Translate

Kamis, 01 Oktober 2009

PUISI & WISATA

Oleh: Hidayat Raharja*
1. puisi

Puisi sebagai karya fiksi dengan bahasa sebagai komunikasi yang memiliki kekuatan menyampaikan pesan yang ada di dalamnya. Pesan yang ingin disampikan pengarang terhadap pembacanya. Tidak mustahil jika kemudian puisi oleh suatu penguasa dianggap sebagai sesuatu yang mengancam ketika puisi tersebut banyak mengungkap kebobrokan suatu pemerintahan. Dalam sejarah pergerakan nasionalisme puisi memiliki andil besar didalamnya, dan menjadi kekuatan gerakan pemuda dalam membangun kebnagsaan : Indonesia. Siapa yang akan mengingkari kalau sumpah pemuda yang dicetuskan pada 28 oktober 1928 mampu menjadi spirit ke-Indonesia-an yang dikukuhkan secara yuridis tahun 1945.

Tak ada yang mengingkari kalau puisi memiliki kekuatan dalam membangun spirit masyarakatnya, meski kita pahami puisi tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan secara langsung. Pun juga tidak dapat diingkari kalau puisi akan meningkatkan datangnya wisatawan, namun dapat dipahami pesan dalam puisi dapat membangkitkan jiwa seseorang untuk melakuan perubahan atau juga membangun kesadaran.

Dalam konteks perkembangan wisata di Kabupaten Sumenep, bukan sesuatu yang musykil untuk menjadikan puisi sebagai wisata dan media untuk mengembangkan kepariiwisataan. Karena tidak atbisa dibantahkan apabila obyek wisata di Sumenep banyak memberikan inpirasi bagi penyair dan sastrawan dalam melahirkan tulisan. Sebut saja D Zawawi Imron yang kental dengan ke-Madura-annya telah banyak mengangkat citra Madura dalam perspektif kemanusiaan. S Yoga salah seorang penyair yang pernah tinggal di sumenep sekitar 2 tahun telah banyak diinspirasi oleh aneka jenis seni dan obyek wsiata dalam melahirkan karya-karyanya.

Sumenep dengan aneka ragam seni dan budayanya adalahs ebuah aset tak ternilai yang harsu terus-menerus di kembangkan untuk bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sebab, perkembangan pariwisata di Sumenep takkan bermakna signifikan jika hanya menjadikan masyarakat sebagai penonton dan obyek yang terjual tanpa pernah menikmati hasilnya. Kami sangat tidak mengharapkan sebagaimana perkembangan fenomena wisata terakhir ini yang berkmbang di perkampungan miskin sekitar jakarta. Kemiskinan mereka telah dimanfaatkan oleh biro travel sebagai jualan bagi wisatawan asing yang bernilai ribuan dollar. Ini sudah terjadi. Sekali lagi hal ini tidak kami harapkan terjadi di Sumenep.

Sumenep dalam Puisi
SUMENEP
(1)

Di taman sore hari
kota membuka pintu
magrib menggetar kelam jalanan

Kubah mesjid
memantul remang
aroma iklan dan wangi perempuan

Pedih kana dan kembang petang berdebar
jalanan berkelok ke ujung
kantor pemerintahan yang muram

Pekik lirih lelawa
keluh kesal yang tersangkut
di jalinan kawat perseteruan

Menembus pekat malam
rumah-rumah petang
sunyi sepi mengerang

Di antara dingin dan dini
menghabiskan mabuk perempuan jalanan
di semak-semak taman

(2)

Pantai-pantai memotret perempuan belia
Di gunungan pasir dan julang pohon palma

Gelegak gairah berderai dari gelak ombak
Memecah pasiran

Elang laut liar menatap belia
Pusar terbuka nganga karang di dada

Sebahu rambutnya mengibar layar, angin utara
Aroma tropika dan sedap cassablanca

Kobar matanya membakar matahari
Perahu-perahu mendaki tubuh yang merah

Memintal gelombang cinta yang ungu
Menjala setiap detak dan denyut kelabu

Pasir-pasir luruh dalam darahnya
Ikan-ikan menangkap gelepar napasnya

Di antara semak-semak akar bakau
Bersama sambaran elang liar dari jantung lautan

(3)

Oktober menyalakan lampu-lampu sinar biru
Persimpangan memainkan ingar musik
Saling berisik
Membangunkan malam-malam gemerisik


Kota berjubel di bawah tugu jam
Yang terus berputar seperti pusaran nasib
Tak henti berderit

Kau tahu,
Kota ini telah dilahirkan sebelum adipoday dan potre koneng
mengikat janji dalam mimpi kelon yang bunting

berjalan dari masa silam ke tubuh kelam
di situs –situs keraton songennep dan kubur-kubur hitam tak bertanda
tak terbaca

hujan dan hitam bersetubuh
memanggul musim dan kegetiran

ratusan tahun melingkar
ratusan ritus beredar

menyibak kali marengan yang kian dangkal

Di pecinan dan kampong arab
Berserakan puing-puing keanggunan dan
Reruntuhan feodalisme

Kau tahu,
Oktober telah berkali datang
Menyapa kota dan penghuni
2007
(terbit di harian Pikiran Rakyat, Bandung, 24/4/2008)
PASONGSONGAN
lelaki itu memeluk karang julang di balik dadanyalaut hitam kapalkapal menarik jangkar dari kepalanya
di utara nelayan pasongsonganberpose di atas gelombang meregangkan tali ototnya kayuh kemudi ke lepas laut
meninggalkan bisingpantai dan aroma berakterbakar amis pindang dan cakalang
layar dibuka angin bersorakperahu bergerak pasirpasir bukit di selatanmelambailambai.
Dan lelaki itu mengepalkan tangan di antara kakiangin yang kian kencang mengangkang
berkejaran antara hati dan gelombangAntara keberuntungan dan malang ke atas lautke batas tahmitke luas takbir
lakilaki itu menembus kedalamandiantara gaduh terumbu malam dan gemuruh keikhlasan
3. Puisi Post Card
Ada peluang yang cukup manarik untuk menjadikan puisi sebagai pesan turistik atau potensi wisata yang ada di Sumenep. Suastu bentuk publikasi puisi sekaligus menawarkan obyek wisata yang akan dijadikan tujuan atau kunjungan. Hal ini dapat memdukan antara foto obyek dengan didukung teks puisi untuk menambah estetika terhadap keindahan obyek.

Selain berfungsi sebagai penguat pesan obyek, produk ini juga dapat menjadi kenangan bagi pengunjung ,sekaligus souvenir yang bisa dipajang di dinding dengan mempergunakan bingkai yang sesuai.

4. Penutup
Semoga catatan kecil ini bisa menumbuhkan inspirasi untuk perkembangan bisnis Sumenep di era penggunaan jembatan Suramadu.
*penulis adalah esais, penulis lepas seni dan budaya.

Rabu, 26 Agustus 2009

Reportoar Acethak Batho - Dewan Kesenian Sumenep


(Sebuah Refleksi Kematian WS Rendra dan Gugatan atas Kematian Birokrasi Kesenian)

Oleh : Hidayat Raharja

Bertepatan dengan tujuh hari wafatnya WS Rendra, pengurus Dewan Kesenian Sumenep menyelenggarakan acara doa dan refleksi yang diikuti oleh komunitas teater di kota Sumenep dan beberapa seniman di kota ini. Acara doa ini menjadi menarik karena acara yang berlangsung selama 3 hari ( 14 -16 Agustus 2009) diadakan di parkir Taman Kota.
Tidak kurang dari tujuh komunitas teater, masyarakat umum dan komunitas musik indie menyemarakkan acara ini.

Di pintu timur Taman Kota berdiri tegak dua pilar sebagai gerbang dari arah timur. Disitulah kain hitam disandangkan sebagai penanda ada kegiatan di depan pintu. Tak ada tulisan dan hanya seperangkat sound sederhana di tata di kiri kanan pilar, drum dan beberapa tong kosong bertuliskan pertamina dijadikan property pangngung. Arena pementasa ini berbaur dengan para pedagang kaki lima serta mengambil parkir tamu undangan yang menghadiri pesta pernikahan di Gedung Nasional Indomesia berjarak 10 meter dari tempat acara. Di depannya jalan raya dengan lalulalang kendaraan dan manusia yang hilir mudik ke taman. Sebuah kondisi yang seakan menentang kegaduhan dan keterasingan. Semua mata memandang curiga, karena memang tidak ada penanda atas kegiatan yang dilakukan. Aku sendiri tahu ada kegiatan, karena diundang oleh teman-teman DKS untuk ikut diskusi dalam acara bertajuk “Acethak Batho “ (Berkepala Batu, red) sekaligus untuk memperingati tujuh hari wafatnya WS Rendra.

Acara dibuka dengan doa bersama untuk mengenang jasa almarhum WS Rendra, dilanjutkan pertunjukan musik perkusi dengan alat berupa drum kosong bertuliskan pertamina dan satu set drum di belakang panggung. Sebuah harmoni yang mencoba mengungkai kekosongan dalam sebuah tabuhan perkusi yang menimhulkan bunyi gegap dan kadang mencekam. Harmoni yang mencoba meneguhkan kembali keberadaan setiap bunyi yang terdapat dalam benda-benda sekitar yang tak lagi diperdulikan. Kegegapan kaum muda dalam mereaksi perubahan yang tengah berlangsung. Saat kesenian hanya dijadikan sebagai alat dan pemuas kepentingan penguasa. Terutama dalam otonomi daerah kekuatan dan kekuasaan birokrasi kesenian dalam sebuah lembaga bernama “ Dinas Budaya dan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga” (Disbudparpora), lebih menekankan kepada kepentingan-kepentingan turistik semata tanpa memandang keniscayaan terhadap dinamika bekesenian kaum muda. Suara gaduh drum yang kadang tertelan keramaian dan hiruk pikuk taman sesekali berdegum memekaki keramaian dan mencomot perhatian orang-orang sekitar taman untuk berkumpul dan menyaksikannya.

Sebuah harmoni yang mencoba menggugat keramaian taman dan lalu lalang orang-orang di seputar taman. Tak jauh dari lokasi gedung nasional Indonesia merupakan gedung persewaan untuk hajatan umum, biasanya digunakan untuk resepsi pengantin. Semakin mengesampingkan hiruk pikuk kesenian yang berkembang secara dinamis dan sporadis tanpa pernah memiliki wadah atau gedung untuk mengungkapkan ekspresi mereka. Celakanya kesenian hanya dipandang oleh mereka yang bernama kekuasaan sebagai aset yang bisa mendatangkan keuntungan ekonomi secara cepat. Maka, upaya-upaya eksplorasi untuk mereaksi dan merefkleksi perubahan-perubahan kebudayaan pasca berfungsinya jembatan Suramadu yang dilakukan kaum muda hanya dipandang sebelah mata. Aktivitas mereka tak pernah didukung secara finansial oleh dinas budaya dan pariwisata, sehingga mereka sepertinya menggugat kembali keberadaan kesenian di tengah masyarakatnya. Bahwa kesenian hadir dan muncul sebagai dinamika peradaban masyarakatnya. Tidak berlebihan jika kemudian mereka mengambil tempat di taman kota Sumenep untuk melakukan refleksi dan ekspresi berkesenian yang bebas, sebagaimana bebasnya manusia berlalu lalang di taman. Mereka yang mencoba menghirup udara segar, sekedar melepaskan kesumpekan dan atau mereka yang tengah merajut janji bertemu kekasihnya.

Musikalisasi Puisi oleh Fauzi and his gang cukup menarik, karena diiringi dengan tetabuhan drum kosong , memekak dan vokalnya kadang serak dan pecah seperti menyobek gendang telinga. Pembacaan yang sepertinya mau meretakpecahkan benda keras yang menghadang .Suara yang sepertinya menghantam dinding tebal kekuasaaan. Lengkingan suara yang melengkung memuntir pendengaran dan seakan menyamai keramaiaan lalulalang kendaraan bermotor di sekeliling taman. Suara yang berbaur dengan kereta kelinci yang tengah mengangkut anak-anak balita dan ibu muda mengelilingi taman bersilang segkarut dengan suara nyanyian kanak-kanak dari sound permainan odong-odong. Situasi yang meminta setiap penikmat dan pendengar di taman ini harus memiliki kekebalan bunyi, sehingga bisa bersaing dan merebut kebisingan bunyi yang saling bertabrakan di sekelilingnya.

Refleksi meninggalnya WS Rendra, menjadi sebuah momentum untuk menggali dan membangun spirit berkesenian yang selalu dipandang sebelah mata. Sebuah aktivitas yang dianggap tak memberikan ekses ekonomi dan bahkan dianggap mengganggu karena aktivitasnya kadang mengkritisi terhadap kebijakan pembangunan dan politik penguasa. Tak jauh berbeda dengan pertunjukan yang ditampilkan oleh komunitas teater Kates dan Pelangi dengan dramatisasi puisi yang mencekam. Acara malam pertama itu diakhiri dengan “Adhon Jandhon Budaya” sebuah diskusi kebudayaan dengan menggali dan mengmabil spirit yang telah dibangun Rendra dalam berkesenian di Indonesia. Pada acara tersebut dipandu oleh Fauzi dengan Pembicara Hidayat Raharja , Turmedzi Jaka (Ketua Umum Dewan Kesenian Sumenep), dan Syah Latief (Manajer Program DKS).

Menurut Hidayat Raharja dalam diskusi tersebut menuturkan bahwa, “terlalu banyak untuk menggali spirit yang telah ditinggalkan Rendra dalam membangun peradaban bangsa ini. Namun kita harus terus bergerak melakukan yang terbaik untuk bangsa ini. Menjadi diri kita yang berguna, dan yakin bahwa setiap jaman akan melahirkan anak jamannya yang memberikan kontribusi terhadap peradaban masyarakat dan bangsanya”. Sementara Syah Latief menuturkan bahwa yang bisa digali dari spirit yang dibangun Rendra bahwa untuk memajukan kesenian di kota ini diperlukan orang-orang maniak terhadap kesenian. Dibutuhkan mereka yang memiliki perhatian penuh baik secara ideologis maupun praksis dalam berkesenian. Sebuah maniak yang juga telah ditunjukkjan oleh Rendra bersetia dalam berkesenian. Militansi dari setiap pelaku kesenian amat dibutuhkan, karena hanya dengan kesungguhan yang sungguh-sungguh maka kesenian akan berkembang dan maju.

Namun dari sisi strtegi berkesenian Turmedzi Jaka lebih menekankan kepada keterlibatan dengan komunitas-komunitas yang ada di wilayah Sumenep. Kita tidak bisa bergantung kepada birokrasi karena pada kenyataannya birokrasi terlalu rumit dan rigid, sementara kesenian merupakan sebuah wilayah yang fleksibel dan senantiasa bergerak secara dinamis. “Tidak ada salahnya walau kita tak memiliki gedung kesenian taman kota ini menjadi alternatif pementasan, sekalian mendekat kepada pedagang kakilima dan para pejalan serta keramaian.”


***


Pada malam kedua, acara semakin menarik dengan pembacaan puisi yang dibacakan oleh mahendra. Puisi “Achetak Bato” sebuah ketahanan membaca yang menabrak kelaziman dan keramaian. Disini suara berbaur gerak tubuh dan lengkingan suara tong kosong yang ditabuh secara rancak dan kadang-kadang meliar tak terduga. Keliaran ini semakin mencekam dengan reportoar tari “ Kucing Dalam Sarung” oleh Susan Cs. Arena dibuka dengan dua orang lelaki yang membawa kursi plastik dicorongkan tepat di wajahnya. Mereka kemudian meletakkan kursi tepat di tengah arena dan duduk. Dua wanita dengan gerakan tubuh yang semula gemulai dan makin lama kian meliarkan musik yang dimainkan Mahendra dengan lengking terompet yang terasa tertindas berontak seiring dengan hentakan suara perkusi melamban dan suara gagu yang mengigau seperti ada ketertekanan. Perlawan yang beradu dengan kecekatan tubuh penari yang kian meliar. Gerakan-gerakan laksana kucing liar yang tengah mengaung, karena terhalangi hasrta seksualnya yang tengah menggila.

Cukup menarik pula karena dimalam kedua ini banyak anggota masyarakat yang terlibat ke dalam arena, mereka membacakan puisi, berrefleksi dan mengomentari acara berbaur dengan keramaian taman dan para pedagang kaki lima. Pertarungan malam itu makin sengit karena di seberang jalan Gedung GNI melaksanakan resepsi hajatan pengantin. 50 meter dari arena gedung Disbudparpora tengah dilaksnakan panggung pertunjukan yang megah dan mewah untuk menyambut kemerdekaan Republik Indonesia. Sebuah kontras antara lembaga Dewan Kesenian Sumenep yang sekarat mencari dana pementasan dan Disbudparpora dengan panggung megah menyelenggrakan pentas musik dan hiburan.

Acara malam kedua ditutup dengan pertunjukan musik perkusi yang dipimpim Turmedzi Jaka dengan komposisi “Harmoni” secara ritmis mereka memainkan musik dengan menabuh tong minyak pelumas diringi tiupan terompet oleh Mahendra. Harmoni yang muncul dari suara-suara tong kosong tak berguna, sesekali suara menggelinding seakan menyeret persoalan kehidupan yang kian berderit, tong jatuh seperti mengisyaratkan bom yang siap meledak sesekali waktu di tempat tak tentu, dan lengkingan suara gagu Mahendra yang menegaskan kegaguan kita. Kegaguan kesenian yang kian jauh dan tercerabut dari persoalan-persoalan masyarakatnya
***
Di Hari ketiga acara dimulai sejak pagi dengan pertunjukan musik indie oleh anak-anak muda kota Sumenep dan di malam hari acara ditutup dengan pementasan musik Adz- Dzikir pimpinan Turmedi Jaka. Sebuah akhir pertunjukan yang menegaskan sebuah perjuangan dengan memakai cethak batho - kepala batu untuk tidak peduli terhadap keterbatasan baik tempat, alat, maupun finansial. Hal ini diperkuat hadirnya musik Adz- Dzikir, kelompok musik yang mulanya adalah sebuah keinginan dan kreativitas dengan peralatan seadanya dan selanjutnya berkembang ke dalam wilayah kreatif dan tetap menjaga jarak dengan industri sehingga mampu mengawal kebebasan kreativitas yang mereka bangun. Demikian pula hasrat dan keinginan para pengurus Dewan Kesenian Sumenep mencoba menyiasati keterbatasan-keterbatsan dalam sebuah wilayah kreatif dan mampu meledakkan ide-ide segar sembari memperingati tujuh hari kepulangan WS Rendra kerumah asala yang kekal; kematian.

Hidayat Raharja, penyair sumenep dan penikmat seni pertunjukan.

Rabu, 12 Agustus 2009

AGUSTUS: MEREKA YANG TELAH MEMERDEKAKAN AKU

oleh: Hidayat Raharja

Kalau bulan agustus tiba, aku selalu teringat masa-masa inidah menyongsong dan merayakan hari kemerdekaan. Pertama, aneka lomba yang diadakan di sekolah sejak awal agustus tiba; bola kasti, sepak bola, lari kelereng, lari bendera, memasukkan paku ke dalam botol, lomba bernyanyi, dan menggambar. Lomba antar sekolah; lari marathon 5 Km., lari estafet, bola volley, gerak jalan, dan yang paling mengasyikkan adalah KARNAVAL yang diselenggaraakan Panitia Kecamatan.

Karnaval; sebuah ikon pesta yang menguras seluruh energi penghuni sekolah, kepala sekolah, guru-guru,dan seluruh murid-muridnya. Di hari karnaval dilaksanakan , sepanjang jalan raya menuju ke lapangan di samping kantor kecamatan berdiri ribuan anak manusia laki dan perempuan, tua, muda, anak-anak dan remaja. Mereka berbaris di panas matahari untuk menyaksikan karnaval yang diadakan sekali dalam setahun.

Bila mengingat karnaval yang dilaksanakan waktu itu, maka aku takkan pernah melupakan guru-guruku yang kreatif, penuh dedikasi dengan pengabdiannya yang tulus. Benar, mereka amat tulus karena dari kantong mereka keluar duit untuk mensukseskan jalannya karnaval. Bapak JUwairi, Sudarmono, di rumah kontrakannya mengajak seluruh teman-temanku berdandan ala pejuang rakyat dengan tu8buh berlepotan langes, bertelanjang dada dengan bamboo runcing di genggaman. Simbol yang mengungkai kembali perjuangan para pendiri Republik tercinta untuk tegaknya negara dan kedaulatan bangsa Indoensia.

Bapak Abdullah Fagi, ke[ala sekolah yang pintar menggambar, seringkali mengisi dinding kelas yang kosong dengan gamabr aneka situs budaya dan sejarah dengan warna black and white, serta kemampuannya membuat lagu lelucon yang selalu membuat suasana kelas menjadi riang. Bapak Mohamad Yahya, selalu berapiapi menyemanagati kami dalam pelajaran sejarah. Beliau sangat fasih menceritakan perjuangan Soekarno tokoh yang dikaguminya. Beliau yang memberikan arahan kepaa anak-anak bagaimana semangatnya para pejuang untuk melawan penindasan kaum colonial. Ia amat lihai menirukan pidato Soekarno yang membakar semangat kebangsaan. Sementara Bapak Abdul gaffer Gatot (Alamarhum) tanpa aku sadari, ia telah mengajariku kebebasan kreatif dalam menggambar, karena ia tak pernah menyalahkan gambar yang diekerjakan anak didiknya. Ia selalu menerima setiap kekurangan murid, dan menghargai setiap karya untuk diceritakan kepada teman-temannya. Bila bercerita pak Gaffar begitu kami panggil amat fasih menceritakan “ Sinbad Si Pelaut.”

Di hari menjelang karnaval agustusan, ibuku (almarhummah) sangat sibuk menyiapkan pakaian terbaik bauat aku dan adik-adikku. Begitu bermaknanya agustusan bagi keluarga dan teman teman kami. Di bulan itu kegiatan sekolah banyak difokuskan kepada menyongsong pereayaan, sehingga setiap hari adalah hal yang menyenangkan. Ibuku akan menyiapkan baju yang paling rapid a n paling bersih. Pakaian itu akan dipakai untuk mengikuti upacara bendera 17 agustus di lapangan kecamatan. Waktu itu sekolahku belum meiliki seragam. Jadi pada upacara tujuh belasan diwajibkan mengenakan pakaian bersih, rapi, dan bagus dengan memakai sepatu kalau memilikinya, dan boleh pakai sandal japit bagi yang tak memiliki sepatu.

Di pagi ghari jam menunjukan pukul 06.30 kami telah siap berbaris di hlaman depan sekolah. Kamia menyiapkan diri sambil menunggu teman yang terlambat dating. Barisan disusun per kelas, mulai dari kelas empat sampai dengan kelas enam. Tiga bariusan akan berjalan kaki menempuh jarak 2 km untuk mengikuti upacara. Tak ada rasa lelah, semua semangat. Hari itu kami akan merayakan tujuhbbelas agustus. Kami berangkat dan berbaris rapi di sepanjang jalan, sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Di saku baju dan celana telah disipakan uang pecahan untuk dibelikan makan dan minum setelah upacara usai. Kami seperti mendapat penghargaan sepanjang jalan orang-orang yang lewat berhenti sejenak menyaksikan kami yang berjalan menuju lapangan upacara, ada sapa, terbit senyum di wajah mereka seakan kepada kami mereka menitipkan masa depan bangsa. Sesekali terdengar dari mereka doa yang tulus mendoakan kami kelak menjadi orang sukses.

Saat upacara dilangsungkan, semua dalam keadaan hikmat mengikuti acara demi acara dengan penuh perhatian. Ada rasa bangga di dada. Hari itu kami melaksanakan upacara dengan inspektur upacara Bapak Camat dan Komandanya bapak Komandan Koramil dan Asistennya Bapak Kapolsek. Kami membayangkan ikut upacara di istana. Di hario itu semua menjadi satu meski pakaian yang dienakan beragam namun kami seragam dalam memahami kebangsaan. Indonesia.

Upacara selesai, kami berlarian mengusap keringat yang mengucur dari dahi dan menyerbu penjual makanan dan minuman. Kami habiskan seluruh lapar dan haus dengan uang pecahan yang telah kami siapkan dari rumah. Suara ramai dan gaduh karena seluruh perutusan siswa dari tiap sekolah sekecamatan berkumpul merayakan kemerdekaan.
*****
Betapa besar pengorbanan orangtua kami, membesakan kami dari kebodohan dan menyekolahkan kami untuk dibimbing belajar dan menitipkan kami di langgar untuk dibimbing mengaji. Doa tulus buat Ibu, ramanda tercinta (aku takkan pernah mampu membalas jasa dan pengorbanan ramah dan ibu) dan guru-guruku yang tulus memerdekakan kami untuk memilih dan mengembangkan pengetahuan. Doa tak putus buat mbah Hadiah, Mbah Fudloli, nom Zali ( semoga amal kebajikan dan ilmunya yang bermanfaat selalu meringankan bebannya) yang telah membimbingku mengaji. Kepada Bapak Hadrawi (Almarhum) dan Ibu Nyai Hasiyah dua orang yang menambah pengetahuanku mengenal tuhan. Mereka telah memerdekakan aku, tuk mengenal dan belajar hidup dengan penuh kesabaran, ketekunan, dan rasa tawakkal.
Merdeka……!!!!!!! (Agustus 2009)

Rabu, 05 Agustus 2009

JAWARA TOUR (5):KAMI BERNYANYI DAN MENARI


PULANG dari taman Monas, rombongan melanjutkan kunjungan ke rumah Bapak Mh. Said Abdullah. Kunjungan ini merupakan rencana sejak mula, karena kedatangan kami ke Jakarta juga atas support Bapak Said Abdullah. Bahkan penginapan dan makan di asrama haji Pondok Gede adalah bantuannya. Malam itu dengan wajah kuyu karena sudah capai, dan baju penuh keringat terasa lengket di badan. Kalau kami harus kembali ke asrama dulu baru menuju ke rumah pak Said, pasti dihadang kemacetan. Maka, diputuskan dari monas tanpa bersih-bersih badan dan ganti pakaian langsung meluncur ke kediaman pak Said Abdullah.

Perjalanan yang mengasyikkan melewai jalan-jalan kapiler di kampung-kampung padat seperti merayap. Sesekali bus harus berhenti untuk berbelok karena jalan sempit. Bahkan kadang mundur untuk meluruskan haloan, dan terhindar dari kecelakaan. Dari jalanan yang berliku dan menanjak, menurun sampai pula kami ke kediaman Pak Said. Tanda-tanda sudah sampai memasuki jalan ke rumah Pak Said kami sduah ditunggu petugas kepolisian untuk dikawal sampai ke depan rumah.

Rumah yang tenag dengan halaman luas dan sejuk. Dua bus parkir di sisi rumah. Namun semua penumpang terkesima memasuki teras rumah yang luas dan besar. “Ini rumah apa hotel?” bisik salah seorang teman. Rumah! Jawab salah seorang teman. Kami disambut dengan penuh persaudaran, lampu kamera berkerjapan memotret kami yang memasuki rumah. Wooww ruangan yang luas di ruangan telah tertata kursi dengan rapi dan di hadapan tersedia organ dan tiga orang penyanyi cuantik-cuantik. Kami disambut dengan ucapan selamat datang dan suguhan lagu yang mampu mengusap kelelahan kami. Acara dilanjutkan dengan sambutan tuan rumah yang menyatakan gembira dan sebagai ungkapan cinta terhadap para guru dan alamamater SMA 1 Sumenep. Sambutan dilanjutkan oleh kepala SMAN 1 Sumenep, dengan ucapan terimakasih telah menerima kami dengan senang hati. Di sela acara ibu Nana Nazibah memberikan kado kenangan kopiah yang dianyamnya sendiri terbuat dari benang warna merah menyala. Rupanya bu Nana paham bahwa orang dibri kenangan adalah tokoh PDI Perjuangan.

Lagu-lagu kembali mengalaun, beberapa orang diajak joget oleh penaynyai-penyanyi yang cantik. Pak Win dengan gaya khas menemani sang penyanyai berjoget. Dan yang lebih gawat jogetnya pak Udin, asyiiiikkk buanget. Maklumlah orang muda, lagi panas-panasnya.

Capek nyanyi-nyanyi dan jogedan, kami dipersilahan untuk menyantap hidangan yang telahg disediakan tuan rumah. Banyak sekali macamnya. Namun aku hanya memilih yang aku suka.

Usai makan-makan acara dilanjytkan dengan nyanyi dan jogedan. Kali ini yang didaulat bernyanyi adalah pak Sani, kepala sekolah. Ternyata beliaunya bisa juga nyanyi lagu lawas... aku lupa judulnya tapi syairnya yang gini,..”kau yang berjanji kau yang mengingkari...” Nyanyi yang mengasyikkan karena di depannya ibu Elly diseret untuk joged bersama menemani pak Sani. Bu sani bisa joged, dan ternyata banyak ibu-ibu yang tak lagi muda menemaninya berjoged.

Namun waktu terus bergerak, sehingga kami harus segera balik ke penginapan karena esok hari sebagian peserta menuju ke SMA 8 Jakarta, dan yang lain menuju Kebun Raya – Bogor dan dilanjutkan ke Taman Safari Indonesia di Cisarua.

Kami pamitan dan menghaturkan banyak terimakasih kepada Pak Said. Tgank’s pak said, moga tuhan membalas segala kebaikan yang bapak berikan. Selamat bertugas kembali di Senayan – semoag mampu menjalankan amanah yang diemban. Merdeka !!!

JAWARA TOUR (4):DI ATAS KERETA GANTUNG KE MONUMEN NASIONAL


Bising jalanan dan hiruk pikuk orang berbelanja membuat jakarta semakin sesak, dan membuatku merasa gerah dan harus segera berpindah dari kawasan ini. Pukul 13.30 setelah memeriksa semua penumpang, dan telah lengkap perjalanan merambat (karena memang busnya tua dan batuk-batuk segala) menuju tempat Wisata Taman Mini Indonesia Indah. Dari Tour Leader kami mendapat informasi bahwa rombongan akan diajak untuk melihat teater “Keong Emas”. Sebuah bioskop tiga dimensi. Namun di jam-jam siang seperti ini adalah jam-jam sibuk jalanan Jakarta; Macet dimana-mana! Sampai di pintu gerbang TMII sekitar pukul 14.30 antrian mobil memnajang meliuk-liuk bagai naga kalah tarung, lamban. Bahkan untuk mencario tempat parkir di sisi jalan sudah tak ada tempat. Kami semua sadar kalau hari ini adalah lburan umum akhir tahun pelajaran, semua ingin bervakanasi.

Dengan bersusah payah, akhirnya tour leader memutuskan untuk berhenti di tempat parkir dekat dengan loket kereta gantung. Semua penumpangtururn. Lega rasanya seperti terlepas dari tekanan berat dan menyesakkan. Namun tetap saja kami berada dalam kerumunan manusia yang bergerak ke berbgai arah. Sebagian rombongan berpencar dan ada yang emnuju ke teater keong emas. Lebih banyak lagi yang tak mau susah payah berjalan menuju ke loket terdekat; kereta gantung.

Empat tiket untuk aku, istri dan dua anakku. Aku pernah neik kereta gantung dulu tahun 1999, ketika aku menjadi pemenang lomba penulisan naskah kebudayaan daerah yang diselenggrakan Dirjen Kebuayaan RI – Depdiknas. Aku naik kereta gantung bersama dengan pak Anton guru bahasa indoensia SMA Santo Yosef Malang yangtengah mengantar siswanya di lomba diskusi pergaulan sosisal mewakili jawa timur.

Ternyata amat banyak yang berminat menaiki kereta gantung. Antrian mengular dan berbeleuk, ada empak kelokan antrian. Dengan sabar aku mengikuti antrian yang bergerak amat lamban. Hawa terasa semakin panas dan keringat mengucur dari dahiku. Anak-anak kecil mulai banyak yang menangis di tengah antrian, gerah. Di lantai dasar ada empat antrian dan untuk menaiki kereta, aku harus menaiki tangga. Aku bayangkan, setelah menaiki tangga langsung naik kereta.
Setelah menaiki tangga, ternyata antrian masih mengular, empat deret berbanjar antri untuk menuju pintu kereta, total hampir 2 jam aku berdiri untuk bisa menaiki kereta gantung.

Saat menaiki kereta gantung, debar jantung kian kencang membayangkan kalau kawat penggantungnya putus, namun lambat laun perasaan itu menghilang, karena dari atas ketinggian aku bisa menyapu pandangan ke seluruh sisi taman mini yang begitu luas. Keramaian di water boom, miniatur kepulauan indonesia di tengah kolam yang luas dengan sepeda bebek yang dikayuh untuk mengitari miniatur pulau. Betapa luas negeriku. Pulau-pulau yang tersebar dan berpencaran, disatukan oleh lautan yang menjadi penguhubung di antaranya.

Sekitar 10 menit menaiki kereta gantung, aku kembali smapai di stasiun pemberangakatan, tanda perjalanan sudah berakhir. Antrian penumpang masih berderet panjang. Hari libur yang menyenangkan.
Aku dan keluargaku mencari tempat sholat, dan kemudian mencari pangkalan bus yang akan membawa kami ke taman Monas.
******
DETAK jam tangan menunjukkan angka 17.00 wib. Setelah seluruh penumpang lengkap di tempat duduk yang telah ditetapkan, bus melaju lamban menuju area Pekan Raya Jakarta (PRJ). Tourleader juga menginformasikan bahwa kami akan dibawa menuju Pekan Raya untuk menyaksikan aneka produk dari berbgai wilayah Indonesia pameran besar yang setahun sekali adanya. Namun sayang ketika sampai di lokasi bekas bandara ini, janan sesak padat, sehingga tak ada sela bagi bus yang kami tumpangi untuk parkir. Sebagian penumpang meminta untuk tidak menuju arena PRJ, tetapi perjalanan dialihkan menuju Monumen Nasional. Semua sepakat menuju ke Monas. Hari mulai gelap, dan jakarta semakin berkilau oleh lampu-lampu jalanan yang berwarna-warna. Disini aku takkan pernah melihat bintang karena terhalang oleh gumpalan awan hitam. Jakarta penuh polusi udara. Asap ekndaraan bermotor dan bsingnya bunyi laksana iringan musik yang menghentak dan memekakkan gendang telinga. Jakarta, ibu kota yang ramai, dan tak pernah sepi. Semua orang bergegas seperti tak mau ketinggalan. Pantas, kalau peredaran uang negeri ini 80% nya beredar di Jakara, sedangkan sia 20% beredrak ke seluruh wilayah republik tercinta.

Dari kejauhan puncak Monas terlihat menyala, seperti api di mulut obor. Indah namun merana. Ya, monas merana karena banyak dihimpit oleh bangunan gedung bertingkat yang tinggi mencakar langit. Namun inilah salah satu kebanggaan negeri ini, dengan puncak yang dilapisi emas. Sekitar pukul 19.00 wib kami tiba di Monas bus diparkir dan kami diminta berjalan berkelompok-kelompok untuk menjaga keamanan bersama. Rawan! Begitu bisik pimpian tour. Di malam itu monas sangat ramaai. Ada serombongan siswa dengan guru mereka tengah menikmati keindhan malam di taman Monas. Mereka berpakaian seragam kaos olahraga yangmenunjuukkan asal sekolah dan kota metreka. Konon cara ini paling aman untuk menghindari keterpisahan dengan kelompok. Dan yang sangat menarik bagiku adalah para penjual mainan dan minuman yang kucing-kucingan dengan petugas tramtib. Sebagian dari mereka menyembunyikan di lubang tersembunyi yang mereka buat untuk mengelabui jika ada petugas yang akan mengobrak mereka. Aku dengar percakapan di antara mereka. Bahasa komunikasi yang amat aku kenal. Bahasaku. Dialeknya sama dengan asalku.

Saudaraku!!!! Ya mereka saudara sekampung yang terdampar mencari hidup di Jakarta. Kutanyakan mereka dengan bahasa daerah. Ternyata mereka tetangga desa. Mereka masih muda dengan bekal pendidikan yang terbatas, mengadu nasib dengan berjualan kopi, susu dan minuman energi dengan pelbagai mainan anak yang ditawarkan kepada pengunjung dari berbagai penjuru arah.
Aku dan keluarga sempat foto-foto di depan Monas. Aku telah sampai di Monumen yang dibuat oleh Bung Karno, proklamator yang aku dan ayah kagumi.

Jumat, 31 Juli 2009

Jawara Tour (3): KERAMAIAN PASAR TANAH ABANG

Minggu, 28 Juni 2009. Pagi semua peserta tour sudah bersiap-siap di depan asrama haji pondok gede. Semua berbagi penalaman hari kemaren perjalanan yang menjengkelkan. Perjalanan yang serasa dioven di dalam bus. Namun setelah beristirahat semalam, para peserta segar dan semangat kembali untuk melanjutkan perjalanan hari ini. Lebih 30 menit menunggu namun jasa travel belum juga datang.Ketika koordinator peserta mencoba menghubungi tour leader mereka menjawab siap berangkat masih memanaskan mesin kendaran (bus). Jam 07.30 bus belum juga muncul, semua peserta mulai melihat tanda-tanda tidak beres terhadap biro travel ini. Sopir tidak sejalan dengan kemauan tour leader, kondisi yang membuat kami para peserta dirugikan. Pukul 08.30 bus baru datang ke asrama, dan pengumuman dari koordinator bahwa pagi ini sebelum menuju Taman Mini Indonesia Indah, perserta tour akan dibawa ke tempat belanja Pasar “Tanah Abang”. Tempat kualan barang murah yang sudah cukup dikenal dan merupakan salah satu ikon perbelanjaan di Jakarta.

Bus merambat keluar dari kompleks asramahaji pondok gede. Setiap penumpang bergegas dengan impiannya masing-masing. Mereka yang membawa banyak uang tentu, bersiap untuk memborong aneka belanjaan yang diinginkan. Pasar murah, apalagi kalau membeli dalam jumlah besar – minimal membeli tiga potong pakaian, pembeli akan mendapat diskon. Sebuah tempat yang seringkali membuat aku pusing dan bingung. Pusing, karena melihat orang-orang sangat bernafsu berbelanja. Tak cukup dengan jinjingan mereka juga menyeret kereta dorong penuh dengan belanjaan. Belum cukup, teman dan kerabat juga ikut membantu menggotong hasil buruan (ehh belanjaan). Aku juga bingung, karena disinilah sebenarnya gurita kapital menjerat setiap pengunjung (meski tak berbelanja) dengan aneka kenyamanan, tanpa terasa tersret untuk turut membelanjakan uangnya. Apalagi mereka yang memiliki syahwat berbelanja, akan terus berputar-putar dalam pasar memburu aneka pakaian dan kebutuhan yang menyerbu pikiran mereka.

Sebuah area konsumtif dan menjerat setiap konsumen untuk royal terhadap dirinya, memanjakan dan membelanjakan keinginannya. Setiap orang tanpa diasadari telah dipaksa untuk menjadi konsumtif, sehingga ia tidak bisa menentukan dan mengendalikan diri. Pusat belanja yang menyenangkan, dan di sekitar kita berseliweran penjual tas dengan aneka bentuk dan ukuran sepertinya menyediakan hasrat kita untuk membungkus hasil belanjaan. Bagi yang kecapekan dapat selonjor sejenak di tangga-tangga statis yangdisediakan di pintu masuk. Lanskap yang menarik, karena disini menjadi kawasan sosial yang semuanya bisa saling berbagi sandaran pantat, meski mereka belum saling kenal-mengenal. Mereka pada bercerita hasil belanjaannya, barang yang menarik perhatiannya, keinginnanya yang masih belum terbeli, dan keisengan yang mengakibatkan barang menjadi miliknya (Keisengan karena sebenarnyaa tak berhasrat untuk membeli barang, hanya mencoba menawar, namun kemudian barang dileapskan oleh penjual.

Di area ini akan terlihat ibu-ibu yang sangat antusias dan selalu kehabisan dan kekurangan waktu untuk memenuhi hasrat belanjanya. Sehingga kesepakatan waktu, pukul 13.00 semua sudah siap di dalam bus, ternyata masih ada kaum hawa yang belum keluar dari mulut gurita pasar Tanah Abang. Suara dering Handphone, saling bersahut ada yang memanggil terburu, dan ada yang meminta ditunggu karena belum memuaskan nafsu (belanja lho!!).

Senin, 06 Juli 2009

JAWARA TOUR: (Bagian Ke-2)


REKREASI DI SEAWORLD

Matahari makin meninggi, sinarnya membakar ejndela hingga terasa panas diwajah. Tourleader mengumumkan pagi ini kita akan sarapan di suatu rumah makan di kawasan Pamanukan – Jawa Barat. Bus bergerak mengikuti arah sinar matahari. Jalanan kian ramai, oleh kendaraan dan kesibukan para pegawai menuju tempat kerja. Jalan bus tetap lamban bahkan terasa lebih lamban. Memasuki daerah Pamanukan melewati jalan tol, bus terus melaju. Namun beberapa saat kemudian terlihat tourleader mulai gelisah, rumah makan yang dituju (Taman Sari 3) tutup. Bus kembali berbelok arah memutar ke arah timur. Semua penumpang dalam bus menggerutu. Sekitar 10 km bus kembali ke arah jalan semula menuju rumah makan Taman sari 2.
“Bagi bapak dan ibu yang akan mandi pagi nanti tersedia di rumah makan. Bapak –ibu bisa mandi sepuasnya ada empat belas kamar mandi yang bisa dipergunakan,” terang tourleader dengan wajah yang masih menegang karena diomeli penumpang.
Bus menurunkan lajunya, menepi ke kiri jalan, menuju rumah makan “Taman Sari 2”. Semua penumpang turun. Tubuhku masih terasa kaku, gerah, dan kulit rasanya lengket karena sudah 24 jam belum tersentuh air. Aku bergegas ke kamar mandi, wuaahhh bau tak sedap menyeruak. Ketika masuk, di dalamnya sampah menumpuk di sudut. Namun karena rasa lengeket di tubuh, aku tetap melaksnakaan niat, antri amndi. Mengambil secibuk air, rasanya lisic di kulit, penanda kualitas airnya jelek dan baunya tak nyaman, serta warnanya tak jernih. Dengan terpaksa aku siram tubuhku dengan bilasan beberapa cibuk air, membilas sabun ke sekujur tubuh, namun terasa seperti membilaskan minyak. Aku segera menyelesaikan mandi. Tidak menyegarkan, namun lumayan untuk membasahi seluruh tubuh.

Sarapan pagi ketemu lagi dengan goreng ayam. Aku khawatir kolesterol tubuhku makin meningkat. Beberapa kali menghadapi santapan makan, menu goreng ayam selalu ada di atas meja. Tak ada pilihan, karena paket ini sudah diatur oleh tourleader yang membawa rombonganku ke rumah makan.

Usai sarapan, semua kembali ke dalam bus melanjutkan perjalanan ke arah jakarta. Matahari kian terik dan panasnya membakar ruangan bus ber-AC. Tubuhkju terasa nyeri dan ngilu terlalu lama duduk. Sudah lebih dua puluh empat jam tersekap dalam perjalanan yang menjenuhkan. Memasuki tol Cikampek harapan makin mendekat, namun jalan bus bagai keong. Barangkali bus tua ini sduah amat capek dua hari menyusuri aspalan.

Pukul 14.20, Bus memasuki kota Jakarta, menuju tempat Taman Impian Jaya Ancol. Sekitar 30 jam perjalanan dari kota Sumenep menuju Jakarta. Ke Ancol, rasanya tak bersemangat karena aku sudah berkali-kali mendatanginya. Namun semangatku kembali menyala, karena mengingat dua anakku yang pertamakalinya datang ke Jakarta.

Tourleader menggiring kami ke area “Seaworld”. Betapa senang dua anakku, mereka berfotoria di depan aquarium dan memasuki aquarium besar yang melengkung di atas kepala, melihat ikan-ikan besar; Hiu dan Pari dan beberapa petugas menyelam memberi makan aneka jenis ikan. Suasana dalam ruangan terlihat gaduh, karena dalam minggu-minggu kunjungan kami bertepatan dengan hari libur sekolah. Setelah penat berkeliling ruang aquarium, aku sekelurga keluar dan mencari tempat shalat yang ada di dekat parkir mobil.

Usai melaksanakan shalat asar dan zuhur, aku selonjorkan kaki dengan posisi tubuh bersandar ke tiang masjid. Sejuk terasa, dan sepertinya tubuh mendapatkan sirkulasi udara baru yang segar dan menyegarkan. Di seberang troroar terlihat pak Bisron Ali (Tourleader) menenteng makanan kotak yang akan dibagikan kepada peserta tour. Jadilah kami makan di trotoar, sambil mengawasi orang berlalu-lalang. Makan di pinggir jalan, kenangan masa silam saat-saat kuliah dan melakukan perjalanan mingguan untuk mencari hiburan.

Usai makan siang dua nakku mengajak untuk mendatangi area outbond, namun menurut informasi yang kuperoleh dari tourleader dan orang-orang sekitar menyarankan untuk tidak ke sana karena harus naik angkutan bus khusus, lagi pula waktunya sudah sore. Jadi tak memungkinkan untuk mendatangi kesana.

Minggu, 05 Juli 2009

JAWARA TOUR:

PERJALANAN YANG MENGENASKAN
(1)

Liburan akhir semester tahun ini aku sekeluarga mengikuti tour SMA 1 ke jakarta dan Bogor. Perjalanan yang diharapkan mampu memberikan refreshing terhadap tekanan kerja di sekolah yang menumpuk dan mengursa tenaga. Aku bawa istri dan dua anakku bersama keluarga besar SMANSA, bukan dengan tiket gratis, tetapi membayar dengan sejumlah harga yang tak murah. Berani membayar harga sebesar itu, karena dijanjikan oleh Jawara Tour untuk rekreasi di Ancol. TMII, Kebun Raya Bogor, dan Taman safari Indonesia – Cisarua – Bogor. Aku ajak dua anakku supaya mereka bisa rekreasi sambil belajar.

Hari yang dinantikan tiba 26 Juli, jumat pagi pukul 06.00 kami sekeluarga telah berkemas untuk menuju tempat pemberangkatan di halaman depan SMAN 1 Sumenep. Ternyata bus yang akan membawa ke Jakarta belum muncul. Semua peserta tour menggerutu. Pukul 06.30 Bus baru datang, dua bus yang sudah terbilang tua, hanya tampak luarnya yang bagus. Aku sekeluarga naik ke bus pertama, sebagaimana yang telah diatur panitia. Satu per satu penumpang naik ke atas bus, panitia melakukan cheking terhadap seluruh peserta. Pukul 07.00 di bus pertama dilakukan presensi terhadap peserta, tinggal satu rombongan keluarga yang belum datang ; Bu Chairunnisak dan keluarganya belum datang. Semua penumpang menggerutu, karena perjanjiannya pukul 06.30 sudah siap berangkat. Tak lama kemudian yang ditunggu datang, dan sebelum berangkat dilakukan doa bersama dipimpin bapak Suhdi, S.Ag. Tepat pukul 07.10 bus pertama berangkat diikuti rombongan bus kedua.

Suara dalam bis mulai riuh, satu dua penumpang mulai melemparkan cerita, dan ditanggapi penumpang lainnya. Melintasi jalan lingkar timur, tambak-tambak yang sepi dibakar hangat mentari. Matahari bergerak perlahan bus meninggalkan pertambakan, melintasi jalan propinisi ke arah Surabaya. Suara musik didendangkan D’Lloyd terdengar mendayu-dayu dari monitor DVD, membongkar kenangan lama tahun 70-80an. Tiba-tiba tour leader Bapak Bisron Ali memegang mike dan mengumumkan kepada seluruh peserta tour, kalau nantinya rombongan bus akan melewati jembatan Suramadu,” Baiklah bapak-bapak dan ibu-ibu kita start dari halaman SMA pukul 07.10 perjalanan ke Surabaya akan memakan wakt sekitar 3 jam melewati Suramadu. Tour kita kali ini akan membuat para peserta merasa di charge kembali setelah stress akibat kesibukan di tempat kerja. Kita nanti akan mengunjungi Monas dan menjelang sore mengunjungi Ancol. Di sana kita bisa melihat sunset di pantai Marina. Hari Minggu ke Taman Mini Indoensia Indah ke teater keong emas dan dilanjutkan ke masjid kubah emas, dan malam harinya beramah tamah dengan bapak Mh. Said Abdullah di ekdiamannya. Esok harinya sebagian peserta yang telah ditunjuk melakukan studi banding ke SMAN 8 Jakarta. Sementara yang lain akan ke kebun raya Bogor dan dilanjutkan ke Taman Safari Indonesia. Peserta Tour akan menyusl siang harinya ke taman safari Indonesia”.

Informasi yang mendebarkan sekaligus menggembirakan, karena tour ini waktu pertama kali bagi dua anakku mengunjungi kota jakarta. Perjalanan bus lamban, merayap, melata sepanjang aspalan hitam menuju Surabaya. Perjalanan yang santai dan pukul 10 kurang 15 menit bus memasuki sisi Madura dan kembali tour leader memberikan informasi mengenai Suramadu, ia menjelaskan proses pembanguna jembatan dan biaya yang telah dihabiskan. “Perjalanan ini menemupuh jarak sekitar 11 Km ke pangkal jembatan dan melewatu bentangan jembatan di atas laut sekita 5,4 km. Jarak ini akan kita tempuh sekitar 15 menit. Waktu yang singkat bila dibandingkan dengan penyeberangan mempergunakan kapal ferry di pelabuhan Kamal,” ujar Tour Leader penuh semangat. Tak lama sekitar pukul 10 lebih 40 menit bus sudah sampai di dataran Subaraya.

Surabaya yang sesak, bising mulai memekakkan telinga. Jalanan macet mengingatkan kembali kenangan surabaya terhadapku di ntahun 80-90 an. Surabaya yang padat, bising dan memekakkan telinga. Bus meliuk-liuk menyusuri jalanan arteri menuju ke arah Gresik. Jalan berliku dan menegangkan, karena jalan bus mulai terasa lamban. Padahal bus yang aku tumpangi jauh lebih bagus daripada bus yang ditumpangi rombongan kedua. Kota yang padat telah dilintasi bus memasuki kawasan pertambakan di sisi kiri-kanan jalan. Kawasan Gresik dengan aroma pelabuhan yang khas. Tambak-tambak terhampar memberikan lanskap kota pesisir dengan industri yang tak pernah mati. Di beberapa masjid yang berdiri di pinggir jalan mulai terlihat orang-orang berdatangan menunaikan shalat jumat. Setelah berjalan agak jauh bus berhenti di sebuah kawasan sekitar pertambakan di sebuah masjid yang mulai sesak oleh jemaah yang akan shalat jumat. Kami shalat jumat. Kemudian dilanjutkan dnegan ibu-ibu untuk menunaikan shalat dzuhur.

Usai shalat jumat perjalanan dilanjutkan mencari rumah makan untuk makan siang. Bus berjalan merambat melata bagai ular, menunggu munculnya bus kedua yang berjalan lebih lamban. Kabar yang tidak menyenangkan, didapat informasi bahwa rombongan bus kedua mengalami gangguan kehabisan solar. Gejala tidak menyenangkan mulai menghadang. Ternyata bus kedua kondisi mesinya sudah tua, hal ini disadari penumpang di bus kedua kalau berhenti mesin tidak pernah dimatikan, meskipun pemberhentian berlangsung dalam hitungan jam.
*****
Malam pun tiba perjalanan kian gerah karena mobil berjalan lamban, seperti jalan orangtua yang dibantu memakai tongkat. Penumpang bus pertama mulai resah merasakan perjalanan yang menjenuhkan. Sampai di daerah jawa tengah sudah sekitar pukul 21.00 lewat. Bus isi bensin di sebuah SPBU. Penumpang turun untuk mencari hawa segar, sebagian lagi buang air kecil dan mencuci muka yang mulai kuyu.

Sekitar 30 menit di SPBU, perjalanan dilanjutkan lagi. Malam dengan pernik bintang di hamparan langit gelap memantul seperti mata langit yang mengintip kepenantan penumpang dalam bus pertama. Anaka-anak kecil dalam gendongan merengek karena terguncang-guncang dan terbangun dari tidur yang tak nyenyak. Sebagian yang lain ngorok dengan tidur terduduk di kursi yang tak begitu empuk. Aku terlelap, namun tiba-tiba terbangun karena bus ngerem mendadak. Setengah terbangun aku lihat ke arah depan deretan mobil memanjang dilanda kemacetan. Macet!!! Tak ingin sial aku kembali katupkan kelopak mata. Tak ingat apa-apa hanya sesekali tubuh terpental dari kursi karena rem mendadak. Hingga tiba saat shalat subuh tiba. Bus menepi di sebuah maesjid di pinggiran kota; Masih daerah perbatasan jawa tengah dan jawa barat. Badanku sudah tak kuta menahan ngilu. Sekitar 20 jam di atas bus. Pada hal kalau waktu-waktu sebelumnya ke Jakarta naik bus Karina / Lorena dalam bentang waktu 21 jam dari arah sumenep bus sudah memasuki wilayah jakarta kota. Perjalanan yang menjengkelkan, namun aku mencoba mengubah perasaan menjadi menyenangkan. Seumur-umur saat inilah aku dipangagang di atas bus dalam jangka waktu lama.. Usai shlata subuh perjalanan dilanjutkan lagi untuk mencari rumah makan untuk makan pagi.

Angka jam menunjuk Pukul Tujuh pagi hari sabtu 27 uli 2009. tak tereasa sudah 24 jam di atas bus, namun tanda=tanda untuk segera sampai ke tempat tujuan masih jauh dari pandangan dan harapan. Salah seorang penumpang dalam bus pertama mulai emosional, kaerna anaknya yang masih balita takj kuta menahan panas. Bapak Moh. Hasan- Guru BK yang biasanya sabar, tak kuat menahan marah. Ia damprat Bisron Ali (Tour Leader Jawara),” jasa travel tidak profesional. Sudah dua puluh empat jam belum juga sampai tujuan. Bus tua jangan diajdikan angkutan wisata. Ini manusia bukan binatang. Ayo jalankan bus dengan benar. Masa perjalanan Sumenep ke Jakarta sampai lebih 24 jam. Katanya bus executif. Bus tua dibilang bus executive,” bentaknya menuju ke hadapan tourleader dan sopir.

Aku tak berani menatap wajah Bisron Ali. Ia begitu tegang dan tak menduga akan mendapat cacian semacam ini. Bahkan teman-teman yang duduk di belakangjuga ikut ngomel mencelotehi layanan Jawa Tour yang amat buruk. Anak-anak kecil mulai menangis karena gerah. Pendingn dalam bus seperti tak berfunggsi karena kami sudah terlalu lama dalam bus. Wajah Bisron Ali pias. Aku tak tega. Kondisi dan situasi yang kurang mengenakkan diredakan oleh teman sebangkuku H. Rasik Rahman. Guru olah raga yang periang dan selalu ada humor segar yang dilontarkan.
“Tenanglah pak, nanti sampai juga ke jakarta. Kita kan tak terburu-buru. Sabar yang pentings elamat sampai tujuan,” hiburnya sambil tersenyum.
Terus terang aku merasa beruntung duduk berdampingan dengannya, karena selalu m,enenangkan hati yang galau karena bus berjalan sangat lamban. Muncul olok-olok dari belakang kalau bis yang aku tumpangi tak pernbaah mendahului (menyalib) kendaraan tetapi emnjadi bus yang selalu didahului oelh kendaraan lain yang usianya lebih tua. (asambung...)

Sabtu, 04 Juli 2009

SEKOLAH DI DALAM MESJID

:Catatan kunjungan studi banding ke SMA Negeri 8 Jakarta

Upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan SMA Negeri 1 Sumenep menjadi sekolah yang bermutu, selain meningkatkan kualitas personalia serta tenaga pemgajarnya, juga melakukan studi banding ke SMA 8 Jakarta. Studi banding ini yang ke lima kalinya, pertama tahun 2001 ke SMA Unggulan darul ulum Jombang dan SMA 1 Batu. Ke SMA 15, SMA 2 dan SMA 5 Surabaya. Pada tahun 2008 melakukan studi banding ke SMA Negeri 1 Yogyakarta – SMA teladan se Indonesia. Di akhir bulan juni 2009 melakukan studi banding ke SMA Negeri 8 Jakarta.

Kunjungan studi banding ini tidsak lain adalah sebuah ikhtiar untuk menyelenggarakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional yang akan dimulai tahun pelajaran 2009/2010. Pilihan ke SMA 8 jakarta sebagai tujuan studi banding, karena sekolah ini meruipakan salah satu sekolah negeri yang memiliki kelas internasional yang berinduk ke Cambright. Memiliki 2 kelas internasional yang kurikulumnya mengacu ke kurikulum internasional. Sedangkan tujuh kelas lainnya merupakan kelas RSBI.

Ada banyak hal yang dapat dipetik dari studi banding ke SMA 8 Jakarta, antara lain: pertama meski sekolah ini berada di daerah DKI Jakarta, tetapi memiliki murid yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia. Artinya secara kualitas sekolah ini telah dipercaya oleh masyarakat untuk menitipkan anaknya menjadi pintar.

Kedua, di pintu masuk sekolah berdiri bangunan mesjid dengan arsitektur yang megah. Sebuah bangunan dengan arsitektur modern yang menghabiskan biaya sekitar 1 milyar. Bangunan mesjid ini menjadi ikon SMA Negeri 8 Jakarta, sehingga menamakan dirinya “sekolah di dalam mesjid”. Di tempat ini pula berbagai aktivitas keagamaan dilangsungkan. Mesjid bukan sekadar simbol tetapi juga membawa implikasi terhadap pelaksanaan pendidikan di SMA 8, antara lain setiap pagi mulai pukul 06.30 sebelum dimulai pelajaran dilakukan pembacaan ayat suci Al-Qur’an selama 15 menit yang dipandu dari ruang operator.

Ketiga, SMA 8 menerapkan aturan bahwa setiap guru yang mengajar di SMA 8 harus memiliki moral dan akhlak yang baik. Hanya dengan akhlak yang baik akan mampu menuntun siswa menjadi lebih baik. Untuk itu sekolah memberikan penghargaan bagi guru yang beragama islam setiap tahun ada dua orang guru yang diberangkatkan ke tanah suci, dibiayai oleh komite sekolah. Sedangkan bagi yang beragam nasrani disediakan dana untuk melakukan ziarah ke tempat kelahiran nabi Isa di Palestina.

Keempat, sistem evaluasi pembelajaran dilakukan oleh tim evaluasi, hal ini dilakukan untuk menjaga obyektifitas guru mata pelajaran dalam melakukan penilaian terhadap peserta didik. Remedial hanya dilakukan satu kali untuk menciptakan budaya belajar bagi siswa. Namun sebelum remedi dilakukan terhadap siswa yang tidak mencapai kompetensi di berikan klinik pendidikan, ada remedial teaching dan dilanjutkan dengan ujian remedial.

Kelima, di sekolah ini tidak ada les privat mata pelajaran karena bimbingan belajar siswa ditangani oleh alumni SMA 8 yang dinamakan dengan BTA (Bimbingan Tes Alumni). Tidak adanya les yang dilakukan oleh guru pengajar menjadikan penilaian hasil belajar lebih obyektif, sehingga juga diikuti usaha gigih siswa untuk mencapai ketuntasan belajar.

Keenam, lingkungan kelas dan lingkungan sekolah tertata rapi, tidak ada gambar-gambar di dinding kelas seperti yang terlihat di SMA 1 Sumenep. semua dinding terlihat bersih hanya terdapat satu papan kecil untuk presensi siswa, dan rak untuk menempatkan daftar hadir siswa. Pot gantung dengan tanaman sirih gading bertebaran di berbagai tempat menambah keasrian sekolah ini.

Ketujuh, bagi guru yang tidak rajin masuk kelas dikenakan sangsi dipotong honor komite sekolah, sehingga memacu guru untuk rajin dan kreatif dalam melaksanakan tugas mengajar. Juga komite sekolah membrikan bantuan dana kesehatan jika guru atau staf Tata usaha menderita sakit, dengan mengganti biaya berobat yang telah dikeluarkan.

Layanan yang memuaskan, komite dan orangtua siswa bersedia memfasilitasi kebutuhan guru asal guru mau membimbing peserta didiknya menjadi lebih cerdas dan berhasil memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Guru mampu memberikan layanan prima terhadap siswa dan masyarakat (orangtua murid) sebagai imbal jasa atas kepedulian orangtua terhadap sekolah dan segenap komponen yang ada di dalamnya.

Menirukan apa yang dilakukan SMA Negeri 8 Jakarta di SMA Negeri 1 Sumenep jelas tidak mungkin, karena memang situasi dan kondisinya berbeda. Namun dari studi banding ke SMA Negeri 8 Jakarta, kami mendapat pelajaran, antara lain; pertama, pembentukan sistem di dalam sekolah amat penting sehingga semua bekerja dan berjalan dalam kmekanisme ssitem yang telah dibuat. Bila sistem yang dibuat sudah baik dan mapan, maka siapa pun pimpinan sekolah tidak berpengaruh terhadap proses pelaksanaan pendidikan di dalamnya, karena semua berjalan pada mekanisme yang ada.

Kedua, pentingnya kebersamaan antara sekolah, orangtua musrid dan masayarakat. Hanya dengan kebersamaan semua keinginan bisa tercapai. Terutama kesepahaman antara orangtua siswa dengan pelaksana pendidikan di sekolah, keterbukaan penyelenggara sekolah, dan komitmen untuk memajukan pendidikan adalah hal vital yang perlu dilakukan di sekolah tercinta, SMA Negeri 1 Sumenep.

Barangkali tidak berlebihan jika di awal tahun pelajaran ini kita memperbaharui niat, untuk mengawali kerja dengan tulus dan ikhlas demi kemajuan pendidikan dan keberhasilan anak-anak kita yang akan meraih masa depan. Niat tulus yang juga diiringi oleh doa para orangtua dan dukungan material untuk memfasilitasi kebutuhan pendidikan di sekolah. Hanya rasa percaya dan rasa saling memiliki bisa melapangkan jalan yang menjadi cita dan tujuan bersama. Allahu Akbar !!! (Hidra)

Minggu, 31 Mei 2009

RAHEMAN

Pagi itu pak Juwairi masuk dengan senyum dan binar bola matanya memancar. Tiga belas anak asuhnya di kelas enam menunggu dengan suara ramai tak bisa diam. Tak peduli. Senyum terbit dari wajah yang berbinar dengan sorot mata bercahaya, dan kemudian duduk di pojok depan sebelah selatan mulai membuka pelajaran. Hari itu jadwal di dinding yang kusam tertulis mata pelajaran IPA.

“Sekarang kita ulangan!” ingat pak Juwairi pada teman-teman sekelasku.
“Belum belajar, Pak!” jawab si Raheman yang memang tidak pernah belajar dan hanya mendengarkan materi pelajaran dalam kelas. Sekolah baginya bertemu teman sekelas, berbagi cerita dan pulang saat bel jam terakhir bendentang. Tak tinggi cita yang digantungkan. Ia hanya mengimpikan Tamat SD merantau ke Surabaya, mblater, atau jadi buruh pabrik.

Semua teman mengambil kertas ulangan. Mencatat soal yang didektekan dari depan kelas. Kami mengerjakan soal selama 60 menit dengan perasaan ringan tanpa beban. Kami tidak pernah menginginkan mendapatkan nilai terbaik dengan cara curang. Kami hanya ingin mencoba menjawab dengan jujur apa yang kami kerjakan. Kejujuran menjadi segala-galanya.

Tidak ada suara gaduh. Semua tenang mengerjakan soal-soal yang telah didiktekan. Waktu enampuluh menit berjalan begitu cepat dan kami semua menyerahkan jawaban yang telah selesai dikerjakan. Lembar demi lembar kertas jawaban dibaca pak Juwairi. Teman-temanku Nanto, Safi, Zinal, Jappar, dan Hasan membicarakan jawaban yang telah diruliskan. Mereka pada mengira-ngira perolehan nilai yang akan didapat.

Semua menduga pasti si Jappar akaan memiliki nilai paling baik. Karena dia lah bintang kelas kami. Orangnya pendiam, rapi, bersih, dan buku catatannya paling lengkap dan paling rapi. Dia jagoan mata pelajaran di eklas kami, berhitung, ipa, ips dan bahasa Indoensia, sellau mendapatkan nilai tinggi.

“Ini jawabannya Rehman,” tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara pak Juwairi dari depan kelas.
“Kenapa, pak?” tanya temnaku yang lain.
“Dari sepuluh soal hanya menuliskan satu jawaban.”
“Nomor berapa, Pak?!”
‘Tidak ada nomernya.”
“Apa jawabannya, Pak?”
“Maaf pak saya tadi malam tidak belajar.” Itu saja jawabannya Raheman. Pak Juwairi tersenyum.
“anak-anakku daripada kamu berbuat curang untuk mendapatkan nilai bagus, lebih baik kamu jujur seperti si Raheman. Saya sangat menghargai kejujurannya.”
Teman-teman sekelas tertawa sambil mengoilok-olok memanggil nama bapaknya ,” Pan Rakek...Pan Rakek...Pan Rakek”

Kami memahami kalau Raheman tidak sempat belajar setiap malam; pertama, karena kalau berangkat ke sekolah dia membawa jualan nasi dan gorengan punya budeku. Dari hasil penjualan dia mendapatkan upah sekadarnya. Kedua, jika siang hari sesampai di rumah dia menyipkan seperangkat barang ke dalam kotak untuk dibawa ke pasar membantu ayahnya berjualan batu korek api, minyak sulin untuk korek api, dan peralatan untuk memperbaiki lampu senter.
Ketiga, jika malam hari tiba di kampungnya tak ada penerangan selain cahya bintang dan rembulan. Semua maklum di jaman seperti itu kemiskinan melilit saudara-saudara kami yang ada di perkampungan,seperti juga kampung di mana Raheman tinggal; Temoran. Untuk membeli minyak tanah mereka lebih mendahulukan untuk membeli bahan makanan pokok untuk mengisi perut. Sesuatu yang lumrah ketika selesai shalat isya mereka semua menutup pintu sampai waktu subuh tiba.

Raheman, teman yang selalu meredakan ketegangan di dalam kelas. Dari wajahnya yang lancip, tulang pelipisnya mencuat dengan pandangan mata sayu. Semua yang melihat akan merasa iba. Namun dia adalah anak yang bisa bersahabat dengan siapa saja. Rendah hati dan suka memnolong sesama. Jika musim panen jagung tiba kami diajak ke rumahnya untuk membakar jagung segar yang baru dipetik dari pohonnya. Kami bakar jagung di tungku dapu yang menyatu dengan kandang sapi. Ya, dapur penduduk di kampung kami menjadi satu dengan kandang sapi. Posisi dapur selalu berada di depan rumah menghadap ke utara. Penyatuan kadang sapi dengan dapur untuk menjaga sapi dari gangguan pencuri.

Lain lagi kalau musim srikaya tiba aku diundang untuk bermain ke rumahnya dan di halaman belakang rumahnya yang berbatu-batu banyak ditumbuhi pohon srikaya yang rasanya sangat manis. Aku diperbolehkan untuk mencari memetik sendiri buah yang matang di atas pohonnya. Waktu-waktu yang menyenangkan.

Suatu ketika aku pergi ke pasar di waktu sore, karena sore itu hari pasaran hewan. Mendatangi pasar adalah salah satu acara di desa bagi anak-anak seusiaku untuk mencari hiburan. Ya, mencari hiburan menyaksikan ppenjual obat menawarkan dagangannya dengan permainan sulap yang sangat menakjubkan bagiku. Aku kagum dengan boneka yang bisa menabuh genderang dengan digerakkan batu baterei. Aku terkesima dengan mobil-mibilan yang berjalan sendiri setelah peer pendorongnya diputar. Sesuatu yang baru bagi kami, dan mungkin bagi anak-anak di kota permainan itu hal yang biasa.

Sore itu, setelah menyaksikan atraksi penjual obat dan dalam masyarakat kami dikenal sebagai “Tokang Jual Jamo”, aku mampi ke lapak tempat berjualan orangtua Raheman. Aku menghampirinya karena pas lewat di depan lapak yang menjaga Raheman. Aku diajak untuk menemaninya. Raheman sangat mahir untuk mengganti batu korek api, dengan membuka mur di bagian bawah korek, dilepaskannya per yang diujungnya tempat menempel batu korek api. Dia juga mahir memperbaiki kerusakan pada lampu senter. Jika ada orang datang meminta bantuan untuk memperbaiki senternya yang mati, dikeluarkannya batu baterai yang ada di dalam, diambilnya obeng dan dibukalah bagian tombol untuk menyalakan lampu yang menghubungkan kutub positip dan negatip sehingga lampu menyala. Kalau bagian lempengan yang menghubungkan kedua kutub yang berlawanan berkarat dibersihaknnya dengan amplas sampai hilang karatnya. Dari pekerjaan seperti itu dia mendapatkan imbalan jasa dari orang-orang membutuhkan pertolongan. Tidak terlalu besar jasa yang diperoleh, namun tarnsaski itu berlangsung dengan penuh keakraban dan ketulusan. Tidak ada patoan harga, namun pemberian yang tulus sebagai rasa terimakasih menajdi pengikat persaudaraan, karena esok hari jika mendapatkan masalaha dengan korek api dan lampu sneter akaan datnag kembali ke tempat Raheman membuka dagangan.

Setamat dari sekolah dasar aku dengar raheman merantau ke surabaya menjadi buruh pabrik. Lima belas tahun dari perpisahan itu aku bertemu di pelabuhan Kamal ketika aku mau pulang dari kuliah untuk berhari raya di kampung. Raheman bersama istri dan dua anaknya membawa beberapa kardus barang mau pulang kampung, toron. Kami berada dalam satu kendaraan. Dia bercerita kalau saat itu bekerja di pabrik sepatu. Dia banyak bercerita tentang kesulitan ekonomi yang membebabni hidupnya. Namun ia menggantungkan harapan kelak anak-anaknya bisa sekolah tinggi mendapatkan pekerjaan yang layak dan tidak mengalami nasib seperti dirinya.

Terakhir aku dengar Raheman kembali ke kampung halamannya membuka tambal ban kendaraan bermotor di tepi jalan belakang rumahnya.

Jumat, 29 Mei 2009

AKU INGIN

Aku inginkan
Setiap siswa memagang satu laptop
Di depan ada layar lebar
Ruangan ber AC
Dan full music

Siang itu musim kemarau suasana ruangan kelas amat gerah, karena ventilasinya buruk dan tempatnya gersang dikepung oleh gedung-gedung yang pengap melengkapi kegerahan dalam ruangan kelas. Aku sendiri bingung mau beraktivitas apa dalam ruangan jika suasana dalam kelas tidak memungkinkan. Lebih menyedihkan lagi aku diminta untuk memberikan materi menulis kreatif sebagai tambahan pelajaran bagi siswa kelas X.

Oke, bagaimana kalau siang ini kita mencoba menuliskan impian kita mengenai apa yang kita impi dengan sekolah yang kita cintai ini?Ajakku pada mereka.

Waktu empat puluh lima menit terasa berjalan lamban. Ada yang menerawang jauh ke dalam impian menembus langit-langit ruangan. Aku berkeliling mengamati pekerjaan mereka. Cukup menarik dari judul yang mereka tuliskan impian mereka sangat beragam. Ada yang menuliskan citacita; puisi pedas mengkritik seragam abu-abu; cinta mereka.

Meski begitu ada satu yang menarik yaitu potongan tulisan yang aku jadikan pembuka tulisan ini. Sebuah impian tetang SMAN 1 yang nyaman, modern, lengkap dan menyenangkan dalam pembelajaran. Aku terkesima mebaca impian anak yang saya lupa namanya, namun aku ingat impiannya mengenai sekolah ini. Begitulah seharusnya SMAN 1 ke depan. Tidak ada pilihan lain, sekolah ini harus banyak berbenah dengan lingkungan yang bersih, fasilitas sekolah yang yang harus terus-menerus berbenah.

Impian ini bukan isapan jempol, karena saat ini di sekolah telah memeliki laboratorium komputer, laboratorium multimedia, laboratorium fisika, kimia, biologi dan laboratorium bahasa. Serta memiliki tiga infocus dengan berbagai perangkat pembelajaran audivisual. Laboratorium Multimedia merupakan fasilitas baru bantuan dari pemerintah pusat bernilai seratus lima puluh juta rupiah dan dana sharing dari Komite Sekolah. Fasilitas yang memungkinkan untuk dapat memenuhi impian yang dikutipkan di pembuka tulisan.

Persoalannya adalah ketika impian itu menjadi harapan anak-anak kita, maka sudah seharusnya bapak dan ibu guru menyiapkan diri untuk bisa memanfaatkan aneka fasilitas yang ada. Sebab fasilitas teknologi tersebut sangat membantu kerja bapak ibu guru untuk bisa menemani dan mendampingi putra-putrinya belajar. Sekaligus kenyamanan ini dilengkapi dengan keterbukaan manjemen sehingga semua stakeholder bisa mengakses informasi yang diperlukan. Semua merasa nyaman dan memiliki, sehingga oimpian itu kemudian menjadi milik bersama untuk dapat menghasilakn produk unggul yang dibutuhkan oleh lingkungan. Produk yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin di masa depan. Pemimpin yang berkhlak mulia (Hidayat Raharja).

Minggu, 03 Mei 2009

SEKOLAH KAPER; 35 Tahun Yang Lalu

Oleh : Hidayat Raharja

: Terimakasih tak terhingga buat kedua orangtuaku – pendidik sejatiku
Mbah Fudhali, mbah Hadiyah, Nom Safi, Nom Zali (guru ngajiku)
Bapak Abdullah Fagi, Bapak Juwairi, Bapak Sudarmono, dan Bapak H. Abd. Gaffar Gatot (Almarhum).

Tak ada yang dapat aku kadokan buat guru-guruku tercinta yang telah membuatku bahagia di hari ini. Belualah yang telah memberikan bekal hidupku sehingga aku memahami peran dan tanggungjawabku sebagai manusia. Mereka para pendidik yang telah banyak berkorban untuk kemajuan belajar anak didiknya. Mereka tiada henti memberikan pencerahan bagi anak-anak desa seperti aku dan teman-teman di desa saat itu. Tak ada listrik – tak punya sepatu, buku terbatas dan masih dikucilkan oleh orang-orang karena sekolah kami bukan sekolah agama. Masih lekat dalam ingatanku sekolahku di SD negeri dicemooh sebagai Sekolah Kaper (Kafir).

Aku tak bisa melupakan jasa para guruku di SD karena mereka dengan pengabdian tulus dan ikhlas membuat kami menjadi mengerti dan memahami pendidikan. Pemahaman ini semakin dalam ketika aku sendiri menjadi guru di sebuah SMA yang berada di tengah kota dengan fasilitas belajar yang sangat lengkap dibandingkan dengan sekolah lain di kota ini.

Aku tak bisa membayangkan perjuangan para guru yang kusebut di awal tulisan dengan segala keterbatasan sarana dan fasilitas pantang menyerah untuk memberikan pendidikan yang terbaik buat anak didiknya.
Pertama; aku ingat pelajaran sejarah dan bahasa Indonesia yang diajarkan Bapak Moh. Yahya yang terkenal disiplin dalam mendidik bahkan cenderung dikatakan keras jika dibandingkan dengan kondisi kekinian. Namun aku takkan pernah lupa cara beliau menyampaikan materi dengan segala keterbatasan sekolah yang kami tempati. Beliau sangat kreatif, dengan hanya satu buku paket sejarah yang dipergunakan dalam satu kelas, beliau tidak menyuruh anak mencatat, tetapi beliau mengajatrkannya dengan mimik, ekspresi, dan suara lantang penuh tekanan tertentu serta dengan gerakan tubuh yang menguasai “panggung” kelas menjelaskan sejarah berdirinya kerajaan-kerajaan di jawa Timur, Perebutan Kekuasaan, dan menjelaskan proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Soekjarno Hatta dengan penuh oratoris. Pengalaman yang takkan pernah aku lupakan bagaiman beliau berusaha untuk memudahkan anak didiknya mengerti apa yang diajarkannya.

Beliau begitu berapi-api ketika membacakan sajak-sajak Chairil anwar “AKU” saat mengajarkan deklamasi di depan kelas. Semangat yang bergelora, api semangat yang berapi-api di depan anak- didiknya yang tidak lebih dari tiga belas orang. Belasan orang murid yang dicarinya dengan susah payah blusukan ke pelosok-pelosok kampung supaya sekolah negeri ini ada muridnya. Perjuangan pantang menyerah yang beliau lakukan bersma0sama dengan bapak Asdullah Fagi memajukan sekolah negeri di desa ku.

Guru berhitung dan kesenian di kelas rendah, kelas 1 sampai dengan kelas 3. Oangnya sabar, murah senyum suka bergurau dan ada saja hal menarik yang dilakukannya; Bapak Abdullah Fagi. Kami dikenalkannya kepada teka – teki silang saat guru kelas kami absen karena ada sesuatu halangan. Dengan cekatan beliau menggambar ayam tanpa bulu (gundul) dengan leher pendek dan kakinya hanya sebelah, karena sebelahnya buntung. Gambar yang lucu, lalu kami diajaknya bernyanyai “ Ajam Tokkong” (Ayam Buntung) sebagai berikut:
Ajam tokkong
Le’er kene’
Sokona settong
Mon ajalan takadik co-loncoan
Tak tokkong tokkong
Tak tokkong tokkong

Terjemahan Bebasnya sebagai berikut:

(Ayam buntung
Leher pendek
Kakinya buntung
Kalau berjalan meloncat-loncat
Buntung buntung
Tak buntung buntung)

Tembang nyanyian yang akan selalu aku ingat saat kelas kosong atau ketika tengah jenuh belajar kami diajaknya bernyanyi “Ajam Tokkong”. Suatu metode yang sekarang cukup populer dengan Quantum Teaching ,35-an tahun yang lalu pak Fagi telah mengenalkannya kepaada kami.

Bapak H. Abd. Gafar Gatot (almarhum) semoga segala amal baiknya diterima di sisi Allah dan segala dosanya diampuniNya. Amin.
Guru yang sabar dan sangat demokratis, karena setiap memulai pelajaran selalu menanyakan murid-muridnya apa yang akan dipelajarinya. Setiap pilihan murid selalu dituruti dans etiap permintaan selalu dipenuhinya. Di alah yang mengenalkan kami pada Sinbad Si Pelaut. Bila tiba mata pelajaran keseniannya diajaknya siswa ke luar kelas ke bukit yang ada di sebelah selatan sekolah untuk menggambar sesuatu yang menarik untuk digambar oleh teman-temanku sekelas. Kami bebas menggambar dengan menggunakan pensil yang juga kami pergunakan untuk mencatat. Kami belum kenal pensil warna karena keterbatasan kami semua. Satu buku kadang diperguankan untuk catatan 3 mata pelajaran, minimal untuk dua mata pelajaran. Hal yang emnyenangkan ketika pelajaran menggambar tiba, sebab kami bebas ke atas bukit ke rumah penduduk sekitar yang kadang dikasih makanan atau sekedar buah-buahan. Kami sangat akrab dengan warga sekitar sekoalh di atas bukit yang ada di selatan sekolah kami.

Selesai menggambar kami diajak kembali ke dalam kelas dan disuruh utnuk menceritakan pengalaman yang ada dalam gambar yang kami buat. Semua tertawa. Semua bercerita.

Tahun 1974 ada droping guru besar-besaran ke berbagai wilayah Indoensia termasuk di dalamnya ke tanah Madura . Guru-guru yang kemudian dikenal dengan nama guru Inpres. Sekolah kami juga kebagian guru Inpres. Mereka datang dari daerah Bantul – Yogyakarta. Bapak Juwairi, Sudarmono dua orang guru yang mengajar di sekolahku. Mereka berdua banyak memberikan warna baru dalam sekolah kami. Kedatangan mereka disambut dengan terbuka oleh masyarakat desaku, mereka menjadi terkenal karena jauh-jauh dari Yogyakarta mau datang dan mengabdi desa kecil dengan gaji yang tak seberapa besar.

Pak Juwairi dengan kecakapannya mengajarkan aneka keterampilan dan seni, merubah suasana sekolahku, karena kemudian banyak produksi karya seni yang dihasilkannya bersama anak didiknya. Dari beliau kami kenal lampion kertas untuk hiasan; kami kenal gambar bergerak seperti dalam televisi dengan media kertas minyak dan lampu minyak tanah yang kemudian memutar gamar-gambar di kertas minyak karena pengaruh tekanan udara yang memuai akibat panas. Kami menyebutnya mainan “Televisi”. Diajarinya pula kami membuat patung kertas, kolase dan aneka bentuk prakarya dengan mempergunakan tanah lempung yang banyak melimpah di lingkungan sekolah.

Puncak karya beliau dengan anak-anak didiknya adalah sekolah kami memenangkan karnaval tujuh belas agustusan mengalahkankan Madrasah Ibtidaiyah di desa kami yang banyak siswanya dan memiliki pasukan musik drumband. “Perang Diponegoro” itulah tema karnaval yang beliau angkat. Tidak berlebihan kalau tema ini diangkat karena beliau berasal dari jawa tengah dan kami bisa menerimanya karena heroiknya Pangeran Diponegoro melawan kolonialisme.

Chalik yang dikenal dengan nama Cabang anak seorang kusir delman didaulat untuk menjadi Pangeran Diponegoro. Ia mengendarai kuda yang biasa dipergunakan menarik kusir ayahnya. Dengan pakaian jubah putih , keris di tangan dengan lantang diteriakkannya takbir menumbuhkan semangat perlawanan. Teriakan yang kemudian disambut oleh teman satu sekolah lainnya yang bercelana pendek bertelanjang dada dengan wajah dihiasi dengan langes – coreng-moreng. Tarian kolosal dan spektakuler memberikan sajian yang segar bagi masyarakat desa, bapak camat dan segenap muspika. Sampai sekarang tempik sorak penonton masih terekam dalam memori otakku. Bagaimana iringan drumband dari madrasah ibtidaiyah tenggelam ditelan hiruk pikuk perang diponegoro. Sehingga layaklah sekolah kami SD OMBEN dinobatkan menjadi juara I.

Bapak Sudarmono menjadi guru kami di kelas VI. Jarang tersenyum tetapi sangat rajin dan telaten membimbing kami belajar. Di waktu malam sehabis mengaji di langgar, kami diajaknya belajar bersam di rumah kontrakannya yang tak begitu besar. Tak ada listrik, sehingga ketika anak belajar bersama di rumahnya ia nyalakan lampu petromak dan dengan telaten menemani dan membimbing sampai pukul 21.00 wib. Kami tak membayar, tetapi pak darmono dan pak juwairi mengajarnya dengan rasa senang. Ketulusan dan niat ikhlas mereka selalu menggema dalam dada.

Kehadiran mereka semakin berkenan di hati masyarakat. Sebuah hubungan guru dengan masyarakatnya yang bisa sling mengisi, saling memberi dan bisa saling menerima. Masyarakat tidak mau ditinggalkan dan guru-guru itu tak mau mengabaikan. Mereka yang sampai kini tetap ada di desa kami membangun rumah, bermantukan orang desa tak kembali lagi ke tanah Yogya. Aku malu kepada mereka, karena betapa besar pengorbanan telah diberikan untuk mencerdaskan anak-anak didiknya. Aku takkan pernah mampu membalas jasanya.

35 tahun kemudian, saat ini kejadian ini sudah menjadi basi tak ditemukan lagi dalam sekolah kami.

Selasa, 28 April 2009

BELAJAR DAN MENGAJAR BIOLOGI YANG MEMBEBASKAN

Oleh : Hidayat Raharja*

Perlakukanlah orang lain sebagaimana mestinya, maka anda membantu mewujudkan berbagai potensi mereka – (Goethe)
Peserta didik adalah individu yang unik. Setiap individu memiliki keunggulan yang berbeda . Maka tidak berlebihan jika setiap anak memiliki potensi untuk berkembang menjadi individu yang berprestasi. Bakat-bakat yang terpendam bisa dilihat dari perilaku anak yang khas, berbeda dari yang lain Sehingga seringkali kenakalan yang ditunjukkan seorang anak merupakan gambaran kecerdasan yang dimiliki anak bersangkutan.

Kecerdasan peserta didik dapat ditunjukkan oleh kenakalannya, adalah sesuatu yang menarik untuk ditekuni dan ditelusuri pada setiap pribadi anak. Sebab, disitulah akan terlihat apa yang disenangi anak. Namun seringkali orangtua atau guru tidak suka melihat peserta didik melakukan kesalahan atau melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Suatu larangan kadang membuat peserta didik takut untuk melakukan apa yang disukainya, dan sebenarnya itu merupakan bakat dan kecerdasannya yang harus dikembangkan.


Foto. Siswa SMA negeri 1 Sumenep tengah melakukan praktikum fermentasi /respirasi anaerob

Howard Gardner ( 2002) memaparkan ada sembilan kecerdasan yang dimiliki manusia. Multiple intelegent atau kecerdasan majemuk mencakup; kecerdasan bahasa - linguistik, cerdas logika -matematis, cerdas gambar- spasial, cerdas tubuh - kinestetik, cerdas musik- musical, cerdas bergaul - interpersonal, cerdas diri- intrapersonal, cerdas alam - naturalis, dan ada kecerdasan eksistensial.

Aneka macam kecerdasan tersebut membuka kesadaran bagi orangtua atau guru bahwa seseorang yang tidak pintar matematika, bukan berarti tidak cerdas. Sebab, bisa saja seseorang yang tidak cerdas matematika memiliki kecerdasan musikal. Bagi mereka yang memiliki kecerdasan musikal terbuka peluang untuk mengembangkan kecerdasannya menjadi sebuah profesi yang dapat menjadi sumber penghidupannya. Siapa yang akan menyangkal bahwa David Beckam memiliki kecerdasan kinestetiuk dan menjalani profesinya sebagai pesepakbola. David mendapat bayaran mahal hanya dengan keterampilannya menggiring, menendang, dan memasukkan bola ke gawang lawan. Dia menjadi bintang pop, kaya dan menjadi ikon kesuksesan pesepakbola. Apakah peserta didik yang memiliki kecerdasan kinestetik dianggap tidak cerdas dibandingkan dengan mereka yang cerdas matematika.

Suatu ketika seorang peserta didik meminta ijin kepada guru di kelas karena ia harus latihan teater untuk mengikuti festival teater tingkat nasional. Guru biologi cemberut saat siswa tersebut meminta ijin, karena beranggapan anak tersebut meremehkan mata pelajaran biologi. Sehingga, meski diijinkan tidak mengikuti pelajaran peserta didik dibebani dengan tugas yang amat memberatkan. Hal semcam ini banyak ditemui di lingkungan sekolah formal, karena masih banyak persepsi bahwa cerdas hanya sebatas pintar matematika dan mata pelajaran IPA mau pun bahasa Inggris.

Dalam perkembangan dinamika kehidupan, banyak hal yang bisa dikembangkan pada peserta didik. Dia tidak hanya dituntut untuk cakap secara akademis, tetapi perlu pula dibekali dengan kecakapan hidup (life skill). Kecakapan yang kelak akan sangat bermanfaat bagi kehidupannya di tengah masyarakat. Kecakapan yang akan sangat membantu untuk mempertahankan hidup di tengah masyarakat yang heterogen.

Kecakapan hidup tidak semata-mata terkait dengan motif ekonomi – keterampilan untuk bekerja, tetapi juga menyangkut aspek sosial budaya seperti cakap berdemokrasi, ulet, memiliki budaya belajar sepanjang hayat, pendidikan yang memberi watak dan etos.

Implementasi kecakapan hidup di dalam sekolah menengah Umum terfokus kepada lima hal:
(1) Reorientasi pembelajaran menuju pembelajaran dan evaluasi yang efektif,(2) Pengembangan Budaya Sekolah, (3) peningkatan efektivitas manajemen sekolah, (4) Penciptaan hubungan sinergis sekolah – masyarakat, dan (5) pengisian muatan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, termasuk pendidikan kecakapan vokasional ( Direktorat Dikmenum, 2002:24).

Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki sesorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi 4 jenis, antara lain;
Kecakapan personal (personal skill) mencakup kecakapan mengenal diri (self awarness) dan kecakapan berpikir rasional (Thinking Skill).
Kecakapan sosial (social skill)
Kecakapan akademik (academic skill)
Kecakapan vokasional (vokasional skill)
(direktorat Dikmenum,2002. Konsep dasar dan Pola Pelaksanaan Pendidikan Beroirientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) di SMU melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas (Broad Based Education)

Dr. Avernon Amagnensen (De Porter,2000) menjelaskan bahwa kita kita belajar; 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.
Jika menyimak pendapat Amagnensen, penganekaragaman media dan sumber belajar akan sangat membantu penegmbangan kecerdasan peserta didik. Perkembangan peralatan teknologi memungkinkan untuk penganekaragaman pembelajaran dengan senantiasa meningkatkan peran guru sebagai fasilitator, dan menjadi partner belajar peserta didik.
Sayang, jika potensi dalam diri anak-anak kita di usia remaja terhambat perkembangannmya hanya karena persepsi guru yang keliru memaknai kecerdasan. Anggapan semacam ini perlu dicarikan solusi untuk senantiasa mengembangkan kecerdasan peserta didik yang beraneka ragam, sehingga kelak mereka bisa menyelamatkan dirinya dengan memanfaatkan berbagai kecerdasannya dalam kehidupan.

Alam membekali anak dengan kepekaaan pada keteraturan. Kepekaan yang berasal dari dalam diri bukan membedakan objek, melainkan lebih membedakan kepada hubungan antarobjek itu sendiri. Dengan demikian, kemampuannya ini membentuk keseluruhan lingkungan yang terdiri-dari bagian –bagian yang saling bergantung. Ketika seseorang dihadapkan pada lingkungan ini , dia akan dapat mengarahkan kegiatannya untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu. Lingkungan semacam ini adalah dasar bagi kehidupan yang terintegrasi ( Maria Montessori, 1972:55).

Pandangan Montessori mengingatkan pada orangtua dan guru, bahwa anak memiliki bakat yang akan berinteraksi dengan alam lingkungannya, dan mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi berdasarkan pengalaman yang diperolehnya.

Dalam kehidupan belajar di kelas dengan aneka ragam siswa yang berbeda latar belakang dan kepentingan membutuhkan adanya suatu aturan-aturan atau keterauran sehingga mereka bisa belajar saling berinteraksi sekaligus bisa memenuhi kebutuhan bersama. Maka dibutuhkan kesepakatan-kesepakatan, penghargaan, hukuman dalam setiap permainan atau pembelajaran yang dilakukan. Sepantasnya jika ada anak yang melakukan pelanggaran untuk mendapatkan hukuman, sebaliknya bagi mereka yang berhasil melakukan sesuatu dengan baik patut mendapatkan penghargaan atau merayakannya.


Jika satu-satunya alat yang ada pada Anda adalah palu, Semua yang ada di sekitar Anda akan kelihatan seperti paku. (Abraham Maslow)
Guru menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan belajar seorang anak. Guru sebagai partner belajar perlu memahami kebutuhan dan latar belakang anak yang berbeda. Pemahaman semacam ini amat penting, karena akan berpengaruh pada yang akan dilakukan guru terhadap peserta didik. Sebagaimana yang dikemukakan Maslow, jika guru hanya memandang peserta didik dengan satu sudut pandang, maka semua kan diperlakukan sama. Guru perlu memiliki banyak alat untuk dapat membantu peserta didik mengembangkan diri dan kemampuannya, sehingga bisa berkembang secara optimal.

Peran guru sebagai fasilitator akan sangat dipengaruhi oleh kecakapan guru dalam memahami keberagaman latar belakang dan kebutuhan anak, sehingga guru harus memiliki aneka macam pilihan tindakan terhadap peserta didik yang berbeda. Pemahaman yang akan mampu melejitkan kemampuan peserta didik. Banyak alat atau strategi yang dimiliki oleh guru sehingga bisa menghidupkan suasana kelas dan memenuhi tuntutan kebutuhan yang berbeda.

Di era perkembangan teknologi ionformasi dan komunikasi yang demikian pesat, guru tidak lagi menempatkan dirinya sebagai satu-satunya sumber informasi bagi anak didiknya. Guru berada dalam posisi partner belajar siswa, personal yang mampu menemani, membimbing, dan mengarahkan siswa untuk menemukan potensi diri, sehingga anak didik memiliki pengalaman belajar yang bermakna bagi hidupnya. Pertaruhan berat bagi guru yang kepalang terbiasa dengan sikap dominan dan diktator. Namun amat mulia dan berbahagia bagi mereka yang mampu menempatkan diri sebagai partner belajar. Posisi yang demikian itu akan menciptakan suasana belajar yang bisa saling berbagi dan demokratis. Sikap terbuka seorang guru yang akan selalu bersikap terbuka untuk melakukan inovasi pembelajaran.

PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asih antara sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.
Elemen dalam pembelajaran kooperatif ;
saling ketergantungan positif
interaksi tatap muka
akuntabilitas individual
keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara nyata sengaja diajarkan
( Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK) Nurhadi, Agus Gerard Senduk, Malang: Universitas Negeri Malang, 2000: 60)

Kemajuan teknologi telah membukakan kesempatan bagi semua orang untuk ikut berpartisipasi. Komputer telah secara efektif “Mendemokratisasi” bidang-bidang tersebut sehingga semua orang yang punya komputer pribadi, sepotong ide mampu menjadi produsen informasi secara aktif (Bengkel Kreativitas, 2002: 284). Jordan E Ayan. Bandung: kaifa)


Suatu kenyataan yang masih sering kita temukan dalam proses pembelajaran di kelas, guru masih mendominasi sebagai satu-satunya sumber informasi. Anak didik hanya sebagai obyek yang terus-mnerus dicecoki tanpa pernah diberi kesempatan untuk melakukan aktualisasi diri, dan menentukan dirinya sendiri.

Tidak sedikit guru yang selalu menumpahkan kesalahan kepada peserta didik saat hasil ujian yang dilakukan menunjukkan ketuntasan belajar yang dicapai tidak memnuhi tuntutan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Seringkali siswa yang disudutkan tidak mau belajar. Pada hal siswa sudah belajar untuk mendapatkan nilai yang terbaik. JiKA demikian masihkah sumber kesalahan hanya berpusat pada diri peserta didik? Tidak dapat saya bayangkan jika seorang siswa SMA harus melahap dan menguasai 13-17 mata pelajaran setiap minggu. Dapat dipastikan setiap siswa tidak mungkin untuk menguasai mata pelajaran sebanyak itu. Kalau tawaran Neil Postman (2002) kita telaah mampukah guru lebih unggul dari siswanya? Andai guru mempelajari tiga belas mata pelajaran selama satu minggu dan murid hanya diberi kewajiban untuk mempelajarti satu mata pelajaran, kemudian dilakukan tes sebagaimana guru melakukan tes terhadap siswanya. Apakah guru mampu menguasai tiga belas mata pelajaran yang dibebankan kepada murid-muridnya? Tentu saja tidak !

*****

Belajar Yang Mengasyikkan

Benarkah sekolah formal telah berubah menjadi penjara. Gedungnya di batasi oleh tembok-tembok yang memisahkan penghuninya dari lingkungan sekitar dan lingkungan sosialnya. Guru-gurunya laksana sipir penjara yang mengawasi setiap aktrivitas siswanya seperti yang diperintahkannya. Setiap keslaahan harus diimbali dengan hukuman fisik tanpa pernah mencari tahu duduk persoalan datangnya pelanggaran.

Kritisi yang dibangun oleh Paolo Fraire bukan sesuatu yang musathil jika sekolah hanya memandang hubungan guru dengan anak didik sebagai hubungan antara subjek dengan obyek. Guru sebagai subyek yang menguasai dan murid sebagai obyek yang dikuasai. Suatu sikap dominansi yang seringkali berwujud sebuah penindasan dan pemaksaan sehingga peserta didik menjadi tidak berdaya. Gambaran ini muncul karena sekolah pada umumnya tidak mampu memfasilitasi kebutuhan anak didik yang beraneka ragam. Peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang beraneka ragam tetap diperlakukan dengan cara yang sama.

Peserta didik hanya dijadikan sebagai obyek bukan subyek yang dinamis yang bisa berkembang dan memiliki kreativitas. Anak didik hanya dilihat sebagai benda yang seperti wadah untuk menampung sejumlah rumusan/dalil pengetahuan. Semakin banyak isi yang dimasukkan oleh gurunya dalam “wadah” itu, maka semakin baiklah gurunya. Karena itu semakin patuh wadah itu semakin baiklah ia. Pada hal banyak hal yang ada dalam diri siswa yang berbeda dengan guru yang harusnya berkembang sebagai kepribadian dan karakter siswa yang unik. (Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire dan Relevansinya dalam Konteks Indonesia oleh Marthen Manggeng, INTIM - Jurnal Teologi Kontekstual Edisi No. 8 - Semester Genap 2005:41)

Sekolah sebagai minisocity tidak lagi mencerminkan sebagai ruang penjara, namun sebagai ruang yang mencerminkan miniatur masyarakat. Kepala sekolah sebagai top manajer yang menjalankan roda pemerintahan dalam sekolah, guru dan staf tata usaha sebagai pelaksana kebijakan sekolah untuk melayani masyarakat sekolah, antara lain adalah anak didik yang tengah menenmpuh pendidikan dan belajar di dalamnya. Belajar hidup melalui aneka kegiatan intra kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler, sehingga memperoleh pengaalaman hidup bermakna untuk bekal kembali ke etngah-tengah masyarakatnya.(Dinas P dan K Jatim:2004)

Sekolah tidak bisa memungkiri untuk menjadi sebuah lembaga yang mampu mengembangkan dan melejitkan sembilan potensi kecerdasan yang dimiliki oleh anak didik sehingga kelak mereka setelah keluar dari lembaga persekolahan mampu menyelamatkan diri menghadapai ancaman dan tantangan hidup. Mereka menjadi manusia yang mampu berinteraksi di tengah masyarakatnya tanpa kehilangan identitas di tengah percaturan masyarakat global.

Untuk mencapai ke arah pembentukan kepribadian yang sesuai dengan bakat dan minta atau kecerdasannya yang beraneka ragam, maka sepantasnya kalau anak didik diperlakukan tidak sama dalam belajarnya.

Pembelajaran yang dapat dilakukan dengan menempatkan siswa sebagai subyek belajar dengan aneka pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Tuntutan pembelajaran semacam ini adalah mutlak dilakukan untuk membebaskan anak dari tekanan-tekanan belajar yang membuat mereka ketakutan. Sebagaimana juga diamanatkan dalam UU Sisdiknas tahun 2003 bahwa, pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis(Depdiknas RI, 2003:28)


Hal ini amat menarik dilakukan, karena kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk melakukan aktualisasi diri akan ditemukan keunikan dan beraneka macam kecerdasannya. Juga hal semacam ini merupakan amanat yang termaktub dalam peraturan pemerintah mengenai guru mengenai komptensi guru yang mensyaratkan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi:
a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta didik;
c. pengembangan kurikulum atau silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. evaluasi hasil belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (PP 74 Tahun 2008 pasal 3 ayat 4 : halaman 6)

Ada sebuah tuntutan untuk membuat siswa bisa “hidup di atas garis”, memiliki sebuah keetrampilan hidup yang kuat, menekankan, dan mempraktikkan: integritas (ketulusan), kegagalan sebagai alat untuk mencapai kesusksesan, hidup di saat ini, berbicara dengan niat baik, komitmen, tanggungjawab, luwes atau fleksibel, keseimbangan ( De Porter 2000: 48 dan 197)


RENCANA KEGIATAN
Pada pelajaran biologi kelas XII - IIA di SMA Negeri 1 Sumenep. Penulis memiliki pengalaman yang sangat menarik di saat bekerjasama dengan siswa untuk menyajikan pembelajaran menurut kesukaan siswa.
Kegiatan ini berawal dari permasalahan kejenuhan siswa terhadap sajian materi biologi yang selama ini mereka terima. Juga dilandasi adanya perbedaan kecakapan yang dimiliki siswa sehingga perlu untuk dilakukan pembelajaran yang lebih variatif.

Pilihan pembelajaran ini dilakukan pada materi Bioteknologi. Siswa dalam kelas dibagi ke dalam sembilan kelompok, dan setiap kelompok diberi tugas menjelaskan setiap macam bioteknologi. Ada kesepakatan-kesepakatan yang tercetus pada saat itu bahwa setiap kelompok diberi kebebasan untuk menyajikan materi sesuai dengan kecerdasan setiap kelompok. Artinya dalam penyajian tersebut siswa diberi kebebasan untuk menyampaikan materi melalui bermain peran, animasi, teater, power point, melalui musikal dan semacamnya.


PELAKSANAAN KEGIATAN
Di awal minggu pada sajian kelompok yang pertama terlihat siswa masih ragu-ragu, kurang percaya diri untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok di hadapan teman-temannya. Satu – dua kelompok menyajikan materi dengan ceramah dan diskusi. Masih belum terlihat inovasi yang mereka lakukan. Siswa yang mempresentasikan tugas hasil diskusi kelompok memegang ringkasan materi yang dijelaskan. Sajian semacam ini membuat suasana kelas jadi gaduh, karena kelompok yang lain tidak merespon dengan baik. Penyajian semacam hampir terjadi di seluruh kelas. Monoton dan kurang komunikatif, karena penyaji tidak memperhatikan audiens, sehingga audiens tidak perduli terhadap apa yang disampaikan penyaji.:
1. kelompok kurang kreatif dalam menyajikan materi
2. anggota kelompok belum tahu dengan cara apa bisa memberikan sajian yang menarik
3. kelompok diskusi yang lain sibuk dengan tugasnya sendiri

Observasi:Untuk memberikan stimulasi bagi kelompok yang akan menyajikan presentasi berikutnya secara inovatif, maka penulis menayangkan salah satu tayangan materi pelajaran (konsep) Fotosintesis yang disajikan dengan cara musikal dan teatrikal. Dua materi tersebut penulis unduh dari website –YouTube.

Saat melihat tayangan yang disajikan lewat infocus, siswa seperti terhipnotis menyaksikan tayangan berdurasi 3 menit 36 detik. “Kalian pasti bisa membuat semacam ini dengan kreativitas yang berbeda!” Ajak penulis kepada siswa dalam ruangan. Bagaimana sanggupkah kelompok yang akan tampil berikutnya untuk menyajikan presentasi yang lebih variatif dan inovatif? Dengan suara kompak siswa menyatakan kesanggupannya, “Sanggup!!!”

Pada penyajian di minggu-minggu berikutnya, mulai tampak inovasi dan kreativitas siswa untuk menyajikan tugas hasil diskusi kelompok. Salah satu kelompok yang diberi tugas untuk menjleaskan mengenai fermentasi, menyajikan materi melalui permainan peran.

Bermain Peran Peragian Tempe
Aku adalah kedelai yang telah dimasak dan terkelupas kulitnya.
Aku adalah ragi Rhizopus oligosporus
Dua pemeran tersebut bergerak ke tangah ruangan saling mendekat dan berangkulan yang menyimbulkan kedelai telah ditaburi ragi. Kedua pemeran lalu melakukan gerakan tubuh berputar perlahan, berputar semakin cepat yang menunjukkan berlkngsungnya reaksi fermentasi antara kedelai dengan ragi. Gerakan mereka kemudian terhenti dan bergandengan keluar dari arena; Akulah Tempe.

Sajian yang sangat sederhana, tetapi siswa berusaha untuk membuat alternatif penyajian selain dengan mempraktikan cara pembuatan tempe. Cara seperti ini untuk menguatkan pemahaman siswa bagi mareka yang memiliki kepekaaan kinestetik. Kelompok lain sebagai audiens merespon dengan baik apa yang telah disajikan di hadapannya. Seusai penyajian bermain peran tersebut, dilanjutkan dengan diskusi antar kelompok.

Animasi Pembuatan Beer
Sesuatu yang menarik juga tampak pada kelompok yang menyajikan fermentasi beer. Mereka menyajikan sebuah animasi dengan memanfaatkan kertas kardus sebagai papan animasi.

Salah satu kelompok di penyajian minggu berikutnya menyajikan materi mengenai pembuatan beer. Mereka berbagi peran dan selembar kardus animasi. Bagan proses pembuatan beer digambar dalam selembar karton tebal dan hubungan antar proses pada gambar di buat berlubang. Pada lubang tersebut diberikan tombol yang berguna untuk menunjukkan arah proses yang berlangsung pada proses pembuatan beer.
Sebuah permainan yang cukup menarik sehingga siswa lebih interaktif dan komunikatif dengan teman mereka yang melakukan presentasi. Kerjasama di antara kelompok untuk berbagi peran dan menjadikan suasana lebih komunikatif.



Boneka Pengolahan LimbahPada kesempatan yang lain sebuah kelompok menyajikan presentasi pengoalahan limbah menjadi biogas. Ada Boneka Sapi, Gambar eksoistem ayng ditempel di papan, peran petani yang dimainkan oleh anggota kelompok lainnya.

Presentasi dimulai dari seuah kisah percakanapan antara sapi dengan petani yang ada di tengah perladangan yang luas. Cerita kemudian berlanjut dengan tumpukan kotoran sapi yang ada di tanah lapang, dan kemudian berlanjut kepada penjelasan mengenai pengolahan limbah organik menjadi biogas.

Ide yang cukup menarik dari anak didik untuk mempresentasikan pengetahuan yang dipelajarainya dengan media yang diakrabinya.

Teatrikal Bayi Tabung
Di panggung anggota kelompok membagi peran untuk menjelaskan teknologi bayi tabung dengan berbagai peralatan keranjang, boneka, dan beberapa tulisan besar di atas karton untuk memperjelas permainan peran yang akan dilakukan.Menariknya penyajian kelompok ini dilakukan dengan mengisahkan pasangan keluarga yang merindukan kehadiran seorang anak di antara mereka. Namun, impian tersebut tidak pernah bisa terwujud, sampai kjemudian mereka memutuskan untuk ikut program bayi tabung.

Kisah kemudian berpanjut kepada teknik pembuatan bayi tabung dengan berm,ain peran, ada yang berperans ebagai ovum, sperma dan kemudian proses fertilisasi invitro dan implantasi embrio di dalam rahim. Sampai permainan berakhir ketika sang jabang bayi lahir. Kedua pasangan keluarga itu berbahagia dengan hadirnya anak hasil teknologi bayi tabung yang mereka ikuti.



Bermain Peran Kloning Domba DollyDi sudut aula sekolah beberapa siswa dalam kelompok membagi peran : domba pertama yang diambil ovumnya; domba kedua diambil sel ambing; domba ketiga sebagai ibu titipan (surrogate mother).

Permainan dimulai dengan gerakan tubuh pemeran domba pertama sambil memnunjukkan sel ovum yang digambar dalam selembar kertas ditunjukkan di hadapan audiens. Ada adegan melepas bagian inti ovum sehingga sel telur hanya tinggal wadah.

Pemeran Domba kedua bergerak ke tengah panggung dan menunjukan gerakan yang diambil sel ambing. Inti sel ambing diambil dan gerakan menunjukkan penyisipan inti sel ambing ke dalam sel telur domba pertama. Telur yang terdiri dari fusi antara inti sel ambing dan sel telur diperagakan dengan menyatunya dua pemeran dalam satu pelukan. Untuk menstimulasi telur supaya membelah maka gerakan berikutnya seorang pemeran dengan karton bergambar aliran listrik beregrak di antara dua pemeran yang berangkul sehingga rangkualn terpecah menandakan adanya pembelahan sel akibat kejutan listrik. Adegan dilakukan berulang kali yang menandakan terjadi pembelahan sel telur sehingga menjadi beberapa sel (embrio). Selanjut embriodiimplantasikan ke pemeran domba ketiga (surrougate Mother) sampai proses buinting berlangsung dan ekmudian lahir domba dolly.

Animasi Power Point
Pilihan lain yang tidak kalah menariknya dalam penyajian dengan memanfaatkan teknologi komputer. Program presentasi dalam microsoft power point. Sajian yang cukup menarik karena setiap kelompok penyaji berusaha menampilkan sajiannya secara menarik. Beberapa kelompok mampu memanfaatkan program microsoft power point secara menarik memanfaatkan fasilitas gambar, video, dan animasi secara optimal.

*****

Pengalaman belajar bersama dengan memberikan kebebasan bagi siswa untuk mengekspresikan apa yang telah dipelajarinya mengungkapkan aneka kecerdasan yang dimiliki siswa. Mereka bisa mengungkapkan kesukaan dan kecakapannya untuk memberikan penyajian yang terbaik. Banyak hal tidak terduga muncul dalam penyajian, karena aneka sumber informasi di jelajahi untuk memberikan informasi yang lengkap.



Refleksi:Dari aneka presentasi yang dilakukan siswa ditemukan beberapa catatan reflektif, antara lain:

Siswa merasa dirinya diberikan kebebasan untuk menyajikan suatu yang terbaik bagi teman-temannya.

Ada kompetisi antar kelompok siswa untuk memberikan sajian terbaik dan mudah dipahami.

Interaksi antar siswa cukup menarik, terutama setelah selesai satu kelompok presentasi, maka kelompok yang lain bersiap dengan aneka pertanyaan yang mengarah pada pendalaman materi yang telah dipresentasikan.
.
Kerjasama dalam kelompok terlihat dalam pembagian tugas yang dilakukan oleh setiap kelompok

Munculnya aneka macam kecerdasan (multiple intelegensi) yang dimiliki siswa.

Siswa mampu memanfaatkjan teknologi informasi dalam belajar mereka. Fakta ini terlihat bahwa seluruh kelompok yang melakukan presentasi menjadikan internet sebagai salah satu sumber pencarian informasi.

Sebagian kelompok sudah tidak asing dengan media pembelajaran berbasis teknologi informasi, antara lain:
a.Beberapa kelompok membuat program power point mulai dari bentuk sampai kebtuk penyajian yang mengaplikasikan program animasi dan, auido dan video.
b. beberapa kelompok membawa noteboook sendiri untuk meyakinkan penyajian yang akan mereka lakukan.
c. beberapa siswa merekam presentasi yang dilakukan dengan mempergunakan perangkat yang terdapat dalam handphone.

Sementara bagi guru pemberian kebebasan untuk mencari sumber belajar dan mempresentasikannya di depan kelas memberikan makna yang sangat siginifikan, antara lain:

Penguasaan teknologi informasi. Sbagian besar siswa telah mampu memanfaatkan berbagai sumber informasi berbasis teknologi informasi memberikan arti guru bukan sebagai satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran. Guru menjadi lebih leluasa untuk melakukan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa, dan akan tampak perannya sebagai fasilitator dan partner belajar siswa.

Sangat memungkinkan informasi yang disampaikan siswa belum didapatkan guru, sehingga guru dapat sekaligus belajar dan mengembangkan wawasan bersama.

Poisisi guru sebagai partner belajar siswa, akan membuat kedudukan setara secara keilmuan, sekaligus guru bisa mengevaluasi dan mengarahkan jalannya pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menyerap dan menyampaikan informasi secara leluasa tanpa lepas dari tujuan pembelajaran yang dilakukan.

Pengalaman semacam ini akan memperkuat peran siswa sebagai pembelajar termotivasi untuk menggali informasi dan mengembangkan diri. Siswa secara antusias mencari informasi-informasi baru yang kemudian didiskusikannya bersama di dalam kelas. Guru berperan sebagai partner, fasilitator dan motivator sehingga siswa sebagai subyek belajar dapat melakukan aktivitas secara optimal dan pembelajaran dapat berlangsung secara efeltif dan menyenangkan.

Hasil test terhdap pembelajaran dengan membebaskan anak untuk mencari sumber informasi dan mempresentasikannya sesuai dengan kecakapan atau kesuakaan yang dia lakukan secara menarik dari 163 siswa dari empat kelas rombongan belajar mencapai ketuntasan belajar 99,07engan Kriteria ketuntasan minimal 75. Hanya enam siswa yang harus melakukan program remedial.

Penutup
Belajar adalah sesuatu aktivitas yang menuntut keterlibatan seluruh aspek dalam diri peserta didik sehingga kemudian termotivasi untuk mencari dan menggali sumber informasi. Motivasi yang meniscayakan untuk memungkinkan siswa mengembangkan potensinya secara positif dan berkembang secara dinamis.

Pembelajaran yang memberikan kebebassan bagi peserta didik untuk mencari dan menggali informasi, kemudian mempresentasikan, dan mendiskusikan hasil belajarnya bersama kelompok lain dalam kelas. Perlakuan yang membawa pengaruh positif terhadap aktivitas dan hasil belajar peserta didik, antara lain:
1. Terserapnya aneka informasi yang beraneka ragam dari siswa dan tidak hanya menggantungkan informasi dari guru dan buku paket.
2. siswa mampu memanfaatkan internet dan sumber informasi lain untuk dijadikan sumber informasi dalam proses belajarnya
3. peran guru menjadi lebih tertuju kepada partner belajar dan fasiltator yang mendampingi siswa belajar, sehingga tercapai sistem pembelajaran yang egaliter atau demokratis. Siswa dan guru memeliki kedudukan yang sama, sebagai pencari dan bertukar informasi
4. terbangunnya kerjasama antar siswa baik dalam kelompok atau antar kelompok, sehingga bisa mengasah kecakapan sosial di antara mereka
5. Ketuntasn hasil belajarnya melebihi KKM yang telah ditetapkan 75, dengan prosentase ketuntasan belajar 99,07 %.
Saran

Untuk Guru:Sudah saatnya pembelajaran yang berpusat kepada guru dan perserta didik sebagai obyek harus segera ditinggalkan, karena makin banyak dan kian terbukanya sumber belajar yang bisa diakses siswa.

Siswa sebagai subyek belajar memiliki potensi yang harus bisa berkembang untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Aktualisasi kecerdasan yang beraneka ragam ini dapat nmuncul apabila guru memberikan kesemopatan kepada siswa untuk kerja sesuai dengan kecerdasannya.

Untuk Siswa:Semakin terbukanya ruang informasi bersama kemajuan teknologi adalah peluang besar untuk mampu menyerap informasi secara positif sehingga bisa mengembangkan kecerdasan setiap siswa untuk mengaktualisasikan kecerdasannya.






Daftar Pustaka

Amstrong, Thomas. 2002. Seolah Para Juara –Yudhi Martanto (penerjemah) – Bandung: Kaifa.


Gardner, Howard.1993. Multiple Intelegences: The theory in Practice , New york: Basic Book.

Jordan E Ayan, 2002. Bengkel Kreativitas. Bandung: kaifa

Manggeng, Marthen. 2005. Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire dan Relevansinya dalam Konteks Indonesia dalam INTIM - Jurnal Teologi Kontekstual Edisi No. 8 - Semester Genap 2005 halaman 41-44

Maria Montessori, 1972- The Secret Of Childhood. New York: Ballantine.

------------,2008.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

----------,2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas RI

----------,2005. Penyelenggaraan School Reform dalam Konteks MBMBS SMU- disampaikan pada workshop Bantuan Operasional manajemen Mutu (BOMM) tahun 2004 . Surabaya: Pemprov Jawa Timur – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Subdin Dikmenum.

Postman, Neil. 2002. Matinya Pendidikan Redefinisi Nilai-nilai Sekolah, Yogjakarta:Jendela.