Translate

Selasa, 19 Maret 2013

Sastra Pop?

Oleh : Hidayat Raharja | Pendidik dan Pelaku Kebudayaan

Apa sebenarnya yang menarik dari sebuah karya sastra? Apa manfaat yang diperoleh dari sebuah karya sastra? Pertanyaan yang selalu berkecamuk ketika karya sastra  diperjuangkan mati-matian bahkan sampai menimbulkan perselisihan hanya karena tidak disebut sebagai karya sastra. Perdebatan yang berpusar kepada dikotomi karya sastra dan populer.  Ada sementara yang menganggap karya populer lebih rendah dari pada karya sastra. Perdebatan semacam ini takkan pernah usai sebab kedua berangkat dari ranah yang berbeda.
Karya-karya Habiburrahman ElZirazy (kang Abik) yang fenomenal dengan novelnya “Ayat-Ayat Cinta” dan Andrea Hirata dengan tetralogi Laskar Pelangi dalam berbagai diskusi didedahkan sebagai karya populer dan kering nilai sastra.  Keduanya hanyalah karya yang diketegoriakn sebagai novelmotivasi yang mampu memberikan spirit dalammencapai kesuksesan di antara  keterbatasan yang ada.
Munculnya perdebatan tersebut sebenarnya telah menggerakkan dinamika pemikiran dunia sastra dan penulisan kreatiuf di Indonesia. Kenapa? Saya sangat terkesan ketika pada suatu waktu bertemu dengan Kang Abik (Habiburrahman) saat melakukan launching Forum Lingkar Pena (FLP) cabang Pamekasan. Saat itu saya tanya apamotivasi kang Abik menuliskan novel Ayat-Ayat Cinta – dengan gamblang dia menjelaskan bahwa sebenarnya diawali dari sebuah kegelisahan banyaknya novel-novel remaja (teenLit) yang menyerbu bacaan dunia remaja. Dia khwatir dengan hadirnya bacaan novel asing terejamahan mempengaruhi pada perilaku remaja. Secara kebetulan hadirnya Ayat-ayat Cinta dapat mengisi kejenuhan bacaan di dunia remaja dan menjadi booming dan digemari.Novel tersebut telah menjadi bahan kajian ilmiah dalam tuigas akhis skripsi yang dikerjakan oleh mahasiswa sastra Indonesia.
Popularitas novel Ayat-ayat Cinta diterjemahkan ke berbagai bahasa dan bahkan dibuat  film layar lebar serta secara berseri ditayangkan dilayar televisi. Popularitas yang kemudian memberikan banyak keuntungan bagi penerbit dan produser tak terkecuali juga keuntungan finansial bagi pengarangnya Habiburrahman El-Zirazy. Namun keuntungan yang diperoleh bukan dipergunakan untu kesenangan pribadi tetapi digunakan untuk membangun asrama pesantren. Keuntungan yang kemudian diperguankan untuk memberdayakan masyarakatnya.
Tidak jauh berbeda dengan Laskar Pelangi – karya Andrea Hirata. Karya tersebut semula dedikasikan untuk Bu Muslimah guru di SD Muhammadiyah Belitong. Namun manuskrip naskah itu kemudian dikirimkan ke penerbit dan ternyata tertarik untuk menerbitkannya. Novel ini menarik perhatian pembaca, karena mengangkat kearifan lokal. Larisnya novel Laskar Pelangi juga mengagetkan Andrea, sebab dia tak menyangka akan menjadi novel best seller. Bahkan secara jujur dia mengatakan saat itu bahwa dia tidak banyak mengenal karya sastra.Dia seorang ekonom yang mencoba menuliskan pengalaman dan impiannya, tulisan yang kemduian banyakmemberikan motivasi dan inspirasi bagi pembacanya. Dia kemudian masuk ke dalam sebuah industri perbukuan sampai memutuskan keluar dari pekerjaannya.
Sebuah pilihan yang kemudian menyibukkan dirinya bukan hanya sebagai pengarang tetapi juga menjadi musisi dengan menciptakan lagu “Cinta Gila” yang dinnyanyikan oleh kelompok band  “Ungu” melengkapi kehadiran Andrea dalam dunia industri. Bahkan juga buku Laskar Pelangi  diterjemahkan ke panggung musik dalam sebuah opera musikal “Laskar Pelangi” begitu populernya Laskar Pelangi. Disadari atau tidak Andrea Hirata telah masuk ke mesin Industri perbukuan di Indonesia,juga industrimusik yang telah memberinya banyak keuntungan secara finansial. Sebagian royalti buku dan film Laskar Pelangi digunakan untuk membuka bimbingan belajar gratis bagi anak-anak SMA di Belitong yang akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi,sebagian lagidipergunakan untuk membangun perpustakaan, serta menggerakkan budaya masyarakat sehingga bisa beralih dari masyarakat buruh menjadi masyarakat pariwisata. Sebuah penyadaran ketika tambang timah tinggal lubang galian dia berupaya untuk mengalihkan masyarakat ke industri pariwisata. Film laskar pelangi yang diangkat dari novel dengan judul yang sama mampu menarik para wisatawan untuk menikmati eksotisme pulau Belitong.
Novel Laskar Pelangi sebagai novel populer amat menarik untuk ditelaah dan ditelusuri.Bila sebagian orang mencermati dari khazanah kesastraan dan dinilai sebagai karya yang kering nilai sastranya. Di sisi lain novel “Laskar Pelangi” memiliki makna penting sebagai karya sastra yang memberikan kontribusi budaya bagi masyarakatnya. Dengan dikenalnya pulau Belitong sebagai daerah yang “eksotik” banyak wisatawan yang datang dan bebrapa tradisi budaya lokalkembali dihidupkan di antaranya adalah bahasa Belitong.
Namun juga karya yang tergoloang ke da;am kanon sastra juga banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat luas.Novel “Korupsi” karya Pramoedya  Ananta Toer (1953) yang menceritakan balada koruptor. Enam puluh tahun lalu kasus korupsi telah menggelisahkan sastrawan karena dirasakan sangat merugikan bagi negara dan rakyat. Cerita yang megisahkan seseorang yang semula jujur, tergiur oleh beberapa rekan yang melakukan tindak korupsi.Coba-coba korupsi dan kemjudian mencari pemebenaran-pembenaran untuk terus melakukannya.
Maka ketika novel dipertentangkan sebagai yang populer atau sebagai kanon sastra adalah sesuatu yang lumrah sebab pada keduanya tedapat tempat dan masyarakat penikmatnya. Sastra populer tidak sellau jelek sebab didalamnya dapat terbenam nilai-nilai inspiratif sehingga bisa memberikan inspirasi bagipembacanya. Diibaratkan sebagai makanan ada makanan populis yang bisa dinikmatioleh semua lapisan masyarakat, namun juga ada makan khas yang disukai oleh kelompok tertentu. Keduanya sama-sama bisa menikmati apa yang disantapnya. Persoalan nikmat adalah persoalan selera, sehingga lebih bersifat subyektif. Maka,sebenarnya pertentangan akan menjadi sesuatu yang bermakna ketika ditempatkan sebagai dinamika pemikiran yang saling melengkapi. Sastra atau kah karya populer yang penting adalah bagaimana karya itu diniatkan dan seberapa besar kontribusinya bagi perubahan. Bahwa di dalam sebuah karya sastra baik cerpen, novel atau pun puisi sebenarnya adalah sebuah upaya untuk mengalihkan dunia realitas ke dalam dunia rekaan, dunia ideal  yang diimpikan semua.
Sumenep, 19 Maret 2013

Tidak ada komentar: