Translate

Senin, 26 Maret 2012

Jam Kosong Jaka

Surat itu terlihat lusuh, saking seringnya dibuka dan segera dilipat saat dibaca kepergok guru yang memasuki kelas. Tidak ada yang istimewa, hanya sebuah kenangan kecil yang selalu mengingatkan pada hal-hal yang indah. Hal-hal yang mengesankan dan lekat dalam kenangan.

Jaka membukanya setiap kali kelas kosong, dan di saat guru hanya memberi tugas, dan tak kembali ke dalam kelas. Tugas itu pun tak pernah dibahasnya dalam kelas. Jaka hanya merasa ada yang berbeda, ketika guru-gurunya banyak mengalami perubahan. Guru yang pandai berhitung waktu tapi kurang cakap berhitung kegagalan. Jaka hanya memliki rindu, ketika mereka mau menyempatkan waktu menanyakan kenapa Jaka terlambat atau lalai mengerjakan tugas.

Sungguh, suatu ketika Jaka dihukum oleh Bapak Guru bagian ketertiban karena terlambat datang ke sekolah. Hukuman untuk membersihkan taman sekolah, dan menyapu ruangan kepala sekolah. Diterimanya hukuman itu, karena telah melanggar tata tertib sekolah. Padahal, sungguh, Jaka tak pernah berniat untuk terlambat, hanya pada waktu itu seorang ustadz tetangga sebelah rumahnya meningal dunia. Sebelum berangkat ke sekolah Jaka sempat bantu-bantu sebentar untuk menyiapkan permandian mayat.

Jaka senang sekolah menanamkan displin yang bagus, supaya kelak dirinya juga bisa berdisiplin dengan menepati dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Waktu tidak akan bergulir ke belakang tetapi menggelinding ke depan, meninggalkan masa silam. Di pagi yang sejuk doa pembukaan dimulai dan terdengar di setiap ruangan kelas. Doa yang menenteramkan dan memicu otak dalam situasi yang tenang dan siap untuk menampung pelajaran.

“Ah betapa besar jasa guruku,” bisik batin Jaka. Guru yang telah meluangkan waktu untuk memberikan terbaik untuk murid-muridnya. Sebuah kenangan berkelebat dari masa silam. Di saat ujian menjelang, Jaka dan teman-teman diajaknya untuk belajar bnersama di rumah kontrakan Pak Guru. Rumah sederhana dengan penerangan lampu petromak, sebab listrik belum masuk ke desanya. Jaka tahu gaji gurunya saat itu, pas-pasan untukmembiayai hidupsebulan, tetapi takmengurangi tanggungjawabnya untuk mencerdaskan anak-anakkampung. Meski begitu, Pak Guru tak memungut uang untuk tambahan pelajaran privat yang diberikan.

Aku hanya merasa malu kalau kau mendapatkan nilai jelak, dan kamu tak lulus ujian. Belajarlah dengan rajin!” ujar Pak Guru sambil menutup pelajaran malam itu.

Jaka tidak akan melupakan gurunya. Takkan! Meski pernah pula dicederainya dengan kata-kata yang membuat Jaka malu di hadapan teman sekelas. Dicederai hatinya dengan kata-kata yang menyakitkan perasaan. Jaka coba memahami, barangkali Guru tengah didera beban berat dalam pikiran sehingga hilang kesabaran. Guru juga manusia biasa yang kadang juga alpa.

Tidak gampang jadi guru!” bisik hati Jaka. Guru adalah manusia pilihan yang memiliki kewajiban unuk membina akhlak setiap anak manusia yang dititipkan di lembaga persekolahan tempat Jaka kini melaksanakan tugas dan pengabdian..

Meski waktu terus berlalu, tanggungjawab guru bukan sambil lalu, tetapi semakin berat untuk dipangku. Betapa sarat beban ditanggung, sehingga kadang rasa capai tak tertanggung.

Di kelas sebelah waktu itu, selalu mengganggu. Saking seringnya tidak jarang beberapa orang guru mengeluh saat keluar dari ruang sebelah itu. “Nakal!” katanya. Jaka hanya bisa membayangkan nakalnya anak-anak dekat dengan kreativitas, tapi bukan tak ada yang kadang tergelincir mendekat pada sikap kurang ajar.

Sampai saat ini, Jaka masih percaya guru-guru adalah orang-orang tangguh yang tak akan gampang mengeluh. Kalau mereka meninggalkan kelas adalah karena ada kepentingan tugas yang tak bisa ditinggalkannya, bukan untuk ngobral-ngobrol yang tak ada gunanya.

Dilain waktu, Seorang guru, masih muda dan ramah sikapnya, tetapi tidak pernah datang tepat pada waktunya. Berkali-kali ia minta maaf untuk tidak diberi jam sepagi itu, karena pasti akan terlambat tanpa pernah mengemukakan alasannya. Pasti dia datang di atas pukul 07.00. Kalau tidak tiba di sekolah pukul 07.30 pasti di angka 07.45. Saban hari. Sehingga kemudian dijulukinya guru yang tak bisa masuk pagi.

Tapi, kemudian guru muda itu datang paling awal dibandingkan yang lain. Setiap hari dan hari selanjutnya. “Kok tidak terlambat, pak?” sapa guru yang lain. Dia hanya tersenyum dan berlalu pergi. Tapi di hadapan Kepala Sekolah guru muda itu tidak akan trlambat lagi, karena beban tanggung jawabnya telah usai.

“Maksud Bapak?” tanya Kepala Sekolah.

“Tugasku untuk memandikan nenek yang menjadi orangtuaku telah selesai . Nenekku yang lumpuh dan mengalami gangguan kebutaan selama beberapatahun. Setiap pagi aku mandikan dan aku suapi. Kini telah dipanggil Tuhan ke haribaan Nya. Nenek yang telah 28 tahun mengasuhku sejak aku yatim ditinggal ayahku. Dia yang membesarkan Aku, sehingga kubalas pengorbanannya dengan pengabdian tanpa pamrih untuk memandikannya dan menyuapinya makan, hingga kembali dipanggil Tuhan.”

Surat ini belum tuntas dibaca Jaka, namun seorang guru telah datang mengucap salam. Memeriksa kehadiran siswa, dan berdiri di depan kelas sambil menuliskan, buka halaman ….dikerjakan di…….dan ….dikumpulkan!

Tidak ada komentar: