Bukit Di Depan Dermaga Arjasa |
Suasana pelabuhan Kalianget mulai ramai oleh penumpang
yang kan menyeberang ke pulau Kangean.
KapalBahari Ekspres dengan warna biru dan putih di tubuhnya tertambat di dermaga. Orang-orang mulai
berkemas mengangkat barang bawaan dan
dimasukkannya ke dalam kapal. Terlihat
ketergesaan para penumpang, karena kali ini kapal akan berangkat lebih awal
dari jadwal yang ditentukan.Kapalakan menarik sauh pukul 07.00 dua jamlebih
awal dari jadwal biasanya. Keramaiaan di pelabuhan kian riuh,sebab saat itu
bersamaan puladengan datangnya rombongan jamaah haji dari tanah suci yang akan
pulang ke Kangean.
Saya
berkemas bersama dengan teman-teman yang akan melakukan workshop ke pulau
Kangean. Kami mengemasi barang bawaan tumpukan materi dan beberapa koper dan tas yang berisi
pakaiaan serta komputer jinjing. Ini pengalaman saya menyeberang ke pulau
Kangean dan mendebarkan karena akan
menempuh perjalanan yang lebih lama dibandingkan dengan menyeberang ke pulau
Sapudi yang sudah beberapa kali saya kunjungi. Konon,perjalanan keKangean
dengan Kapalbahari Ekspres yang badannya terbuat dari fiber,jika tidakada
gangguan ombak besar di perjalanan akan menempuh perjalanan sekitar 3sampai
empat jam. Sedangkan Kapal Darma bakti Sumekar menempuh rute perjalanan waktu
yang sama dalam cuaca baik membutuhkan waktu sepuluh sampai dua belas jam.
Pantas,jika Kapal yang akan saya
tumpangi dinamakan “Bahari Ekspres”.
Pukul 07.30 sirine kapal berbunyi. Suara mesin kapal
menderum. Langit Kalianget warna biru disaput awan putih bergelantungan ,
perlahan bergerak diasaput angin ke arah barat. Saya mengambil tempat duduk
diposisi belakang kapal di ruang C dan dekat dengan pintu keluar ke geladak.
Tempat yang nyaman karena sekali waktu bisa keluar ruang menikmati luas laut
dan hamparan langit. Dari jendela, terlihat bangunan kusam gudang penyimpanan
barang di sebelah timur pelabuhan seakan bergerak di depan tatapan.Kapal berangkat.
Satu-satunya hiburan di ruangan adalah dua layar
televisi yang tersambung ke DVD Player terletak di sisi kiri dan kanan ruangan
menayangkan lagu-lagu dangdut menghibur para penumpang. Saya hanya berharap mudah-mudahan
tidak ada gelombang besar di tengah perjalanan sehingga bisa selamat sampai
tujuan. Harapan yang tidak terlalu muluk,sebab beberapa bulan sebelumnya kapal
ini pernah dihantam ombak besar di tengah laut, sehingga beberapa kaca jendela
pecah dan air laut memasuki ruangan penumpang.Kapal kembali ke pelabuhan
Kalianget. Angin berhembus menggerakan dedaunan kelapa seakan melambai mengucap
selamat jalan. Suara penyanyi dilayar
monitor terlihat salig beradu dengan suara mesin kapal yang menderu. Pelabuhan
Kalianget kian samar dan kapalkian jauh meninggalkan dermaga. Pelabuhan itu
kian mengabur dan kemudian hilang dari pandangan.
Suara mesin berpacu dengan suara ombak menampar
lambung kapal,menjadi gelombang merdu di telinga. Musimlagi bersahabat, tak ada
gelombang besar sehingga terasa seperti menaiki bis patas yang melintas di
jalan raya. Jika tidak ada araldi tengah perjalanan, jarak dari Kalianget ke
Kangean hanya akan ditempuh dalam waktu 3 jam.
Sisa Hutan Jati |
Langit biru di atas dan laut biru gelap menandakan
kedalaman. Air yang jernih memercikkan buih yang terlempar dariputarn
baling-baling kapal. Tak ada sampah mengambang hanya gelombang dan buih saling
menyisih. Laut yang bersih belum ternoda polusi. Laut yang memantulkan birunya
langit dan beningnya air memendamaneka kekayaan.
Di depan, terlihat sepasang suami istri dengan gaun
putih menutup seluruh tubuhnya,memakai jubah dan gamis. Sepasang keluarga yang
baru pulang menunaikan ibadah haji di tanah sucu Mekah. Mereka asyik bercerita
dengan orang-orang di dekatnya. Ada yang memeluk erat mengucapkan selamat
datang. Bau wewangian menyeruak dalam ruang. Mereka mengoleskan minyak wangi ke orang di sekitarnya. Wajah mereka binar
dan bercahaya dengan pantulan semangat berapi-api mengisahkan perjalanan
spiritual mereka. Sepasang kekasih yang tengah ditunggu sanak keluarga di dermaga
sana. “Minyak wangi dari Mekah, halalan, halalan, halalan,” teriaknya sambil mengoleskan
minyak wangi ke orang-orang yang ada di dekatnya. Mereka takperduli apa yang
ditayangkan dilayar televisi saat tayangan berubah dari lagu dangdut ke film drama.
“istirahat,Pak” ajak pak Sariful di belakangku. Aku
tidak perduli memandang laut yang gemulai dari kotak jendela kaca. Laut yang
ramah,penuh pesona dengan warnanya yang biru gelap dan buih putih mekar di permukaannya
menjunjung langit siang hari. Laut yang berkilau ditimpa cahaya matahari.
Terlihat satu-dua orang keluar menuju bagian belakang kapal menyaksikanlaut
luas tak bertepi. Saya ikuti mereka membuka pintu dan angin bertiupkeras, tanganku
segera mencari pegangan karena badan limbung. Ada sekitar tujuh orang di bagian
belakan kapal duduk di kursi. Asaptipis dari ruang mesian dengan bau solar yang
menyengat. Di sebelah, para lelaki tengah
menyalakan rokok,menikmati suasana siang berbaur dengan tempias ombak.
Laut yang luas seluas langit menghampar di hadapan.
Aku berharap ada ikan terbang atau rombongan lumba-lumba yang tenga.
mengikuti arah kapal. Harapan yang
pernah kutemukan saat menempuhperjalanan dari
pelabuahn Dungkek ke pelabuhan Tarebung di Pulau Sapudi . Sudah lebih
dua jam perjalanan tak saya temukan harapan itu. Gelombang tenang mengiringi
gerak kapal di bawah payung langit berselendang biru. Jika diperhatikan gerakan
baling dan pecahan ombak yang tersibak, kecepatan lebih dari 80 km/jam. Konon hanya
sekitar 60 % kecepatan yang dimiliki kapal. Kapal Bahari Ekspres,sesuai dengan
namanya. Gerakan yang sangat gesit di atas punggung laut dalam.
Angin laut, cahaya matahari, gelantungan awan memenuhi
pandang. Di arah barat langit bergelantungan dan gumpalan awan hitamkian
menebal dan membuat bayangan hitam di atas permukaan laut.Gumpalan yang kian
pekat dan berat.Pandangan makin samar dan terbatas,bayang hitammakin kelam dan
angin dingin menusuk pori-pori. Butiran air tipis mulaimerembes darilangit dan
makin cepat,makin besar,kian deras sehingga tumpahan butir hujan itu membangun
patahan garius yang emnari-nari mengikutitiupan angin. Gumpalannya jatuh dari
atap kapal. Namun,hujan tak membuatku beranjak dari geladakkapal. Aku
lihat hujan kian kencang dan pandangan terbatas
hanya dalam beberapa meter laut menjadi hijau kelam dan langit kelabu
menumpahkan airmatanya.
“ Hujan, mematikan gelombang.” Ujar seseorang di
sebelahku.
“Benar,Pak?!”
“Ya, kata para pelaut dikampung saya jika hujan turun
di tengah laut,maka takakan ada gelombang besar yang akan menghalangi perjalanan.”
Saya percaya saja, sebab memang tidak ingin ada
gelombang besar yang akan menghambat perjalanan. Hujan kian kencang dan suara
mesin makin berteriak kecepatan kapal kian tinggi dengan kepulan asap tebal
dariruang mesin membubung di sisi kapal. Hujan. Warna langit abu-abu, remang
dan dingin. Derap hujan perlahan melukai punggung lautan.
Hujan di tengah laut semua terlihat gelap, dan
menghitam.Pandangan amat terbatas. Pandangan yang mengingatkan pada
ketidakberdayaan. Gumpalan kapal yang tengah mengapung di atas permukaan laun
dikepung awan hitam dan hujan. Gerak kapal kian kencang, dan curahan air
darikanipo kapalkian deras , bagian bawag celana saya kuyub oleh air hujan.
Gerakan air yang meliuk mengikuti arah tiupan angin,bagai tarian gemulai menarikan
dingin di tengah kepungan kabut.
Di arah timur,terlihat gugisan pulau Kangean yang
hitamkarena deras hujan. Perjalanan yang akan segera sampai. Saya bergegas
mengambil tas dan di taruh di punggung.
Sebuntal tas yang berisi perbelakan pakaian selama tiga hari di Pulau Kangean.
Sebentar lagi kapal akan merapat, terlihat para penumpang mulai bergegas
menyiapkan kembali barang bawaan yang akan di naikkan ke dermaga.
Hujan reda, hanya tinggal satu-dua gerimis berterjunan
dari langit siang. Kulihat jam tangan hampir pukul 11.00 perjalanan sekitar 3 jam
telah dilewati. Peluit kapal terdengar, penanda kapal akan segera merapat.
Wahhh, pulau yang menakjubkan di hadapan bukit kapur dengan warna putih
kehitaman di tebing yang menantang. Dibalut pepohonan hijau yang mengitari.
Pulau indah dengan keriuhan penduduknya yang ramah. Di dermaga sudah bersiap
petugas dari UPT Pendidikan Kecamanan
Arjasa yang menjemput saya dan rombongan.
Saya arahkan pandang ke belakang,terlihat wajah pelabuhan
yang merana, seperti tak terawat. Pada hal, pelabuhan ini menjadi tempat
penting untuklalu lintas perjalanan penduduk dipulau Kangean ke berbagai daerah
untuk berbagai kepentingan. Pulau yang dikenal sebagai pulau “Jati” dan pulau
Bekisar seperti lelah dan renta, tak berdaya. Sepanjang perjalanan menuju ke
tempat penginapan, jalanan berlubang dan rusak sehingga tubuh seperti
dilemparkan dari kursi kendaraan. Hutan-hutan di tepian jalan, meranggas
bersisa gundukan dan tanaman jati emas yang baru setahun dua tahun
dibudidayakan. Bukit-bukit itu tinggal belukar dengan segerumbul teka-teki
terselip di antara geronggang batu yang menganga. (Hidayat Raharja)
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar