: Mengenang Mas Hardjono WS
Berita wafatnya mas
Hardjono WS tanggal 23 januari 2013
mengejutkanku, karena aku baru tahu
kabar kematiannya dari tulisan mas Henry Nurcahyo di ruang putih Jawa Pos pada hari minggu (27 Januari 2013). Kabar meninggalnya Mas
Har (seperti biasa dia dipanggil),
pelukis, tokoh teater anak, cerpenis, penulis novel dan penulis naskah drama
dan beberapa karyanya sempat memenangkan penghargaan baik di tingkat nasional mau
pun internasional. Meninggalnya mas Hardjono, mengingatkan kembali perkenalan
dengan dia dan pembicaraan-pembicaraan dengannya yang penuh rasa humor.
Bagaimana dia menceritakan tentang sebuah kerja proses kreatif,dan menjadikan
berbeda dengan yang lain.
Waktu itu mas Har datang ke Sumenep bersama dengan mas
Asri Nugroho dan Saiful Hadjar. Ya, mas Asri mengajak jalan-jalan dengan
membawa mobil carry yang baru dibelinya. Mereka langsung menjemputku ke tmepat
kos. Maka, aku mohon ijin dulu ke tempat kerja untuk tidak melaksanakan tugas.
“Mas, aku ada jam mengajar mau minta ijin tidak melaksanakan tugas?”
“Aku juga ngajar, datang ke Sumenep untuk menemuimu
dan ditemani menuju ke Pasongsongan, lalu ke Batang-batang,” jawab mas Har
sambil tersenyum.
“IyaMas Har, aku akan temani kemana pergi!”
Di pasongsongan kami ke rumah penulis Em Saidi Dahlan. Kami dihidangi
bakaran ikan segar. Ikan yang baru tiba dari laut. Dan kebetulan rumah kawan
Saidi berdekatan dengan pantai.
Hari itu aku berangkat ke Pasongsongan bersama Mas Nug
(Asri Nugroho), Saiful Hadjar, Mas Har,dan Syaf Anton Wr. Sepanjang perjalanan
banyak cerita yang dilontarkan MAs Har. Beberapa cerita mengenai lelucon orang
Madura. Disela cerita humor yang dilontarkannya, di tangannya potogan kertas
memanjang dan pulpen membuat goresan-goresan sketsa ilustratif.
Sepanjang jalan dia bercerita bagaimana, dia menggali ide
dan merangsang proses kreatifnya,hingga suatu ketika dengan mesin ketik manual
Mas Har menulis naskah di sekitar jalan Karangmenjangan. Menulis naskah
ditengah keramaian.
Dua hal yang takdapat aku lupakan adalah pertama,
mengenai kecintaannya pada dunia anak-anak dan pendidikan dunia anak. Suatu
ketika Mas Har mendatangi suatu Taman Kanak-kanak di daerah Mojokerto untuk
memberikan pelajaran menggambar. Dia memberikan kebebasan kepada anak-anakitu
untuk menggambar apa saja yang disenangi. Ditengah kesibukan menggambar ada
seorang anak yang mengacungkan tangan.”Ada Apa ?”tanya Mas har.
“Boleh menggambar pak Guru?” tanyanya polos.
“O, boleh, boleh silahkan menggambar pak guru.”
Mualailah anak itu menggambar. Menurutnya,anak itu
menggambar mas Har yang tengah berdiri didepan mereka dengan berkacak pinggang.
Anak itu menggambar dengan senang hati dan menggoreskan pensil yang
dipegangnya.Ketika gambar itu selesai,terlihatlah pak guru (mas Har) bersama
dengan dua ibu guru yang ada disebelahnya. Dalam gambar itu tangan Mas Har
terlihat panjang sebelah. Gambar tiu diserahkan kepada bu Guru. Melihat gambar
yang ada di hadapannya bu guru menegur si anak,” tidak boleh menggambar pak
guru dengan panjang tangan sebelah.tangan pak guru kan panjangnya sama.”
Si anak hanya bengong mendengar celoteh bu guru.
Sementra mas Har, hanya tersenyum dan meminta kepada bu guru untuk membiarkan
anak mengurai imajinasinya. Anak itu tersenyum karena ada yang membelanya.
Menghargai karya anak,jauh lebih penting dan berharga daripada mencela yang
akan mematikan kreativitasnya.
Kedua,yang aku kenang adalah mengenai “Keberbedaan”.
Ya, mengenai “beda” diri kita dengan orang lain adalah sebuah identitas yang
membedakan kita dari lain orang,dan menunjukkanjati diri kita. Karenanya kita
harus berani berbeda,sehingga orang lain tidak bingung melihat diri kita.Sebuah
penanda dalam diri. Identitas yang berbeda dengan orang lain. Kita harus bernai
untuk menyatakan dirikita berbeda dan tidak sama dengan orang lain. Diri kita
memiliki identitas dan sekecil apa pun mesti ada bedanya dengan orang lain.
Hal ini dipertegas ketika sampai di Batang-batang di rumah D Zawawi Imron. Sepring soto
Batang-batang yang disajikan tuan rumah menjadi sarapan pagi. “Ini soto
Batang-batang, silahkan dinikmati,” hatur tuan rumah. Mas har tersenyum
mengucapkan terimakasih, dan menyantap soto. Yat, ini bedanya meski sama-sama
soto karena dibuat di Batang-batang, maka dinamakan soto Batang-batang. Pada
hal kalau dilihat bahanya tak jauh berbeda dengan soto surabaya,
Mojokerto; kupat, bihun,kuah,keratan
daging, bumbu. Hanya tempat
pebgolahannya berbeda makaini dikenalkan sebagai soto Batang-batang.
Betapa peting sebuah identitas yang menyatakan sebuah
eksistensi, menjadi dikenal orang, meski pada mulanya tersembunyi. Pelajaran
yang sangat berharga untuk beranimenyatakan berbeda untuk sebuah eksistensi
yang meneguhkan keberadaan kita berbeda dengan orang lain.
Tak terasa kenangan ini mengambangkan peristiwa dua puluh
tahun yang lalu. Saat Mas Hardjono masih sehat, gesit,dan produktif menulis dan
melukis dan bermain drama. Saat mas Har berpetualang dan berbagi dengan
teman-temannya seperti aku yang ada di ujung timur pulau Madura. Selamat jalan
mas Har! Semoga Allah mengampuni segala dosa dan menerima segala amalan baik
dengan imbal pahala berlipatganda. Innaalillahi Wa Innaa Ilaihi Raji’uunn.
(Hidayat Raharja)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar