:Surat untuk Tyas
Ada dua orang siswi yang
bernama Tyas dan dua-duanya piawai menulis. Ryanti Setyoningtyas dan Pitaloka
Ayu Artiningtyas,dua siswi yang cukup berkesan bagi
saya sebab keduanya telah memiliki
kesungguhan
dalam hal menulis. Tyas yang pertama saat
itu siswi
yang ada di kelas unggulan di SMA tempat saya mengajar. Dia belajar menulis semenjak kelas 5 SD. Orangtuanya menitipkan kepada saya untuk dibimbing menulis. Karena tidak punya tempat belajar
yang memadai, kami belajar di teras rumah, bercerita, berdiskusi dan menulis.
Sesekali mengikuti kompetisi untuk menjajal kemampuannya.
Sewaktu duduk di bangku SMP dia berhasil memenangkan
kompetisi menulis antar pelajar se kabupaten Sumenep. Dia bisa menuliskan sesuatu
dengan detail, dan tata bahasa yang tertib, dan selalu ingin menghasilkan yang
terbaik. Jika presentasi, dia selalu menginginkan untukmendapat undian pertama
untuk melakukan presentasi. Alasannya,supaya tidak terpengaruh oelh peserta
yang lain. Kebiasan tersebut berlanjut sampai dia memasuki bangsu SMA, dia
memenangkan kompetisi menulis antarsiswa SMA se kabupaten Sumenep. Namun ketika
mengikuti lomba olimpiade penelitian di tingkat nasional, dia kurang beruntung.
Namun saya tidak pernah melupakan kesungguhannya dalam menulis. Kini dia sudah
ada di bangku kuliah di Universitas Brawijaya. Entah, apakah dia masih tetap
menulis. Hanya suatu ketika dia menyampaikan pesan ke mamanya kalau saat
belajar menulis bersama saya banyak manfaat yang bermanfaat saat di bangku
kuliah.
Saya hanya
berharap mudah-mudahan dia terus menulis. Jika kelak jadi akademisi dia akan
menjadi akademisi yang cermat dan mampu menulis dengan bagus. Pamdai
mengabadikan peristiwa dalam tulisan yang akan memberikan tammbahan wawasan dan
penglaman bagi pembacanya.
Tyas yang kedua (Pitaloka Ayu Artiningtyas) saya
mengenalnya sejak dia duduk di bangku SMA. Anaknya kecil, dan kritis. Kebetulan
saat itu saya mendapatkan jam mengajar “menulis kreatif” di kelas X. Satu
minggu satu jam pelajaran. Hal yang sulit karena tidak semua siswa tertarik
untuk menulis, tetapi ini sebuah
tantangan yang amat menarik. Saya mencoba menjadikan menulis sebagai ruang
refresh bagi mereka. Ruang untuk mengungkapkan gagasan, pemikiran, pengalaman,
kesenangan, dan bahkan untuk mengungkapkan kejengkelan mereka. Sesekali mereka
saya ajak ke ruang multimedia untuk menyaksikan film pendek dan kemudian
memberinya komentar dalam bentuk tulisan. Mereka menemukan ruang ekspresi seberapa pun banyaknya kata yang berhasil mereka
susun tetap saya hargai.Mereka telah berusaha untuk mengungkapkan gagasannya
dalam tulisan. Sebuah yang membuat saya bangga,karena sejatinya mereka juga
ingin bisa menulis dengan baik. Mereka bebas berekspresi dalam tulisan, Mereka
tidak lagi takut menulis,mereka menuliskan apa yang dialami dan apa yang
diinginkannya.
Usai menulis di minggu berikutnya lima tulisan terbaik
dibacakan di depan kelas dan si penulis akan menceritakan latar belakang ide yang
ditulisaknnya. Ada beberapa siswa yang tidak percaya kalau tulisannya dinilai bagus.
Dia tidak percaya karena selama ini dicap oleh sebagian guru sebagai murid yang
nakal dan kurang pintar dalam hal pelajaran. Tetapi dalam kegiatan menulis dia
seperti menemukan ruang pembebasan untuk mengutarakan gagasannya.
Pitaloka Ayu Artiningtyas, salah seorang siswi yang
tulisannya cukup menarik, sebab dia bisa menulis dan bercerita lebih banyak
daripada teman-temannya yang lain. Bahkan pernah terpilih sebagai finalis lomba
karya tulis ilmiah populer yang diselenggarakan
oleh salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di kota Sumenep. Dia kalah
bukan karena tulisannya tidak bagus, tetapi sistem peniliaan yang tidak fair. Pemenang
dalam kompetisi itu ditentukan oleh audiens, dengan memberikan voting pada
setiapsajian.Maka,peserta yang membanyak audiens akan banyakmendapatkan
hasilvoting penilaian.Jadi bukan karena naskahnya bagus tetapi karena teman
satu sekolahnya yang melakukan presentasi. Dewan juri hanya menentukan mereka
yang masuk finalis. Maka, yang jadi pemenang dalam kompetisi semacam ini adalah
yang paling banyak membawa supporter. Tapi Tyas tak pernah kecewa, seskali dia
menunjukkan tulisannya yang berkenaan dengan kearifan lokal yang ada di
Sumenep. Dia berbakat menulis.
Saya berharap kelak dia menjadi penulis yang handal. Jika
menjadi akademisi dia akan menjadi kademisi yang bisa menulis dengan bagus.
Dalam penerimaan mahasiswa baru tahun kemarin, Pitaloka Ayuningtyas diterima di
Fakultas Kedokteran di Mataram. Saya optimis kelak dia akan menajdi dokter yang
bisa menulis dengan baik.
Kemarin siang,saat berada di tempat parkir di sekolah
teras terdengar suara Tyas memanggil mendekat ke arah saya. Bersalaman dan
cerita kalau dia sering mengunjungi blogku. Saya senang sudah enam bulan tidak
bertemu dengannya. Dia semakin berisi dan senyumnya bahgia,apa yang
diidamkannya teraih juga untuk bisa kuliah di fakultas kedokteran. “Pak,saya
sering mengunjungi blog yang bapak kelola.Tapi saya tak menulis lagi. Saya
ingin menulis pak!”.Saya tanyakan jadwal kuliahnya ternyata paling lama sampai
sore hari. Saya eman mendengarnya dia tidak lagi menulis. “Tyas, kamu bisa
mnulis, teruskan kebiasaan itu.Tulislah apa yang kamu alami, pengalaman itu akan
banyak memberikan manfaat bagi orang lain. Menulislah. Sebab engkau akan
berbeda. Jika kelak kamu menjadi seorang dokter. Kamu dokter yang
menulis…Menulislah nak. Jangan berhenti menulis, dengan menulis kau bisa
berbagi dengan orang lain, dengan menulis kau bisa mengabadikan peristiwa dan
kenangan yang pernah singgah dalam hidup kamu, dan dengan menulis kau akan
panjang umur. Sebab ketika kamu tiada tulisanmu masih akan dibaca orang lain.
Gagasan dan pemikiranmu akan terus hidup menjadi bagian dari sejarah kehidupan
yang pernah kau tuliskan….
1 komentar:
Saya baru menemukan alamat blog bapak, moga saya betah main-main di blog bapak. :)
Salam ta'dhim
*Salim*
Posting Komentar