Oleh: Hidayat Raharja|Pendidik, Pelaku
Kebudayaan
Sudah berjalan dua bulan pelaksanaan kurikulum 2013
di berbagai sekolah. Berbagai hal menarik menjadi pengalaman
guru pengampu
mata pelajaran, khususnya di luar mata pelajaran
Sejarah, Matematika dan Bahasa Indonesia di bangku SMA. Selain ke tiga mata
pelajaran tersebut belum ada buku pegangan guru dan buku pegangan siswa, juga
tidak ada guru pendamping saat pembelajaran di dalam kelas sebagaimana yang
dijanjikan. Tidak adanya buku pegangan guru yang dijanjikan oleh Kementerian,
dan juga guru pendamping, memiliki pengaruh yang amat besar terhadap
keberhasilan penerapan kurikulum 2013.
Hampir semua
guru yang sudah mendapatkan pembekalan kurikulum di provinsi Jawa Timur masih
mengalami kebingungan untuk menerapkan kurikulum 2013. Mereka masih gagap untuk melaksanakan
pembelajaran proses sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan kurikulum. Mereka merasa belum cukup mendapatkan bekal
dalam upaya merubah pola pembelajaran dari yang telah mereka lakukan. Sementara
guru pendamping yang diharap bisa membimbing mereka sampai saat ini belum
melakukan pendampingan.
Menurut
informasi pengawas sekolah yang telah mendapatkan pelatihan di provinsi Jawa
Timur, mereka akan dijadikan pendamping guru mata pelajaran khususnya mata
pelajaran Bahasa Indonesia, Sejarah dan Matematika. Dengan demikian dapat
dipastikan pengawas sekolah yang menjadi guru pendamping tidak semuanya sesuai
dengan mata pelajaran guru yang didampingi.
Persoalan yang sangat menarik untuk ditelaah ? Juga terhadap guru mata
pelajaran selain matematika, sejarah dan Bahasa Indonesia masih belum ada buku
pegangan guru dan pegangan siswa sebagai buku pokok dalam pembelajaran.
Apakah dengan kondisi di lapangan semacam
ini, kurikulum 2013 akan berhasil
dilaksanakan?
Keberadaan
guru pendamping, mutlak diperlukan bagi semua mata pelajaran yang diampukan
dalam kurikulum 2013. Pendampingan terhadap guru pengajar mutlak diperlukan
karena akan menjadi partner dalam pembelajaran sehingga bisa membantu guru
pengajar keluar dari mindset lama,
kebiasaan guru mendominasi pembelajaran ke bentuk pembelajaran yang berpusat kepada siswa.
Upaya guru
pengajar untuk belajar mengubah mindset
dengan membuang kebiasaan lama bukan merupakan hal mudah. Rasa nyaman dengan
cara-cara lama telah menjadikan kebiasaan bagi guru bahwa apa yang telah
dilakukan bisa membantu siswa belajar. Keluar dari zona nyaman tidak semua guru
bisa melakukan sehingga bantuan dan dorongan dari guru pendamping sangat
dibutuhkan. Betapa galaunya guru ketika akan masukkelas, karena khwatir apakah
yang dilakukan telah memenuhi kegiatan proses belajar yang berorientasi kepada
siswa dan sudah mengimplementasikan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang
telah ditetapkan.
Kebiasaan
murid dicekoki informasi adalah persoalan lain yang akan membuat pembelajaran
proses menjadi sesuatu yang menarik. Sebab,sangat terbuka kemungkinan apa yang
direncakan guru dengan sebaik-baiknya terhambat saat memasuki ruangan kelas,
karena murid yang belum terbiasa dengan pola seperti yang direncanakan.
Persoalan ini
menjadi tanda tanya bagi sebagian guru sebab adanya tambahan Kompetensi Inti 1; ”Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya” dan Kompetensi 2: berhubungan
dengan sikap menghayati dan mengamalkan dalam perilaku adalah hal baru. Kedua
hal tersebut secara eksplisit tercantum dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi
Dasar dan secara implisit harus diaplikasikan dalam pembelajaran. Tuntutan
kompetensi ini mengharuskan guru sebagai fasilitator juga sebagai pengelola
pembelajaran di dalam kelas bisa megamalkan dan menunjukkan sikap sebagai mana
yang harus ditumbuhkan di dalam diri siswa.
Pada masa
penyelenggaraan kurikulum 1984 dan 1994 upaya untuk menghayati ajaran
agamamelalui bidan studi, ada sebuah program dan pelatihan imtak terhadap guru
bidang studi. Diterbitkan silabus yang memaparkan hubungan antara Imtak
(Keimanan dan Ketaqwaan) dengan Iptek
(Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Setiap tahun ada kompetisi
pembelajaran Imtak dan Iptek yang diselenggarakan oleh kantor Menteri
Pendidikan untuk seluruh mata pelajarannon Agama untukseluruh guru di wilayah
Republik Indonesia. Namun sayang, program ini hilang tanpa pernah ada hasil evaluasi
yang dipublikasikan.
Berkenaan
dengan tuntutan dalam kompetensi yang harus dikuasai siswa dan juga perubahan mindset dalam pembelajaran sudah
seharusnya keberadaan guru pendamping bisa memberikan bimbingan dan
pendampingan terhadap guru mata pelajaran. Dengan demikian lebih tepat jika
guru pendamping juga berasal dari guru atau pengawas yang mengampu mata
pelajaran sejenis. Namun hal ini sangat tidak memungkinkan dengan keterbatasan
jumlah pengawas dan belum adanya pengawas bidang studi di setiap kabupaten.
Pengawas bidang studi mendampingi guru bidang studi akan terasa lebih pas, sebab lebih memahami karakter
bidang studi dan muatan materi serta kebutuhan strategi dan metode dalam
penyampaiannya.
Namun, jika tidak juga dilakukan atau hanya dilakukan sekadar memenuhi tuntutan kebutuhan tanpa mempertimbangkan keberhasilan dan produktifitasnya, maka tidak berlebihan jika apa yang digelisahkan oleh para pemerhati pendidikan bahwa kurikulum 2013 hanyalah sebuah proyek politik yang mengorbankan guru, peserta didik, dan dunia pendidikan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar