SDN PAseraman I - Arjasa |
Terkenang Kampung Halaman
Sepanjang perjalanan aroma desa
dan kampung di waktu kecil (bagai melintasi
daerah kelahiranku di Omben- Sampang di waktu lampau). Aroma kenangan kembali
bangkit dari memori. Saya seperti
melewati jalan dan kampung-kampung kelahiran
di tahun 80-an. Pandangan yang mengesankan bahwa daerah ini masih belum
tersentuh industrialisasi. Masyarakat masih utuh dengan berbagai kebiasaan yang
terlihat di dalam kehidupan mereka.
Jalanan berlobang bertebaran di
beberapa tempat sehingga terasa lebih lancar lewat laut yang baru dilalui.
Sekitar 15-20 menit mobil yang menjemput kami sampai di suatu halaman kantor “
Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Kecamatan Arjasa “. Sebelah kiri tempat
pengianapan dan sebelahnya kantor UPT
Dinas Pendidikan. Di tempat inilah kami berenam akan bermalam selama tiga hari
untuk melakukan wokrshop Penilaian Kinerja Guru bagi kawan-kawan guru di
Sekolah Dasar. Tempat penginapan yang mulanya adalah rumah dinas Camat Arjasa.
Namun kemudian dialih fungsikan sebagai rumah dinas kepala UPT Dinas Pendidikan
kecamatan Arjasa. Sebuah banguan berukuran
sekitar 6 X 9 Meter dengan tiga ruangan kamar dan sebuah ruang tamu yang
bergabung dengan ruang kelauarga. Saya
kebagian kamar di bagian paling belakang dengan berukuran 3 X 3 meter dengan
jendela I arah utara. Di bagian belakang bangunan ada ruang dapur dan kamar
mandi dengan bak mandi yang berukuran besar.
Saya masuk ke kamar untuk
menaruh tas, dan bersiap siang hari nanti usai shalat dzuhur untuk menghadiri
pembukaan workshop PKG dan PKB. Saya kebagian tugas mengisi materi mengenai
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Usai menaruh tas, saya mengambil
handuk dan perlengkapan mandi. Kamar mandi cukup besar dengan air yang jernih
dan tawar. Air segar mengguyur badan menghilangkan bau lekat angin laut yang
menempel di kulit.
Usai mandi istirahat sambil
ngobrol di ruang tamu membagi jadwal kegiatan yang akan kami lakukan. Ternyata
kegiatan hanya dilakukan siang hari, karena di malam hari kesulitan penerangan
di sekolah yang ditempati pelaksanaan workshop tenaga listriknya kurang
memadai. Maka, diputuskan kegiatan workshop akan dilanjutkan esok pagi sampai
sore hari.
Di meja ruang makan telah
disiapkan makan siang menu lalapan ayam panggang. Sama seperti di kota di daerah ini juga
banyak penjual makanan. Rupanya sajian makan siang kali ini juga dibelikan oleh
tuan rumah,sebab semuanya dikemas dalam kotak steroform. Makan yang nikmat,
sebab pas dengan perut yang tengah kosong. Jeruk manis menjadi penutup yang
menyegarkan.
Sebuah mobil Avanza siap di halaman. Mobil yang akan
mengantar kami dalam kegiatan di Kangean selama tiga hari. Saya dan teman yang lain bersiap berangkat
menuju ke tempat workshop pesertanya dari kecamatan Arjasa dan Kangayan (Pulau
kanean) dan guru-guru dari pulau Sapeken dua jam perjalanan dari Kangean dengan
menggunakan perahyu nelayan, satu-satunya angkutan yang melayani jalur Ajasa –
Sapeken.
Mobil Antar Jemput |
Melewati jalanan menuju
lokasi memori saya bangkit teringat
kampung halaman beberapa puluh tahun silam. Tanah kelahiran tempat saya dilahirkan. Suasana lanskap
dan penghuninya, jalanan banyak yang belum beraspal dan sempit, sehingga kalau
berpapasan dengan mobil lain salah satu harus mengalah mencari lahan kosong
untuk memberi kesempatan yang lain atau bahkan memasuki pekaranagn rumah
penduduk. Jalanan yang menyenangkan karena seluruh memori masa lampau kembali
bangkit. Mobil bergerak menuju jalan kecil yang membelah kampung di kanan-kiri
baliho berukuran besar banyak bertebaran memampang foto para calon legistlatif
yang akan memperebutkan kursi DPRD juga DPR RI. Wajah yang bersih, gagah,
tampan dan tampak berwibawa sebuah produk olahan photoshop sehingga wajah mereka layak bintang.
Melewati jalanan
Kalinganyar yang berdebu dan beberapa ruas
jalannya rusak menunggu perbaikan, akhirnya saya dan kawan-kawan sampai
disebuah lokasi sekolah yang halamannya sangat luas bangunannya terlihat sejuk
dan di halaman depan pohon asam yang rindang seperti menatap setiap ruang kelas
yang berjajar. SDN Paseraman I. Bangunan
sekolah induk yang terlihat bersih dan sejuk terlihat dari luar.
Suara mesin genset nyaring
melengking menandai acara akan segera dimulai. Sekitar seratusan lebih guru
memenuhi ruangan. Mereka adalah utusan dari setiap sekolah yang ada di wilayah
Kangean dan Sapeken. Guru-guru yang telah banyakmemberikan pengorbanan untuk
mengabdikan diri mendidik anak-anak bangsa yang ada di kepulauan. Saya katakan
pengorbanan besar, karena beberapa di antara mereka untuk mencapai lokasi
sekolah harus berjalan kaki selama 2 sampai 3 jam. Jika musim hujan mereka
harus bertarung dengan lumpur tebal yang terhampar di sepanjang jalan. Bila
musim kemarau tiba mereka bertarung dengan terik matahari di sepanjang jalan
gersang berbatu karang.
Pembukaan dilakukan oleh kepala
UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Arjasa – Bapak Drs Armojo,dan dilanjutkan dengan
sesi materi yaitu mengenai kebijakan umum Dinas Pendidikan serta dilanjutkan
dengan materi Penilaian Kinerja Guru (PKG). Susana jadi agak riuh ketika mereka
mengetahui informasi mengenai aturan penilaian kinerja guru dan pengajuan kenaikan
pangkat. Mereka merasa sulit untuk bisa memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan. Namun mereka harus menerima karena merupakan kewajiban yang harus
dipatuhi. Mereka datang memenuhi panggilan sebab sebagian besar dari mereka
sudah berumur karena memang persyaratan untuk menjadi penilai PKG mereka adalah
guru senior di sekolah.
Pukul setengah lima sore,
kegiatan workshop dihentikan. Beberapa kawan guru masih duduk ngobrol bersama.
Namun saya dikejutkan dengan salah seorang guru yang mendekat dan bersalaman
menyebut nama saya setengah bertanya,;
”Pak Hidayat?!”
“Engghi!” jawab saya menggunakan bahas Madura halus.
“Maaf pak, jangan pakai bahasa
halus. Saya Sudarman murid bapak ketika SMA tahun 90-an.” Dia mengambil duduk di dekat saya.
Kami kemudian banyak ngobrol
masa lalu. Masa-masa tahun 90-an di Sumenep saat dia masih SMA. Ditanyakan nya
beberapa orang guru yang pernah mengajarnya. Sebagian ada yang sudah pensiun
dan kembali ke tanah Jawa dan sebagian lagi telah berpulang keharibaan Ilahi.
Kami ngobrol panjang lebar,dan dia menceritakan kalau sudah menjadi Kepala
Sekolah Dasar yang saat ini ditempati
wokrshop. Dia mengajak saya dan kawan pemateri yang lain besok malam untuk
makan malam di rumahnya. Saya berjanji akan mendatanginya jika teman yang lain
juga berkenan.
Saya mohon pamit karena mobil
antar jemput sudah datang dan dia kembali mengingatkan untuk makan malam
bersama besok malam. Saya tinggalkan halaman sekolah yang lapang bersamasinar
matahari yang condong ke barat dengan warna kuning keemasan. Cahaya yang
menimbulkan bayang-bayang pohon di sore hari. Di Mobil saya hanya bertiga sebab
teman yang lain ada yang dibonceng sepeda motor oleh panitia setempat dan
seorang lagi mengunjungi keluarganya.
Malam Pertama.
Jam lima sore listrik menyala.
Saya cek isi batere laptop masih tinggal separuh, cukup untuk digunakan saat
presentasi besok pagi, namun batere ponsel tinggal satu strip,minta dicharge. Saya lihat teman-teman yang lain
berebutan colokan listrik karena tenaga batere handphonenya telah habis.
Saya baru sadar kalau listrik menjadi sangat berarti bagi para pengguna
peralatan digital, sementara di sini listrik hanya menyala di sore pukul 17.00
hingga pagi pukul 05.00. Pagi sampai sore berikutnya listrik padam. Saya
mengalah menunggu semua sudah selesai menambah tenga baterenya,sekitar tengah
malam. Tubuh terasa lelah karena tidak istirahat siang. Saya berencana setelah
makan malam akan beristirahat sehingga besok pagi tubuh kembali fit untuk
melakukan presentasi.
“Makan malam, nanti di rumah makan, sebelah
timur alun-alun kecamatan,” terang pak Sariful ketua rombongan.
“menu apa,Pak?” celetuk salah
seorang teman.
“Terserah, ada pilihan
macam-macam; ikan laut, daging, ayam goreng
tersedia juga disitu.”
Usai salat isyak sebagian naik
mobil antar jemput dan sebagian lagi dibonceng sepeda motor menuju lokasi rumah
makan. Melewati lapangan sepakbola yang merupakan aktivitas penduduk di pagi
dan sore hari. Di sebelahnya rumah makan yang dituju. Rumah makan dengan
bangunan bambu yang artistik dan estetik. Seperti rumah makan yang ada di kota
besar. Ada meja kursi bagi yang ingin duduk formal namun juga tersedia panggung
yang tak terlalu tinggi (sekitar 40 cm) untuk mereka yang ingin lesehan.
Kawan-kawan memilih menu olahan laut; kepiting, udang, cumi dan kakap. Tiga
yang disebut pertama saya berpantang karena kandungan kolesterolnya tinggi.
Tapi tak ada pilihan lain saya memilihnya juga walau hanya sepotong tapi tidak,
untuk kepiting. Es jeruk jadi penutup
makan malam. Sajian yang khas Cumi, udang, kepiting dan kakap ukuran besar.
Sajian yang membuat benar-kenar perut jadi kencang sepertinya tak ada ruang lagi
buat sisa udara.
Selesai makan saya dan
beberapa teman memilih berjalan kaki ke tempat penginapan. Selain ingin melihat
suasana malam di sekitar pusat kecamatan Arjasa, juga untuk melonggarkan perut
yang kenyang sehingga bisa tidur nyaman. Suasana yang ramai namun tidak gaduh.
Beberapa penjual makanan mengelilingi lapangan. Agak ke sudut sebuah masjid
jamik megah berdiri berwarna hijau keemasan. Sebuah gedung olah raga – lapangan
bulu tangkis indoor cukup besar. Fasilitas umum yang mampu
melahirkan atlet bulutangkis yang tangguh dari bumi bekisar. Untuk bidang
olahraga bulu tangkis siswa dari Kangean mampu bersaing dengan siswa lain yang
ada di daratan kabupaten Sumenep.
Suasana
malam benderang disinari lampu jalanan dan terlihat malam bergitu bersinar.
Beberapa penduduk bercengkerama di depan
rumah dan beberapa remaja tengah berjalan-jalan menghirup angin malam di
seputar lapangan. Sementera di bebarapa tempat terdengar suara sutil beradu
dengan wajan, diiringi deru suara kompor gas tengah memanasi makanan yang siap
disajikan. Inilah kehidupan, sebagian penduduk laki-laki Kangean merantau
sampai ke negeri Jiran, sementara penduduk dari pulau Jawa berdatangan ke
Kangean mengadu peruntungan dengan berjualan makanan. Konon di sinilah pusat
keramaian kecamatan Arjasa.
Sampai di penginapan di
halaman depan, di gardu terdapat beberapa orang cangkrukan, ada kawan guru yang
berkonsultasi dengan petugas Dinas
Pendidikan kabupaten. Dan ada pula tengah dipijat oleh tukang urut. Pak Sutejo,
meminta bantuan kawan guru di Kangean untuk mendatangkan tukang pijat, karena
tubuhnya terasa lelah. Jam digital di
pesawat handphone menunjukkan pukul 21.00 kantuk saya tak tertahan. Saya mohon
pamit kepada teman yang lain untuk masuk kamar tidur lebih awal. Udara panas,
terasa gerah. Tak ada kipas angin. Celakanya saya mendapatkan kamar yang sumpek
tempat tidur yang ala kadarnya. Namun karena kelelahan sepanjang perjalanan
siang tadi, akhirnya saya terlelap juga.
Keringat membasahi kaos yang
saya pakai untuk tidur. Saya terbangun. Keringat menetes di dahi. Udara terasa
panas diselingin gigitan nyamuk dengan suaranya menggeruweng menabuh gendang
telinga. Saya terbangun Pukul 03.20 menit. Saya beranjak dari tempat tidur dan
mengambil sebotol air mineral yang ditaruh di dekat tempat tidur. Guyur air
lewat kerongkongan seperti menyerap panas yang menjalar di sekujur badan.
Segar. Saya menuju kamar mandi mengguyur
tubuh dengan air yang terasa menyerap hawa panas. Tubuh benar-benar terasa
segar. Sambil menunggu subuh, saya duduk di ruang tamu yang cukup lebar. Mata
saya tertuju ke meja di ruang tamu beberapa perangkat digital bergelantung dan
soketnya menempel pada colokan listrik. Mereka berebut colokan listrik menambah
tenaga batere laptop, notebook,
tablet, dan smartphone. Cadangan energi untuk digunakan esok pagi.
Azan subuh terdengar dan pagi
mulai berisik. Ayam berkisar di kurungan di depan kantor UPT Dinas Pendidikan
terdengar berkali-kali berkokok dengan cengkoknya, khas bekisar Kangean.
Konon,dulu pulau ini amat terkenal dengan ternak ayam bekisar (persilangan ayam
kampung dengan ayam hutan).
Sarapan pagi nasi lemak
ayam goreng dan ikan laut. Lezat dan
terasa khas, tak sama rasanya dengan yang pernah saya makan di kota.
Pukul tujuh kami diantar oleh
petugas ke tempat workshop. Pagi yang cerah. Susana cukup ramai. Beberapa orang
siap berangkat kerja; berbelanja ke pasar, ke kantor, dan beberapa pelajar
berseragam berangkat ke sekolah.
Sepanjang jalan di sisi kiri pemukiman dan sebelah kanan ladang-ladang
terbuka ditumbuhi rerumputan dan belukar bersemi disentuh hujan di awal musim
penghujan. Rumah-rumah degan warna cerah dan pagar besi yang gagah. Di setiap rumah
hampir dapat dipastikan terdapat gardu kecil tempat beberpa perempuan
bercengkerama atau menggerai rambut dissiir oleh perempuan lainnya. Uniknya
hampir di sepanjang jalan dirumah-rumah lebih banyak terlihat kaumhawa daripada
lelakinya.
Bertemu Pak Aminudin
Sampai di lokasi
kegiatan,beberapapeserta sudah banyakyang bercengkerama di depan ruangan kelas.
Petugas menyalakan genset dan sebentar lagi acara akan dimulai. Saya ekbagian
dikelas sebelah kelas C untuk memberi materi
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Para pesertanya rata-rata
guru senior dan bahkan berumur lebih tua dari saya. Canggung rasanya, tetapi
ini saya letakkan posisi sebagai sharing, berbagi informasi. Di ruangan yang
seharusnya berisi 40 orang masih banyaktempat duduk yang kosong. Satu per satu
mereka berdatangan.
Satu di antara mereka ada
yang amat saya kenal. Saya lupa namanya.
“Ibu,siapa nama Bapak yang ada di belakang, berkumis?” saya tanya seorang ibu
di dekat saya.
“ Pak Aminudin, Bapak.”
Jawabnya sambil tersenyum.
Saya ingat Pak AMin, begitu dia
biasa dipanggil. Seorang kawan pada saat diklat Calon Kepala Sekolah. Saya
ingat betul Pak Amin orangnya sangat kocak, banyak banyolan yang dilontarkan
membuat suasana ruangan menjadi gaduh. Jika penyaji tidak mampu mengendalikan
laju presentasi diruangan, alamat Pak Aminudin yang akan mengambil alih
situasi. Bisa kacau acaranya. Jangan-jangan di kelas ini dia berulah. Untuk
redam suasana presentasi yang akan dilakukan, di awal perkenalan saya ceritakan
bahwa di antara peserta ada satu yang amat saya kenal, Bapak Aminudin. Teman
saat mengikuti Diklat Calaon Kepala Sekolah. Peserta lain tertawa gaduh karena
karena ketika saya ceritakan kesan saya terhadap Pak Amin saat diklat, beliaunya merasa sungkan.
“Ah, saya merasa tidak enak
,malu.” Bisiknya ke teman sebelahnya.
Benar saja sepanjang sesi
penyampaian materi dia tenang. Pun saat dikusi takberulah sperti waktu
mengikuti diklat calon kepala sekolah. Saat diskusi jadi amat menarik karena
banyak hal yang mereka tanyakan. Umumnya mereka merasa keberatan dengan
tuntutan kewajiban dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan. Bagi mereka
datnag ke sekolah untuk mengajar saja sudah merupakan perjuangan yang amat
berat. Jalan berbatu karang dan terik menggila jika kemarau tiba, dan jalan
berlepotan lumpur serta licin jika musim penghujan tiba. Beban berat masih
ditambah lagi untuk menyemangati
anak-anak pulau yang membutuhkan perhatian lebih di bidang pendidikan.
Saya tidak meragukan
perjuangan mereka, beberapa di antaranya berasal dari pulau Jawa. Sudah puluhan
tahun mengabdi sebagai guru,menikah dengan penduduk setempat dan bermukim di
Kangean. Setahun sekali baru merekapulang ke Pulau Jawa. Mereka telah menjadi
pendudukasli setempat, dari adat istiadat dan cara bertutur sapa menyatu dengan
kehidupan masyarakat umumnya.
Di
sesi yang kedua sing harinya,saya kebagian mengisi di kelas B. Suasana kelas
jauh lebih hidup dan diskusi lebih
menarik dengan berbagai persoalan yang mereka hadapi.
Saat Jam istirahat siang Pak
Sudarman mengingatkan saya untuk makan malam di rumahnya. Sya berjanji akan
mendatanginya bersama teman-teman penyaji yang lain. Sudarman bercerita
WAchid,ketika SMA manejadi anak asuh kawan guru olah raga bapak Sutrisno.
Setamat dari STPDN menjadi camat di kota Jember. Kini telah ditarik ke
pemerintahan pusat jadi Dirjen di Kementerian Perhubungan.
Saya semakin yakin jika
anak-anak di pulau ini mendapatkan kesempatan yang sama, mereka juga mempunyai
peluang kesuksesan yang sama dengan anak-anak di kota atau daratan lainnya.
Sayang memang jika anak-anak di usia sekolah tidak mendapatkan pengajaran
danpendidikan yang berkualitas.
Sore
hari sekitar pukul 16.00 semua sesi sudah selesai dan dilanjutkan dengan
penutupan.
Sore pukul 16.00 WIB acara
workshop ditutup dan kepada para peserta diberikan sertifikat sebagai asesor
PKG-PKB di sekolah tempat bertugas. Merekaseperti terlepas dari tekanan dan
segera pulang. Satu-dua orang guru masih bercengkerama dengan panitia. Kegiatan yang amat mengesankan bagi
saya,karena keramahan para guru dan para petugas sehingga saya dan teman-teman
bisa melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Ternyata,mobil jemputan belum datang. Di halaman sekolah yang luas,pandangan jadi
lapang di dekat pintu masuk pohon asam yang rindang melambai pelan seperti menyambut sore yang mulai menguning. Di
sebelah kanan bangunan kelas gedung perpustakaan yang mungil menghadap arah
matahari bangkit. Sekolah yang teduh dan tenang untuk belajar.
Tiga puluh menit kemudian
mobil jemputan datang. Saya dan dua
orang teman yang ikut di dalamnya sedangkan 3 teman yang lain sudah pulang
diantar beberapa peserta pelatihan.
Perjalanan balik yang menyenangkan selain karena tugas sudah
selesai, besok pagi kembali ke Sumenep.
Jalanan lengang dan sesekali debu berterbangan di aspal jalan yang rusak.
Sampai di tempat penginapan
ruang tamu ramai oleh beberapa peserta yang memiliki keperluan kepada petugas
dari Dinas Pendidikan Sumenep. Saya lihat diantara mareka membawa souvenir yang akan diberikan kepada rombongan dari
Sumenep berupa tongkat dari kayu Sentigi
dengan pegangan berbentuk kepala garuda.
Tongkat yang menarik,unik.
Malam sehabis isyak saya dan rombongan berangkat ke rumah bapak
Sudarman untuk makan malam bersama. Sebuah hunian yang asri di dekat tegal dan
persawahan yang luas. Ternyata disitu sduah menunggu bapak Sudarman dan
beberapa kawan Kepala Sekolah Dasar menyambutnya. Aroma masakan yang sedap
menyengat hidung. Kuah masih mengepulkan
asap menandakan baru diangkat dari tempat penghangat. Ayam bakar,
kakap,tongkol, pepes tongkol dan kuah sop terhidang di meja. Setelah bebasa-basi sebentar tuan rumah
mempersilahkan menyantaphidangan. Ikan laut segar dibakar, aromadan rasa tak
tertakar. Saya tidak makan nasi tetapi makan banyakikan dan sedikit nasi. Satu kakapbesar dan satu ekor tongkol ukuran
tanggung telah disantap. Makan malam yang berkeringat sebab sajian ditemani
dengan bumbu kecap yang agak pedas.
Daripercekapan mereka saya
dan teman-teman diberitahu bahwa besokpagi pukul tujuh rombongan akan
kembali dermaga denganmenumpang kapal
Dharma Bakti Sumekar. Kapal penyenberangan Pemerintah Kabupaten Sumenep. Kelas
ekonomi dengan harga tiket Rp. 70.000.(tujuh
puluh ribu rupiah).
“Di dek atau di kamar?” Tanya
seorang di antaranya.
“Di dek,karena tiket untuk
kamar sudah habis” jawab panitia
setempat yang diserahi tugas membeli tiket.
“Tak apalah nanti,
bisamasukkamar dan untuk istirahat bisa membeli tikar kecil yang banyakdijual
di kapal. Tak masalah sebab penumpang untuk besok sangat banyak, penuh. Makanya
besok berangkat ke pelabuhan agak pagi biar tak berdesakan.”
“Kalau naik Dharma Bakti
Sumekar,perjalanan dari kangean ke Kalianget kira-kira berapajam,Pak?” tanya saya pada pak Sudarman.
“kalau tak ada halangan
sembilan jam sudah sampai di pelabuhan Kalianget.”
Saya bergumam dalam hati; tiga kali lipat waktu
yang ditemopuh jikadibandingkan dengan kapal “Bahari Express”. Namun perjalanan
ini akan sangat menarik buat saya,sebab iniperjlananpertama saya ke pulau
Kangean dan menumpang kapal “Dharma Bakti
Sumekar”. Waktu sembilan jam, bukan sebentar di atas kapal. Paling lama naik kapal
penyebrangan 3 jam menyeberang dari pelabuhan
Kalianget ke Pulau Sapudi.
Usai beramah tamah dengan
tuan rumah pukul 21.05 saya kembali ke tempat penginapan. Beberapa teman masih nongkrong di gardu depan
berbagi cerita. Saya memilih kembali ke kamar tak tahan diserbu kantuk .(Hidayat Raharja)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar