Translate

Rabu, 01 Juli 2015

“Anak Manja” – Jharan Kenca’ di Pantai Lombang

Si "Anak Manja"
Lombang pagi hari . Matahari sejuluran tangan menerangi pasir pantai. Daunan cemara udang berisik ditiup angin tenggara. Tarian ombak berbaur dengan angin menimbulkan suara  gedebur  berpecahan di pasir pantai. Pagi yang tenang, tak banyak orang berkunjung hari ini. Barangkali karena bulan puasa. Tapi di sudut kiri terlihat seorang perempuan dengan anak gadisnya tengah berbincang dengan pemilik kuda yang menawarkan jasa di kawasan pantai ini.
Saya menikmati kesiur angin kencang dan gedebur ombak  berdebar-debar. Suara nyanyian pantai di pagi hari.N yanyian puitikal yang berbaur antara angin, ombak dan kemeresak ranting cemara udang. Aida, Tania dan Elok melepaskan alas kakinya. Mereka berlari ke arah pantai menyambut ombak membasahi kakinya.  Terdengar tawa mereka dari jarak yang agak jauh. Tawayang lepas di antara tumpukan tugas yang selalu menggandoli sepanjang waktu.
Lelaki tua itu datang menuntun seekor kuda  berwarna coklat kehitaman. Kuda yang bersih dan rambutnya terpotong rapi.Langkahnya anggun mengiringi tuan yang ada didepannya.
            “Naik kuda,Pak” sapa lelaki itu mendekat.
            “Tidak Pak, saya nagntar anak-anak itu berlibur.”
            “nanti, kalau anak-anak bapak mau naik  kuda, pakai jasa kuda saya,ya?!” pintanya sambil mengelus kudanya. Kuda berdehem seakan mengerti perasaan tuannya.
            Dibelakang saya datang lagi seekor kuda dengan tuannya. Tiga ekor uda sudah ada di tepian pantai. Kuda-kuda itu bernaung di bawah kerindangan cemara udang.
            “Sepi,Pak?” tanya saya membuka pembicaraan kembali.
            “Ya, bulan puasa. Tapi, masih ada yang datang dan menggunakan jasa kuda untuk mengitari pantai”
            Tengah asyik bercakap, seorang tukang kuda menuju ke arah pantai mendekati tiga anak-anakku yang tengah bermain-main dengan ombak.  Dari tempat saya duduk, terlihat tukang kuda itu tengah menawarkan jasa untuk menunggang kuda.  Tania naik ke atas kuda. Terdengar tawanya riang dan  Aida mengmabilkan gambarnya tengah naikkuda.
            “Pak, sampeyan kesana, merekanaik kuda.” Pintaku pada lelaki  di dekat saya. Dia beranjak menuntun kudanya dan saya memanggil Aida untuk menunggang kuda yang baru mendekat ke arahnya. Raut lelaki tua itu senang. Ini adalah jasa pertama di hari ini.
            Tania,Elok dan Aida menunggang kuda yang tali kekangnya dipegang tuannya. Saya dapat tugas untuk mengabadikan mereka. Takada pilihan lain karena arah mereka menentang sinar matahari, maka gambar siluet yang terbentuk. Mereka bergerak menjemput matahari dan semakin jauh dari tempat saya berdiri.
            Sepi. Hanya gemuruh ombak berkejaran ke arah pantai dan angin tenggara yang kencang. Tiga kuda dan penunggangnya kembali dari arah timur dan saya berjalan menuju ke tempat berteduh. Terdengar para pemilik kuda itu menceritakan kudanya.
            Tiga anakku puas  menunggang kuda. Para pemilik kuda mempersilahkan untuk mengambil gambar, buat kenang-kenangan. Bahkan mereka tidak keberatan untuk diambil gambar berpose dengan kudanya. Aida mengeluarkan dompet dan membayar jasa naik kuda Rp. 30.000 untuk bertiga.Tiap orang sepuluh ribu.Harga yang sangat murah tak sebanding dengan layanan yang mereka berikan.
            “tiap hari,mangkal di sini pak?”
            “ Ya, saban hari. Daripada di rumah tiduran. Kalau bulan-bulan biasa hari minggu seperti saat ini banyak pengunjung yang datang dan menggunakan jasa naik kuda. Ini bulan puasa, sepi.” Terang salah seorang di antara mereka.
            “Ayo, Bapak naik kuda saya. Ambil gambar buat kenang-kenangan.” Pinta salah seorang tukang kuda yang perawakannya tinggi kurus,dan berkumis.Lelaki yang terlihat gagah dan periang, dengan senyum selalu terlempar dari selabibirnya.
            “terimakasih, bapak.” Jawab saya sambil membalas senyumnya.
            “Tidak, bapak harus mau. Tidak usah membayar. Ayo,naik dan foto untuk kenang-kenangan. Bisa ditaruh di layar ponsel.” Lelaki itu tersenyum dan menyiapkan kudanya di hadapan saya dan dengan menggunakan bangku taman untuk  pijakan saya menunggang kuda. Aida mengambil gambar dengan menggunakan kamera milikTania.
            Lelaki pemilik kuda itu riang dan tersenyum lebar sambil memberi tahu saya untuk melenturkan tubuh mengikuti arah gerakan tubuh kuda.  Ini kali kedua saya ada di punggung kuda. Pertama ketika masih kelas empat SD menaiki punggung kuda milik Sidik. Kuda yang biasa dipergunakan untuk manarik dokar mengangkut penumpang yang akan berbelanja ke pasar Omben.
            Saya kembali duduk di kursi  beton taman. Lelaki itu pamit untuk menambatkan kudanya di arah barat. Namun sebelum meninggalkan  saya  lelakiitu melakukan atraksi menarik dengan memegang kendali kuda dan menariknya dengan cara tertentu  kuda itu manari melenggok-lenggokkan tubuh dan menagangkat kaki (akenca’). Gerakan seperti menari. Saya kaget, ternyata kuda yang ada di hadapan saya adalah jenis ”Kuda Kenca’” kuda yang terlatih untuk menari sesuai dengan permintaan tuannya.  Kuda itu bergerak menjauh dengan gerakan tubuh yang lentur dan gemulai.
*******
           
Lelaki Tua yang Ramah
Aida,Tania, dan Elok kembali dengan keasyikkannya menjauh menyusuri hutan cemara dan foto-foto. Sesekali terdengar suara mereka tertawa menretwakan diri sendiri yang berlagak model profesional  yang tengah melakukan pengambilan gambar.
            Dari arah sudut datang lagi lelaki tua dengan menuntun kudanya baju engan panjang dengan kancing seluruhnya terbuka. Terlihat kaos yang bergambar dua calon kepaladaerah di dadanya. Topi laken hitam dan celana pendek selutut. Di belakangnya seekor kuda bergerak mengikutinya.
            Lelaki tua, rautnya bulat dan kerutan-kerutan di wajahnya  memahat waktu yang hinggap di tubuhnya. Ketuaannya terlihat dari giginya yang mulai tanggal. Bila tertawa terihat seluruh gigi serinya telah habis. Sesekali  terdengar dengus nafasnya tersengal.
            “ Tidak mau nunggang kuda, Pak?”
            “ Tidak,  pak terimakasih.”
            “Kuda milik sendiri, Pak?”
            “Ya, Pak. Saya punya empat ekor kuda.  Semuanya kuda kenca’. Ini yang saya bawa  “Si Anak Manja”. Sesuai dengan namanya kuda ini selalu ingin dimanja. Selalu minta diperhatikan. Bahkan kadang kalau tak disambangi ke kandangnya di malamhari,dia akan lepas dari kandang.”  Cerita lelaki tua itu sambil mengelus-elus tubuh kudanya.
            “ Empat kuda dioperasikan semua,Pak?”
            “Ya, mempekerjakan orang lain dengan bagi hasil. Jika sehari dapat seratus ribu, maka saya sebagai pemilik kuda mendapat bagian lima puluh ribu rupiah. Tapi sekarang lagi sepi, Pak. Nanti setelah lebaran baru akan ramai tanggapan.”
            “Tanggapan apa, Pak?” saya tak mengerti apayang dimaksud tanggapan.
           “Ya usah hari raya idul fitri,  biasanya banyak yang punya hajat menanggap “ jharan kenca’”. Lumayan, Pak. Satu kuda untuk melakukan atraksi di tempat hajatan honornya Rp.550.000. Biasanya kalau hajatan sepeti itu mengundang tiga ekor kuda.”
            Sampai saat ini menurut lelaki tua itu masih ada yang menanggap “Jharan Kenca’”; Hajat  mantenan, sunatan di beberapa desa di wilayah Sumenep. Raut lelaki itu terlihat ceria saat menceritakan tanggapan yang didatanginya di beberapa desa di kecamatan lain. Konon, menurutnya Si Anak Manja dibelinya tiga tahun yang lalu seharga 12 Juta rupiah.tetapi saat ini sudah ditawar dengan harga 20 juta rupiah.
            Kuda yang bagus, bersih, dan ramah. Lelaki itu pula mengisahkan untuk kuda-kudanya ia memberikan rumput pilihan. Rumput gajah. Jika musim kemarau seperti sekarang, makanannya adalah tabungan rumput yang telah dikeringkan sebagai cadangan makanan yang telah dipersiapkan.
            “Dilatih sendiri kudanya,Pak?”
            “Tidak Pak. Pelatihnya, tadi yang minta Bapak naik kudanya. Dia salah satu pelatih “Jharan Kenca’” yang cukup dikenal di kawasan ini.”
            Lelaki tua itu kemudian pamit meninggalkan saya mau menawarkan jasa pada sepasang pengunjung yang baru datang di kawasan pantai. Jika anda sempat berkunjung ke pantai Lombang, jangan lupa naik kuda, sebab dengan naik kuda para pemelihara Jharan Kenca’ punya penghasilan tambahan. Bila ada penghasilan tambahan mereka akan semangat memelihara kudanya, dan dengan demikian anda turut menyelamatkan tradisi “Jharan Kenca’” yang ada di kabupaten Sumenep.      Lombang, 28 Juni 2015. (Hidayat Raharja)

Tidak ada komentar: