Ini pengalaman kedua. Pengalaman pertama dengan
Atthor seorang siswa SMP kelas II. Ia pemenang penulisan puisi tingkat
kabupaten. Puisi yang unik,
sederhana,namun mengejutkan. Sebuah puisi naratif yang mengisahkan perjalanan
dalam angkutan umum dengan berbagai karakter penumpang yang mencerminkan
keberagaman bangsa Indonesia. Keberagaman yang banyak dilupakan leh bangsa kita
sendiri.
Kedua kalinya saya bertemu dengan Ahmad Aqil, siswa SMP Tahfidz – Al
Amien, satu
sekolah dengan Atthor. Aqil adalah siswa pemenang lomba menulis cerpen yang
diadakan oleh Dinas Pendidikan Sumenep dalam rangka seleksi FLS2N. Ahmad Aqil
sebagai juara pertama dengan judul cerpen “ Angkot Ajaib”. Kisah yang
sebenarnya takjauh berbeda dengan puisi naratif yang pernah ditulis Atthor.
Tapi batin saya menolak tidakmungkin keduanya bertemu karena Atthor saat ini
sudah duduk di bangku SMA, dan menurutnya dia akan mengambil SMA di luar
negeri.
Maka, pada saat pemberangkatan ke kota Propinsi saya punya banyak waktu
untuk berbicara dengan Aqil. Kebetulan kami bisa satu mobil dan duduk
bersebelah. Anak yang mandiri, tidak banyak
bicara itu yang muncul dalam pikiran
saya. Pukul setengah delapan lebih
sedikit Aqil di antarkan guru di sekolahnya menuju dinas pendidikan Sumenep.
Pukul 07.57 bus mini meninggalkan halaman kantor dinas pendiikan berbelom ke
arah kanan dan melaju. Informasi panitia mobil nanti akan berhenti di pantai
camplong untuk makan bersama.
Pukul 09.30 mobil sampai di
lokasi wisata pantai Camplong. Tiga bus mini dan satu mobil avansa milik
panitia berbelok ke tempat parkir. Semua turun dan mencari tempat teduh untuk
membuka nasi kotak yang telah disediakan panitia. Saya temani Aqil.
“Aqil asalnya dari mana?”
“Kalsel. Ini pantai apa,
daerah mana?” jawabnya sambil bertanya.
“Pantai Camplong masih di
daerah Kabupaten Sampang.”
Ternyata nasi kotak milik
Aqil telah dibuka saat dalam perjlanan. Gak sempat sarapan di pondok ,katanya.
Maka sambilmenyantap nasi kotak saya tanya berapa lama Aqil mondok dan sudah
berpa kali pulang ke kampung halaman. Perbincangan yang sangat menyenangkan di
rautnya yang masih polos dia memiliki sikap yang tegas dan berani.
“ Jika ada rejeki, baru saya
pulang ke Kalimantan. Jika nggak, ya tetap mukim di pondok meski liburan.”
“ Ya, bagaimana dengan
persiapan lombanya. Apa masih akan meneruskan cerpen yang lalu atau buat yang
baru?”
“ Entahlah masih belum
kepikiran. Bisa saja buat yang baru.”
Hati saya bagai di godam.
Besok sudah mauberlomba saat ini masih belum ada persiapan yang matang.
“Saya membaca cerpen antum
ketika lomba, teringat kepada puisi Athhor dua tahun yang lalu. Apa kamu sempat
berkomunikasi dengan Atthor.”
“Tentu, sebab dia teman
diskusi yang baik, enak diajak ngomong. Saya mendapatkan banyak informasi lomba
dari dia. Bahkan dia juga tanya Bapak. Apakah Bapak masih jadi juri dengan
memberikan ciri-ciri fisik.”
Sambil ngobrol Aqil juga
tanya mengenai penggunaan tanda baca. Juga menanyakan kekurangan-kekurangannya
yang ada pada cerpen “Angkot Ajaib”. Saya ceritakan tentang penokohannya yang
masih perlu dibenahi juga sangat sedikit abhkan dapat dikatakan tidak ada
dialog dalam cerpennya. Cerpen yang dibuatnya lebih dekat kepada narasi. Namun
patut diapresiasi dia memiliki sudut pandang yang berbeda dibandingkan dengan
peserta lainnya.
Pukul 10.00 bus mini kembali
berangkat kenuju arah Surabaya. Namun ada kendala di bus yang saya tumpangi.
Ada penumpang gelap yang dinaikkan sopir di pom bensin Talang. Panitia protes
sebab dalam perjanjian kontrak hanya ada satu sopir dan bus membawa 14
penumpang. Barangkali si sopir masih berpikir ada 2 kursi kosong yang bisa
dimanfaatkan. Sopir tidak meleihat bahwa pada kursi baris kedua di belakang
sopir berisi 4 penumpang yang bersesakan. Bu Vivien pimpinan rombongan langsung
komplain kepada pemilik travel dan meminta penjelasan siapa yang dinaikkan di
tengah jalan.
Apes bagi si Sopir karena
daripercakapan telpon yang saya degar, dia dimarahi juragannya.Si sopir
beralasan yang dibawa adalah kernetnya yang biasa membantu dia sehari-hari.
Penumpang gelap itu saya lihat cemas dan mau naik angkutan umum. Namun dicegah
sopir yang mengajaknya.
“sudah kamu tetap ikut saya.Jika
kamu tak diperbolehkan biar saya turunkan penumpangnya. Masa yang punya mobil
gak boleh ikut” Kesal si Sopir kepada pimpinan rombongan. Saya dan Pak Ifan
hanya senyum-senyum melihat gelagat si Sopir yang kelihatan berbohongnya.
Kepada juragannya dia bilang bawa kernet, sedangkan kepada pimpinan rombongan
dia bilang penumpang gelapitu yang punya mobil.
Saya dan pak Ifan mengajak
penumpanggelapuntuk masuk dan duduk di dekat pak Ifan.Namun dia menolak dan
duduk di dekat pintu di lantai mobil. Meski dipaksa dia tetapo tidakmau dan
duduk di bawah sambilberpegangan pada pintu mobil.
Ahmad Aqil |
Perjalanan berlanjut terus
sampai masukkota sampang. Dari cara mengemudi terlihat kalau sang Sopir masih
jengkel. Mobil dikendalikan dengan tidaktenang sehingga membuat laju mobilagak
oleng. Beberpa teman mengingatkan sopir tukpelan dan tenang. Masuk daerah Blega
emosi sopir telah terkendali dan mobil bergerak dengan tenang. Perjalanan yang
lancar sampai masuk jembatan Suramadu. Suara pelantang terdengar darimesjid
tengah menyampikan khotbah khorib sholat jumat.
Sesuai dengan permintaan
pimpinan rombongan mobil harus berhenti di Rumah Makan Bu Rudy di jalan
Darmahusada untukmengambiljatah makan siang. Rumah makan yang ramai dengan
dominan warna merah. Rumah makan yang terkenal dengan “Nasi Uadang” nya. Namun
sesuatu terjadi di tempat ini. Ahmad Aqil sakit perut perutnya mules dan ingin
buang air besar. Saya tanya ke satpam tempat parkir rumah makan, apa ada
toilet. Dia menyarankan saya ke warung Bu Rudy di dalam ada toilet untuk tamu.
Alhamdulilah dalam warung bu Rudy tersedia
toilet, membuatperasaan dan perut Aqil lega. Hahaha.
Usai menerima nasi kotak bus
terus bergerakmenuju ke lokasi yang dituju. Dari tempat ini tiga bus mini yang
membawa rombongan berpisah menuju arah yang berlainnan. Bus saya menuju Ke arah
kupang jalan Mayjend Sungkono “Hotel Satelit”. Perjalanan siang yang panas
karena mobil yang saya tumpangi menggunan AC alami (Angin Cepoi-cepoi). Setelah
tanya dua kali ke beberapa orang di pinggir jalan karena sopir belum pernah
menuju hotel “Satelit” mobil akhirnya sampai ke alamat yang dituju. Saya dan
para pendamping serta peserta lomba baca puisi,cipta puisi, dan cipta cerpen
bergegas mengambil barang dan menuju hotel.
Saya mendapatkan kamar
terpisah dengan Aqil tapi dalam satu lantai dan saling berhadapan. Hotel yang
lumayan bagus dan bersih. Saya mendapatkan kamar 213 sedangkan Aqil di kamar
204. Kamar yang menghadap panggung pertunjukan. Saya tanya pakIfan ternyata Technical Meeting baru akan dilaksanakan
pukul 19.00 setelah makan malam. Waktu yang cukup panjang dari pukul 14.00
sampai pukul 19.00 cukup untuk beristirahat.
