Translate

Rabu, 12 Agustus 2009

AGUSTUS: MEREKA YANG TELAH MEMERDEKAKAN AKU

oleh: Hidayat Raharja

Kalau bulan agustus tiba, aku selalu teringat masa-masa inidah menyongsong dan merayakan hari kemerdekaan. Pertama, aneka lomba yang diadakan di sekolah sejak awal agustus tiba; bola kasti, sepak bola, lari kelereng, lari bendera, memasukkan paku ke dalam botol, lomba bernyanyi, dan menggambar. Lomba antar sekolah; lari marathon 5 Km., lari estafet, bola volley, gerak jalan, dan yang paling mengasyikkan adalah KARNAVAL yang diselenggaraakan Panitia Kecamatan.

Karnaval; sebuah ikon pesta yang menguras seluruh energi penghuni sekolah, kepala sekolah, guru-guru,dan seluruh murid-muridnya. Di hari karnaval dilaksanakan , sepanjang jalan raya menuju ke lapangan di samping kantor kecamatan berdiri ribuan anak manusia laki dan perempuan, tua, muda, anak-anak dan remaja. Mereka berbaris di panas matahari untuk menyaksikan karnaval yang diadakan sekali dalam setahun.

Bila mengingat karnaval yang dilaksanakan waktu itu, maka aku takkan pernah melupakan guru-guruku yang kreatif, penuh dedikasi dengan pengabdiannya yang tulus. Benar, mereka amat tulus karena dari kantong mereka keluar duit untuk mensukseskan jalannya karnaval. Bapak JUwairi, Sudarmono, di rumah kontrakannya mengajak seluruh teman-temanku berdandan ala pejuang rakyat dengan tu8buh berlepotan langes, bertelanjang dada dengan bamboo runcing di genggaman. Simbol yang mengungkai kembali perjuangan para pendiri Republik tercinta untuk tegaknya negara dan kedaulatan bangsa Indoensia.

Bapak Abdullah Fagi, ke[ala sekolah yang pintar menggambar, seringkali mengisi dinding kelas yang kosong dengan gamabr aneka situs budaya dan sejarah dengan warna black and white, serta kemampuannya membuat lagu lelucon yang selalu membuat suasana kelas menjadi riang. Bapak Mohamad Yahya, selalu berapiapi menyemanagati kami dalam pelajaran sejarah. Beliau sangat fasih menceritakan perjuangan Soekarno tokoh yang dikaguminya. Beliau yang memberikan arahan kepaa anak-anak bagaimana semangatnya para pejuang untuk melawan penindasan kaum colonial. Ia amat lihai menirukan pidato Soekarno yang membakar semangat kebangsaan. Sementara Bapak Abdul gaffer Gatot (Alamarhum) tanpa aku sadari, ia telah mengajariku kebebasan kreatif dalam menggambar, karena ia tak pernah menyalahkan gambar yang diekerjakan anak didiknya. Ia selalu menerima setiap kekurangan murid, dan menghargai setiap karya untuk diceritakan kepada teman-temannya. Bila bercerita pak Gaffar begitu kami panggil amat fasih menceritakan “ Sinbad Si Pelaut.”

Di hari menjelang karnaval agustusan, ibuku (almarhummah) sangat sibuk menyiapkan pakaian terbaik bauat aku dan adik-adikku. Begitu bermaknanya agustusan bagi keluarga dan teman teman kami. Di bulan itu kegiatan sekolah banyak difokuskan kepada menyongsong pereayaan, sehingga setiap hari adalah hal yang menyenangkan. Ibuku akan menyiapkan baju yang paling rapid a n paling bersih. Pakaian itu akan dipakai untuk mengikuti upacara bendera 17 agustus di lapangan kecamatan. Waktu itu sekolahku belum meiliki seragam. Jadi pada upacara tujuh belasan diwajibkan mengenakan pakaian bersih, rapi, dan bagus dengan memakai sepatu kalau memilikinya, dan boleh pakai sandal japit bagi yang tak memiliki sepatu.

Di pagi ghari jam menunjukan pukul 06.30 kami telah siap berbaris di hlaman depan sekolah. Kamia menyiapkan diri sambil menunggu teman yang terlambat dating. Barisan disusun per kelas, mulai dari kelas empat sampai dengan kelas enam. Tiga bariusan akan berjalan kaki menempuh jarak 2 km untuk mengikuti upacara. Tak ada rasa lelah, semua semangat. Hari itu kami akan merayakan tujuhbbelas agustus. Kami berangkat dan berbaris rapi di sepanjang jalan, sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Di saku baju dan celana telah disipakan uang pecahan untuk dibelikan makan dan minum setelah upacara usai. Kami seperti mendapat penghargaan sepanjang jalan orang-orang yang lewat berhenti sejenak menyaksikan kami yang berjalan menuju lapangan upacara, ada sapa, terbit senyum di wajah mereka seakan kepada kami mereka menitipkan masa depan bangsa. Sesekali terdengar dari mereka doa yang tulus mendoakan kami kelak menjadi orang sukses.

Saat upacara dilangsungkan, semua dalam keadaan hikmat mengikuti acara demi acara dengan penuh perhatian. Ada rasa bangga di dada. Hari itu kami melaksanakan upacara dengan inspektur upacara Bapak Camat dan Komandanya bapak Komandan Koramil dan Asistennya Bapak Kapolsek. Kami membayangkan ikut upacara di istana. Di hario itu semua menjadi satu meski pakaian yang dienakan beragam namun kami seragam dalam memahami kebangsaan. Indonesia.

Upacara selesai, kami berlarian mengusap keringat yang mengucur dari dahi dan menyerbu penjual makanan dan minuman. Kami habiskan seluruh lapar dan haus dengan uang pecahan yang telah kami siapkan dari rumah. Suara ramai dan gaduh karena seluruh perutusan siswa dari tiap sekolah sekecamatan berkumpul merayakan kemerdekaan.
*****
Betapa besar pengorbanan orangtua kami, membesakan kami dari kebodohan dan menyekolahkan kami untuk dibimbing belajar dan menitipkan kami di langgar untuk dibimbing mengaji. Doa tulus buat Ibu, ramanda tercinta (aku takkan pernah mampu membalas jasa dan pengorbanan ramah dan ibu) dan guru-guruku yang tulus memerdekakan kami untuk memilih dan mengembangkan pengetahuan. Doa tak putus buat mbah Hadiah, Mbah Fudloli, nom Zali ( semoga amal kebajikan dan ilmunya yang bermanfaat selalu meringankan bebannya) yang telah membimbingku mengaji. Kepada Bapak Hadrawi (Almarhum) dan Ibu Nyai Hasiyah dua orang yang menambah pengetahuanku mengenal tuhan. Mereka telah memerdekakan aku, tuk mengenal dan belajar hidup dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan rasa tawakkal.
Merdeka……!!!!!!! (Agustus 2009)

Tidak ada komentar: