Translate

Rabu, 14 Maret 2012

JAM BELAJAR YANG KIAN MENYESAKKAN

Pada suatu hari di dalam kelas ada ulangan harian. Ulangan tersebut “Open Book”, jadi setiap siswa dapat membuka buku untuk mencari jawban soal yang ditanyakan. Jam berdentang dan soal dibagikan. “Anak-anakku silahkan buka buku biologi kalian. Kerjakan sendiri dan jangan bekerjasama dengan teman sebangku!” pinta Pak Guru di depan kelas. Anak-anak sibuk mengerjakan soal, mengambil buku biologi dan membuka mencari jawaban. Mereka tampak gelisah dan membolak-balik buku tidak tenang.

Beberapa waktu kemudian mulai terdengar suara berisik menanyakan jawaban pada teman sebangku. Suara itu makin berisik menanyakan jawaban ke teman di bangku sebelah. Suara berisik seperti beredengung dna mulai mengganggu suasana kelas. Pak Guru mengingatkan kembali murid-murid untuk tenang. Sesaat murid-murid dalam ruangan kelas, tenang. Namun, tak lama mereka berisik lagi.

Satu anak berpindah ke belakang menanyakan jawaban kepada temannya yang ada di belakang dengan alasan meminjam penghapus. Mereka kembali berisik sibuk mencontek dan memberikan jawaban kepada teman sebangku atau teman sebelah.

Suasana kelas anak-anakku saat ulangan, mereka sudah pada gelisah untuk mendapatkan nilai bagus. Mereka takut mengikuti remedial, karena katanya kalau ikut remedial akan dimarahi oleh orangtuanya. Sungguh, pernyataan yang jujur. Mereka melakukan berbagai cara untuk mendapatkan nilai baik supaya tuntas memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal.

***

Suasana yang mungkin bisa juga ditemukan di tempat lain. Kondisi yang dipengaruhi oleh perubahan kehidupan di lingkungan anak-anakku belajar. Mereka sudah dikepung oleh berbagai macam tontonan dan hiburan dan menjauhkan mereka dari buku. Tak banyak lagi anak-anakku membaca buku, dan mereka lebih tertarik dengan permainan-permainan yang mengasyikkan. Perkembangan teknologi telah mengubah kehidupan alamiah kita menjadi kehidupan yang serba praktis dan skeptis. Belajar instan sebagai sisi efek dari perkembangan kehidupan instan dalam kehidupan nyata. Teknologi telah menyuilap semuanya.

Mereka sudah enggan untuk mau berproses dalam melakukan sesuatu, karena mereka menginginkannya dengan cepat dan dalamw aktu yang singkat. Celakanya lagi, jam belajar anak di rumah sudah tak terkontrol, karena kesibukan kedua orangtua yang banyak menyita waktu tak sempat menemani anak belajar di rumah.

Anak-anak itu kadang merasa terabaikan. Jarang ada yang menanyakan kesulitan belajar yang dialami di sekolah. Bahkan mereka hanya disediakan fasilitas tapi tanpa pernah diberi semangat,tak ada ruang untuk membuka keresahan dan kesah yang mereka temukan di sekolah. Lembaga bimbingan belajar menjadi salah satu ruang yang memberikan mereka kesempatan belajar dengan biaya “relatif”.

Tekanan – demi tekanan terus membuntuti anak-anakaku., jam belajar yang kian padat antara 12 sampai 17 mata pelajaran 42 sampai 44 jam pelajaran dalam seminggu, bahkan lebih. Tekanan yang menbuat anak stress, ditambah dengan sajian pembelajaran yang tidak konstruktif dan tidak konstekstual, serta takmenyenangkan. Jadilah anak-anakku wadah-wadah kosong yang setiap hari dijejali dengan aneka materi pelajaran yang kadang tak pernah mereka mengerti untuk apa , mereka menelannya.

Otak mereka pun seperti dipotong-potong menjadi bagian demi bagian untuk setiap mata pelajaran. Potongan-potongan yang tak tersambung dan tak disambung dalam sebuah korelasi keilmuan yang membuat menjadi lebih bermakna.

2 komentar:

Nadia K. Putri mengatakan...

banyak sekali pak, teman-teman saya yang berubah menjadi pengeluh dan kelelahan karena terlalu banyak les dalam seminggu. mereka melarikan diri ke ekskul setelah pulang sekolah.

bagaimana kabar bapak?

hidayatraharja.blogspot.com mengatakan...

alhamdulillah kabarku baik-baik saja.Kapan UTS, di sumenep mulai tanggal 26 Maret.