Satu unit TV 14 inchi di
meja menghadap tempat tidur. Tiga kasur dan satu unit pendingin ruangan di
sudut sebelah timur. Tiga botol air kemasan tersaji di meja. Sebuah kaca lebar
di dekat pintu kamar mandi. Rak sepatu dan tiga sandal bertuliskan hotel
satelit. Lemari pakaian dan capstop gantungan baju dan celana.
Saya datangi kamar Aqil dan
mengajaknya untukmakan siang. Tiba-tiba dia minta ijin pinjamhandphone
saya,karena mau menghubungi ayahnya. Saya pinjamkan salah satu handphone dan
dia menghubu gi ayahnya untukminta doa
restu dan memberi tahu kalau tengah berada di kota Surabaya untuk mengikuti
lomba menulis cerpen. Saya kembali ke kamar untuk beristirahat.
Setelah makan malam saya dan
Aqil menghadiripertemuan teknik yang dilaksanakan di ruang sidang yang berada
dilantai 1. Beberpapeserta dan pendamping sudah bersiap. Dua orang panitia
tengah menyiapkan beberapa berkas. Dua orang juri yang akan memberikan
penjelasan mengenai lomba sudah memasuki ruangan. Dr. Suharmono Kasiun, Widodo
Basuki, dan disusul Dr.Ida tiga orang yang akan menjadi juri lomba esok hari.
Penjelasan juri sama persis
seperti yang ada di dalam panduan FLS2N 2015. Tak ada yang berbeda hanya malam
itu menentukan kesepakatan mengenai waktu untuk menulis cerpen. Ada dua pilihan
ada yang mengusulkan waktu mengerjakan 3 jam namun ada pula yang mengusulkan 4
jam. Maka juri mengambil jalan tengah waktu untuk lomba menulis cerpen
ditetapkan selama 3,5 jam. Dimulai pukul 08.00 sampai pukul 11.30 WIB. Sebelum
keluar ruangan panitia mengumumumkan bagi setiappeserta untuk mengambilnomor
undian. Aqil mendapatkan nomor undi 25.
Sekitar pukul 20.12
pertemuan tekniklomba menulis cerpen selesai. Saya dekati Aqil. “Apakah besok
sudah siap untuk berlomba. Apakah besok akan melanjutkan cerita yang diikutkan
dalam lomba penulisan cerpen di tingkat kabupaten? Atau mau membuat cerita yang
lain?” saya jejalkan pertanyaan sambilmenaiki tangga menuju lantai dua.
“Terserah besok. Saya sudah siap bisa
melanjutkan kisah yang laluatau bisa saja saya bikin yang baru.”
Saya memahami jika Aqil agak
kesulitan untuk berlatih, karena memang jadwal di pondok amat padat.
Kegiatannya berakhir pukul 21.00 dan pukul03.00 sudah haruas bangun pagi dan
memulai aktivitas. Istirahat siang satu jam diamnfaatkan untuk menghilangkan
penat 30 menit dan 30 menit untuk bersipa kembali belajar.Mandi makan siang dan
semacamnya. Sebelum masuk ke kamarnya dia sempat diskusi mengenai kekurangan
cerpen yang telah dibuatnya. Baikmengenai tokoh, setting dan pengisahan atau
penceritaannya.
Dia memilih tetapakan
mengangkat tentang kebergaman budaya Indonesia.Baginya sangat menarik, karena
Indonesia kaya dan beragamseni budaya dimiliki bangsa Indonesia namun selalu
saja ada yang diaku oleh bangsa lain.
“Saya akan membuat sudut
pandang yang berbeda?” ujarnya, dan pamit memsuki kamar tidur.
****
Diluar
kamar sudah mulai terdengar aktivitas, ada yang berlatih vokal dan baca puisi.
Ada yang turun dari lantai tiga yang menandakan bahwa mreka keluar dari ruang
makan. Saya bergegas ke kamar Aqil, ternyata masih belum mandi. Beberapa saat
saya menunggu, dan dia sudah selesai mandi dan sholat dluha. Dia berkemas
memakai baju batik yang diberikan dinas pendidikan Sumenep.Batik yang khusus
dipergunakan saat lomba warnanya biru sedangkan saat pembukaan warna batiknya
gela,paduan hitam dan ungu. Saya perhatikan ada sesuatu yang ganjil pada
pakaian Aqil. Batik biru, celana hitam, memakai identias peserta. Ah, takpakai
sepatu.
“
Kamu tidak bawa sepatu?” tanya saya sambil memperhatikannya.
“
Tidak pak. Saya hanya bawa sandal jepit.”
Ujarnya.
Namun,
saya ingat ketentuan pada saat pertemuan teknik bahwa peserta hanya diwajibkan
berpakaian rapi dan membawa alat tulis serta penghapus. Saya tersenyum. Anak
ini bagi saya sangat menarik. Mandiri. Tidak banyak menuntut, dan kadang
terlihat dewasa.
Usai
sarapan, saya dan Aqil menuju ruang Venus di lantai satu. Ruangan tempat
berlangsungnya acara lomba. Memasuki ruangan terlihat satu-dua peserta
menduudki tempat yang telah ditentukan sesuai dengan nomor undi yang telah
diperolehnya. Aqil nomor undi 25, duduk agak ke belakang posisi arah timur. Dia
mengambil temat duduk dan saya memintanya untuk berpose untuk diambil
gambarnya. Saya cek seluruh perlengkapan,sudah lengkap. Saya pamit padanya dan
meninggalkan ruangan sebab sebentar lagi tepat pukul 08.00 lomba akan dimulai.
Dia begitu tegar dan yakin sehingga membangun optimisme dalam diri saya. Tentu
saya membangun rasa optimis supaya memberikan energi positif dan semuanya
berhasil.
Tiga
setengah jam atau 210 menit, waktu yang lama. Saya putuskan untuk kembali ke
kamar. Menunggu waktu sambil mencari chanel televisi yang menyajikan tayangan
menarik. Sesekali negecek informasi yang ada di tweeter. Waktu seperti berjalan
lambat, sangat lambat. Saya berkemas kembali keluar kamar dan menuju ke ruang
planet yang ada di lantai 1 untuk menyaksikan lomba baca puisi tingkat SMP. Ya,
hiburan yang sangat menarik. Beragam cara baca peserta menjadi hiburan
tersendiri. Lagak dan lagu para peserta sangat menarik.
Sesekali saya tengok ruang
Venus tempat Aqil berlomba.Pukul sepuluh ada sebagian peserta menulis cerpen
yang keluar ruangan. Saya alihat Aqil masih tenang menuliskan kisahnya. Mereka
yang keluar ruangan sepertilepas dan lega [ernapasannya, seperti barau keluar
daru ruang pengap,pada hal ruangannya memiliki pendingin ruangan yang cukup
sejuk.
Saya kembali ke ruang
Planet, dan ada peserta lomba yang tengah membacakan puisi di panggung dpandu
oleh pelatihnya dari jarak yang cukup
jauh,Merekasaling berhadapan.Gerakan dipanggung disamakan dengan gerak
guru pembimbing yang ada di seberangnya. Aneh memang bapakibu guru ini. Ingin
menang anaknya dipandu sampai ke atas panggung,kapan anaknya akan mampu
mengeksplorasi potensi dirinya. Payah!
Jenuh menyaksikan lomba baca
puisi, saya ke luar ruangan duduk-duduk di ruang lobby hotel.memandangi
interiornya berupa perahu nelayan yang tergantung di tengah-tengah ruang. Ada
beberpakarya seni rupa tuga dimensi di sudut tertentu membuat susana menjadi
nyaman dan betah. Pukul 11.03 Aqil ke luar ruangan.Dia sduah selesai
mengerjakan ceritanya dalam lomba cerpen FLS2N ( Festival Lomba Seni Siswa
Nasional) tingkat provinsi tahun 2015.
“Sudah selesai?” tanya saya
sembari menggandengnya.
“Sudah.” Jawabnya singkat.
“Berapahalaman bisa kau
kisahkan. Apa kisahnya?”
“Empat halaman.Kisahnya sama
dengan cerpen yang saya tulis di timgkat kabupaten. Hanya saja lebih detail dan
endingnya diberi jalan keluar.”
“Bagaimana peluangnya?”
“Optimis, ada harapan.”
“Apa judulnya?”
“Aha rahasia,” ujarnya
sambil meninggalkan saya naik ke lantai dua.
Surabaya,
6 Juni 2015.(Hidayat Raharja)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar