Sebelum masuk kelas saya menyiapkan
lembar kerja siswa yang akan dipergunakan untuk pembelajaran, Namun pada saat
mau ngeprint, mesin printernya dipergunakan kawan guru matematika yang tengah
menyiapkan materi “logaritme” yang akan dipergunakan pagi itu. Sambil menunggu hasil print kami bercakap mengenai pengalaman di dalam kelas sehubungan dengan pelaksanaan kurikulum 2013. Kami
bercerita mengenai tantangan yang ditemukan dalam kelas. Dia bercerita kalau
butuh kesipan dan ketelatenan untuk mengajak anak berproses. Bahkan, perlu banyak memberikan pujian sehingga anak
termotivasi dan tetap fokus dalam belajar.
Salah satu tantangan yang sangat menarik adalah saat siswa
mengkomunikasikan hasil belajarnya. suasana kelas menjadi hidup, selain karena
ingin menyampaikan hasil diskusi, ada sebagian lagi memperolokkan teman yang
menyampaikan hasil diskusi. Ya, mereka menertawakan temannya karena bisa
menjawab permasalahan dan menyampaikannya dengan baik di depan kelas. Cibiran
ini muncul, karena biasanya si anak tidak pernah bisa menjawab dengan baik, dan
mendapatkan pujian dari guru.
“Ya, pasti saja bagus dan benar jawaban yang disampaikan, kan
sudah baca buku?” celoteh di antara mereka yang kadang membuat kurang enak bagi
teman yang lain.
Kondisi semacam ini kadang ditingkahi dengan tawa berderai
oleh seisi kelas, sehingga anak yang baru menyampaikan pendapat menjadi malu di
depan kelas.
Situasi semacam ini muncul, karena umumnya tertanam dalamdiri
anak,bahwa kalau sesorang itu tidak bisa menjawab atau menyelesaikan masalah
biologi, maka selama belajar seseorang itu tidak bisa mengusai pelajaran
biologi. Asumsi semacam ini banyak tertanam dalam diri anak, sehingga perlu
untuk selalu diingatkan dimotivasi sehingga bisa menerima keberadaan orang lain
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Di lain waktu, kadang diskusi kelas kurang hidup, banyak
peserta pasif dan bahkan kurang bergairah, sebab sebelumnya mereka terbiasa
dengan menerima konsep tanpa melalui proses penyampaian materi melalui
pendekatan Scientific. Kondisi
semacam ini ternyata juga banyak
dikeluhkan kawan guru yang lain.
Inilah sebenarnya tantangan yang amat menarik, ketika buku pegangan yang dijanjikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tak kunjung ada dan tidak diperkenankan
untuk menggunakan buku yang beredar di pasar karena tidak sesuai dengan
kurikulum 2013. Tantangan bagi guru untuk
menyiapkan materi dan mengajak peserta didik untuk menggali data
dan informasi sehingga bisa menemukan
konsep yang tengah dipelajarinya. Tantangan semacam ini membutuhkan persiapan
yang matang dan kesungguhan, sehubungan juga dengan kebiasaan belajar siswa di
tingkatan sebelumnya.
Bagi guru apa yang dilakukannya merupakan sebuah upaya untuk
memenuhi tuntutan yang diinginkan dalam perubahan kurikulum, sekaligus berupaya
untuk mengubah mindset memasuki era
baru pembelajaran yang lebih terbuka, dinamis, dan demokratis. Upaya ini akan
lebih efektif jika guru di dalam kelas
didampingi oleh guru pendamping untuk membantu mengatasi kekurangan-kekurangan
yang ditemukan guru di dalam pembelajaran. Guru pendamping sebagai patner guru
dalam pembelajaran, bukan mengawasi guru mengajar sehingga dengan posisi
sebagai patner pendamping bisa membantu guru meningkatkan kualitas dan
efektivitas pembelajaran.
Guru pendamping yang dibutuhkan adalah guru pendamping dari
mata pelajaran sejenis, sehingga pendampingan dan pembimbingan bisa bersifat
komprehensif baikmenyangkut teknis dalam pembelajaran mau pun terhadap
penguasaan dan pengembangan materi yang diajarkan. JIka ini yang terjadi akan
sangat menarik, guru akan selalu terpacu untuk mengembangkan diri dan
pendamping akan banyak memberikan masukan serta motivasi bagi guru pengajar
baik dalam hal dedaktik-metodik mau pun
dalam hal penguasaan dan pengembangan materi.
Namun impian ini takkan bisa terealisasi dalam jangka pendek, sebab ketergesaan dan
keterpaksaan penerapan kurikulum 2013 tidak disertai dengan penyiapan
seperangkat kebutuhan dan sumber daya manusia, sehingga “sementara” yang
dijadikan pendamping di daerah adalah Pengawas Sekolah bukan pengawas bidang
studi, sebab di daerah kabupaten tidak ada pengawas yang memiliki sertifikat
pengawas bidang studi. JIka pun ada rationya tidak sebanding dengan jumlah guru
mata pelajaran yang ada di daerah.
Kalau pengawas berlatar pendidikan fisika melakukan
pendampingan terhadap guru biologi bisa saja dilakukan kalau hanya menyangkut
kepada teknis pembelajaran di dalam kelas, tetapi menjadi kurang tepat jika
menyangkut pada kedalaman dan pengembangan materi. Tentu keadan ini akan
berpengaruh pula terhadap persoalan teknis sehubungan keunikan dan kekhasan
dari setiap konsep yang disajikan dalam materi biologi. Apalagi satu orang guru
pendamping akan mendampingi guru tiga mata pelajaran yang telah mendapatkan
workshop dan diklat mengenai kurikulum 2013.
Jangan-jangan nasib kurikulum 2013, sama dengan nasib
kurikulum-kurikulum sebelumnya tanpa dievaluasi secara konkret dengan kenyataan
di lapangan tiba-tiba dilenyapkan karena proyeknya sudah berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar