Translate

Selasa, 29 Januari 2013

KITA HARUS BERANI BERBEDA

: Mengenang Mas Hardjono WS
Berita wafatnya mas Hardjono WS tanggal 23 januari 2013 mengejutkanku, karena aku baru tahu kabar kematiannya dari tulisan mas Henry Nurcahyo di ruang putih Jawa Pos pada hari minggu (27 Januari 2013). Kabar meninggalnya Mas Har (seperti biasa dia dipanggil), pelukis, tokoh teater anak, cerpenis, penulis novel dan penulis naskah drama dan beberapa karyanya sempat memenangkan penghargaan baik di tingkat nasional mau pun internasional. Meninggalnya mas Hardjono, mengingatkan kembali perkenalan dengan dia dan pembicaraan-pembicaraan dengannya yang penuh rasa humor. Bagaimana dia menceritakan tentang sebuah kerja proses kreatif,dan menjadikan berbeda dengan yang lain.
Waktu itu mas Har datang ke Sumenep bersama dengan mas Asri Nugroho dan Saiful Hadjar. Ya, mas Asri mengajak jalan-jalan dengan membawa mobil carry yang baru dibelinya. Mereka langsung menjemputku ke tmepat kos. Maka, aku mohon ijin dulu ke tempat kerja untuk tidak melaksanakan tugas. “Mas, aku ada jam mengajar mau minta ijin tidak melaksanakan tugas?”
“Aku juga ngajar, datang ke Sumenep untuk menemuimu dan ditemani menuju ke Pasongsongan, lalu ke Batang-batang,” jawab mas Har sambil tersenyum.
“IyaMas Har, aku akan temani kemana pergi!”
Di pasongsongan kami ke  rumah penulis Em Saidi Dahlan. Kami dihidangi bakaran ikan segar. Ikan yang baru tiba dari laut. Dan kebetulan rumah kawan Saidi berdekatan dengan pantai.
Hari itu aku berangkat ke Pasongsongan bersama Mas Nug (Asri Nugroho), Saiful Hadjar, Mas Har,dan Syaf Anton Wr. Sepanjang perjalanan banyak cerita yang dilontarkan MAs Har. Beberapa cerita mengenai lelucon orang Madura. Disela cerita humor yang dilontarkannya, di tangannya potogan kertas memanjang dan pulpen membuat goresan-goresan sketsa ilustratif.
Sepanjang jalan dia bercerita bagaimana, dia menggali ide dan merangsang proses kreatifnya,hingga suatu ketika dengan mesin ketik manual Mas Har menulis naskah di sekitar jalan Karangmenjangan. Menulis naskah ditengah keramaian.
Dua hal yang takdapat aku lupakan adalah pertama, mengenai kecintaannya pada dunia anak-anak dan pendidikan dunia anak. Suatu ketika Mas Har mendatangi suatu Taman Kanak-kanak di daerah Mojokerto untuk memberikan pelajaran menggambar. Dia memberikan kebebasan kepada anak-anakitu untuk menggambar apa saja yang disenangi. Ditengah kesibukan menggambar ada seorang anak yang mengacungkan tangan.”Ada Apa ?”tanya Mas har.
“Boleh menggambar pak Guru?” tanyanya polos.
“O, boleh, boleh silahkan menggambar pak guru.”
Mualailah anak itu menggambar. Menurutnya,anak itu menggambar mas Har yang tengah berdiri didepan mereka dengan berkacak pinggang. Anak itu menggambar dengan senang hati dan menggoreskan pensil yang dipegangnya.Ketika gambar itu selesai,terlihatlah pak guru (mas Har) bersama dengan dua ibu guru yang ada disebelahnya. Dalam gambar itu tangan Mas Har terlihat panjang sebelah. Gambar tiu diserahkan kepada bu Guru. Melihat gambar yang ada di hadapannya bu guru menegur si anak,” tidak boleh menggambar pak guru dengan panjang tangan sebelah.tangan pak guru kan panjangnya sama.”
Si anak hanya bengong mendengar celoteh bu guru. Sementra mas Har, hanya tersenyum dan meminta kepada bu guru untuk membiarkan anak mengurai imajinasinya. Anak itu tersenyum karena ada yang membelanya. Menghargai karya anak,jauh lebih penting dan berharga daripada mencela yang akan mematikan kreativitasnya.
Kedua,yang aku kenang adalah mengenai “Keberbedaan”. Ya, mengenai “beda” diri kita dengan orang lain adalah sebuah identitas yang membedakan kita dari lain orang,dan menunjukkanjati diri kita. Karenanya kita harus berani berbeda,sehingga orang lain tidak bingung melihat diri kita.Sebuah penanda dalam diri. Identitas yang berbeda dengan orang lain. Kita harus bernai untuk menyatakan dirikita berbeda dan tidak sama dengan orang lain. Diri kita memiliki identitas dan sekecil apa pun mesti ada bedanya dengan orang lain.
Hal ini dipertegas ketika sampai di Batang-batang  di rumah D Zawawi Imron. Sepring soto Batang-batang yang disajikan tuan rumah menjadi sarapan pagi. “Ini soto Batang-batang, silahkan dinikmati,” hatur tuan rumah. Mas har tersenyum mengucapkan terimakasih, dan menyantap soto. Yat, ini bedanya meski sama-sama soto karena dibuat di Batang-batang, maka dinamakan soto Batang-batang. Pada hal kalau dilihat bahanya tak jauh berbeda dengan soto surabaya, Mojokerto;  kupat, bihun,kuah,keratan daging, bumbu.  Hanya tempat pebgolahannya berbeda makaini dikenalkan sebagai soto Batang-batang.
Betapa peting sebuah identitas yang menyatakan sebuah eksistensi, menjadi dikenal orang, meski pada mulanya tersembunyi. Pelajaran yang sangat berharga untuk beranimenyatakan berbeda untuk sebuah eksistensi yang meneguhkan keberadaan kita berbeda dengan orang lain.
Tak terasa kenangan ini mengambangkan peristiwa dua puluh tahun yang lalu. Saat Mas Hardjono masih sehat, gesit,dan produktif menulis dan melukis dan bermain drama. Saat mas Har berpetualang dan berbagi dengan teman-temannya seperti aku yang ada di ujung timur pulau Madura. Selamat jalan mas Har! Semoga Allah mengampuni segala dosa dan menerima segala amalan baik dengan imbal pahala berlipatganda. Innaalillahi Wa Innaa Ilaihi Raji’uunn. (Hidayat Raharja)

Tidak ada komentar: