Translate

Senin, 07 Mei 2012

Matematiika Rumah, Sawah, dan Pohon



Suatu pagi seorang kawan guru matematika tengah duduk berdiskusi kecil mengenai rencana kegiatan lomba matematika integrasi “Jabir Award” yang disponsori Bakir Global Finance Institute (BGF Institute) yang bekerjasama dengan SMA Negeri 1 Sumenep. Sebentuk lomba matematika yang agak baru karena di kawasan Madura baru saat ini diselenggarakan. Diskusi berkembang dengan bagaimana mengakrabklan matematika terhadap siswa SMA. Matematika sebagai mata pelajaran sebenarnya adalah bagian integral dari kehidupan.
Sangat disayangkan memang, ketika matematika yang semula akrab dengan dunia anak sebelum masuk sekolah, tiba-tiba menjadi pelajaran yang menakutkan dan menyulitkan. Pada hal dalam keseharian ketika anak-anak bermain kelereng senantiasa berhubungan dengan bidang matematik. Jika dua orang bermain kelereng dan kelereng yang dimainkan masing-masing dua kelereng, dapat dipastikan bidang yang dibangun anak-anak adalah segitiga atau segi empat. Jika kelereng yang dimainkan kian banyak maka bidang yang dibentuk menjadi perpaduan antara bidang segitiga dan segi empat.
Ketika Anak-anak di halaman bermain lompat tangga – mereka akan membuat bidang segi empat, segi tiga dan setengah lingkaran. Dalam permainan ini dilakukan oleh dua orang atau lebih. Siapa yang mendapat bagian bermain pertama, dia akan melemparkan tembikar, biasanya pecahan genting pada bidang-bidang yang telah dibuat. Jika jatuh pada salah satu bidang pemain bergerak melompat dengan satu kaki pada bidang-bidang kosong dan kemudian mengambil tembikarnya kembali ke tempat semula. Setelah selesai dengan membelakangi bidang permainan, pemain melemparkan tembikar ke arah bidang permainan. Bidang tempat jatuh tembikar menjadi “sawah” milik si pemain lalu diberi tanda silang dan tak boleh diiinjak oleh pemain lain. Sebuah permainan yang mengenalkan beberapa bentuk bidang, namun sayang pengalaman anak dalam bermain tidak pernah dijadikian media untuk memasuki dunia matematika.
Pengabaian pengalaman matematika secara empiris di dunia bermain anak kemudian dilepaskan di dalam sekolah, sehingga menjadikan matematika sebagai sesuatu yang asing dan hanya sebagai rumus-rumus yang harus dihafal. Hal ini menjadi persoalan yang cukup menarik untuk ditelaah mengingat matematika di pendidikan dasar menjadi fondasi penting untuk membangun pemahaman pengetahuan matematika di jenjang selanjutnya. Sangat disayangkan memang ketika dalam buku matematika SD pengenalan bidang lebih banyak berupa gambar-gambar tetapi tidak menyentuh pada dunia nyata. Saat belajar menghitung bentuk bidang dan mengukur luas bidang anak dicontohkan pada gambar bebntuk di kertas grafik dan menghitung jumlah luas kotak yang ada.
Saya hanya membayangkan seandainya anak disuruh membawa lembaran daun tanaman yang beraneka ragam, dia akan banyak mengenal bentuk bidang daun dan menggambarkannya di atas kertas grafik dan menghitung jumlah kotak untuk mengetahui luas daun yang beraneka ragam.Alangkah menariknya matematika ketika dihubungkan dengan aneka tetumbuhan dan lahan persawahan yang ada di sekitar kita, sehingga efeknya bukan hanya memahamkan matematika tetapi juga mengenalkan lingkungan alam sekitar.
Matematika pohon, sangat menarik bagi anak usia SMP untuk mengukur diameter batang pohon dan memperkirakan volumenya pada tinggi tertentu.  Menghitung luas daun yang berbentuk ginjal, atau yang memanjang, dan semacamnya. Saya hanya membayangkan suasana belajar menjadi riang penuh dengan percakapan atau diskusi karena bentuknya yang tidak simetris benar.
Matematika rumah dan halaman adalah matematika yang mengenalkan aneka bentuk bidang dan ruang dengan berbagai belahannya dan dapat ditentukan ukuran luas dan kelilingnya adalah hal menarik yang membuat seluruh aspek dalam kecerdasan anak berfungsi. Anak akan menggerakan tubuhnya untuk melakukan pengukuran. Mereka akan menghitung dengan kemampuan logikanya dan akan mengkomunikasiakn dengan teman kelompoknya. Sesuatu yang berkelebat dalam bayangan saya. Sebab, pengalaman buruk bermatematika yang aku alami terutama ketika SMA masih lekatt dalam ingatan sehingga muncul ide-ide nakal untuk menjadikan matematika sebagai mainan. Ketika ide ini saya utarakan pada teman guru matematika mereka hanya tersenyum. Barngkali hanya aku yang gila….!!!!
Kegilaann yang tidak lain untuk mengembalikan amtematika sebagai bagian kehidupan kita dan ada dalam keseharian yang kita kerjaskan, namun kadang tidak kita sadari. Bagaimana matemnatika seorang ibu di dapur berhiotung jumlah dan macam belanjjaan dengan biaya yang diperlukan. Bagaimana kita berhitung pembagian waktu untuk bekerja, ibadah, dan istirahat. Bagaimana pula berhitung kemungkinan-kemungkinan dan peluang yang akan kikta raih. Semua berkenaan dengan matematika. Gila!  (HR)

Tidak ada komentar: