kompetisi olimpiade
matematik di tingkat internasional, karena menurutnya jika memenangkan
olimpiade di tingkat internasional tidak ada jaminan dari Kemendikbud untuk
bisa diterima di Perguruan Tinggi yang diinginkannya. Sehingga Hamas lebih memilih untuk mundur dan
mempersiapakan diri untukmengikuti SNMPTN supaya diterima di Perguruan Tinggi
yang diidamkannya.Tapi konon, bukan alasan itu dari sumber yang lain menyebutkan
bahwa hamas mengundurkan diri dari keikutsertaan di olimpiade di tingkat
internasional karena tidak kuat dengan tekanan beberapa orang guru yang ada di
sekolahnya yang tidak mengijinkan meninggalkan pelajarannya.
Jika
alasan yang kedua ini benar, karena tekanan guru di sekolahnya tak mengijinkan
meninggalkan pelajaran (tidak memberikan dispensasi),ah keterlaluan. Realitas yang sering
terjadi karena adanya egosime guru yang menganggap mata pelajarannya paling
penting tanpa mau mengapresiasi prestasi peserta didik di bidang lain. Pada
hal,tidak semuamataa pelajaran yang diberikan di sekolah benar-benar mampu
memberikan makna dan manfaat dalamkehidupan peserta didik.
Sebuah ironi dalam dunia
pendidikan bahwa eksploitasi terhadap peserta didik terus berlangsung pada
setiap jenjang pendidikan. Eksploitasi yang dimaksud jika siswa berprestasi
menjadikan prestise sekolahnya meningkat. Memberikan imej bagi masyarakat
mengenai keberhasilan yang dicapai disekolah. Pada hal, seringkali ketika siswa
mengikuti suatu kompetisi biaya ditanggung oleh wali murid.B ahkan Bapak
Purwedi Bambang Rusdiyanto pembimbing Andy Oktavian Latief pemenang medali emas
fisika Internasional (2005) mengeluarkan dana pribadi untuk mengikuti Andi
berkompetisi di luar negeri.Penghargaan dari Pemerintah Kabupaten baru datang
sepulang dari olimpade dan memenangkan medali emas.
Masih mending ssiwa yang
berpretasi siswaberprestasi di bawah naungan Kemnetrian Agama(MTs dan MA)
siswadari pamekasan yang memenangkan medali perunggu pada World Mathematics
Team Championship di Beijing mendapatkan beasiswa sampai selesai Strata 1 (Sarjana). Sementara dari di bawah
naungan Kemendikbud, tak ada! Sebuah ironi
duniapendidikan yang mengajak siswa untuk berprestasi tetapis etelah
berprestasi tak ada jaminan bagi kelanjutan studi mereka. Untuk menyikapiko
ndisi ini ada baiknya: pertama, barangkali di Hari Pendidikan Nasional ini
tidakberlbihan jika Kemendikbud (Pemerintah Pusat) dan Pemerintahan Daerah
memikirkan apresiasi bagi mereka, bukan hanay diarakkeliling kota, diberi
amplop,dan semacamnya. Namun yang lebih pentingh adalah dipikirkan kelanjutan
studi mereka. Membiayai studi 2-3orang siswa berprestasi di tingkat
internasional bukan hal yang sulit dibandingkan pengjmaburan dana studi banding
ke berbagai negara yang kadang hanya berplesiran dna kurang jelas
kebermanfaatannya.
Kedua, penyelenggaraan
Olimpade sains yang selamaini diselenggarakan Kemendikbud sebaiknya bekerjasama
dan melibatkan Perguruan Tinggi yang kualifaid, sehingga merkajuga ikut
bertanggungjawab terhadap kelanjutan studi para pemenangnya, untuk diundang
masuk Perguran Tinggi yang terlibat dalam penyelenggaraan Olimpiade Sains.
Belum terlambat,karena sebnetar lagi dihbulan juni akan diselenggarakan OSP (Olimpade sains
Tingkat Provinsi).
Ketiga,sudah seharusnya
jika salah seorang peserta didik memasuki karantina untukpersiapan olimpade dan
semacamnya, siswa tersebut diberikan dispensasi penuh,tak lagi dibebani dengan
ulangan susulan dan tugas-tugas berat yang harus ditanggung setelah usai
olimpade atau kompetisi. Tindakan semacam ini akan menjadi tekanan baru yang
membuat peserta didik mengalami stress dan merasa apa yang telah dikorbankan
waktu dan tenaga untuk mempersiapkan serta biaya tak ada artinya, kalau harus
diteror dengan tugas-tugas harian yang telah
ditinggalkannya. Kelegaan hati guru pengajar yang lain, adalah support
yang sangat berarti untuk meringankan beban peserta didik ketika berkompetisi.
Semoga peserta didik
yang berprestasi ini bisa mendapatkan apresiasi dengan diterima di Perguruan
Tinggi yang diinginkannya.*****(HR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar