Translate

Senin, 23 September 2013

Penjarahan Ruang Publik

Ruang publik merupakan hak masyarakat untuk bisa mendapatkan kenyamanan, ruang terbuka yang sehat, dan pandangan yang mengenakkan. Ruang publik sebagai bagian dari tata ruang hunian atau perkotaan harus mempertimbangkan kenyamanan warganya. Ruang publik menjadi salah satu penyeimbang kesesakan ruang oleh laju pembangunan kota, keribetan, dan hilangnya pekarangan rumah. Karenanya, di beberapa daerah dikeluarkan Peraturan Daerah (perda) mengenai penempatan (peletakan) iklan dan berbagai alat peraga visual dalam bentuk banner, baliho atau pun spanduk di ruang terbuka. Perda bukan hanya mengatur peletakan tetapi juga perijinan serta biaya perijian yang harus dibayar.

Perkembangan kota dengan berbagai aktivitas warganya telah menjadikan ruang publik sebagai ruang untuk publikasi ekonomi dan ruang pencitraan bagi komunitas politik. Pada kepentingan yang pertama, sebagai ruang publikasi ekonomi telah mengubah ruang publik sebagai lahan promosi berbagai produk barang konsumtif. Penjarahan ruang yang menyebabkan para penghuni tertekan oleh gambar yang sedemikianbesar menonjok mata para pejalan yang berlalu-lalang. Rambahan ruang bukan hanya merampas open space (ruang terbuka) dalam perkembangannya serbuan iklan berbagai produk konsumtif memenuhi dinding bangunan pemukiman dan perkantoran yang ada di pertigaan atau perempatan jalan. Iklan semacam ini jarang yang mempertimbangkan kenyamanan publik sebab yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana penempatan baliho menyita perhatian publik, sehingga terkesan memaksa dan mengeram dalam memori.

Tak banyak publikasi tentang hubungan publikasi di ruang terbuka dengan berbagai baliho ukuran raksasa. Tetapi dari produsen selalu mengganti gambar dan topik yang ada dalam layar untuk mempengaruhi konsumen (publik). Setiap waktu persaingan antar produsen sejenis semakin sengit dan kian menyesakkan ruang publik. Indikasi yang kian menguatkan pengaruh pemasangan baliho di ruang publik terhadap penjualan barang atau produk.

Hadirnya berbagai gambar iklan di ruang publik jarang dipersoalkan, atau kalau pun dijadikan sebagai persoalan adalah ketika produsen yang meletakkan baliho tersebut belum membayar dana perijinan bagi pemerintah daerah.

Namun persoalan ruang publik tidak hanya disesaki oleh berbagai iklan produk konsumtif yang menikam penglihatan publik, tetapi akhir-akhir ini baik menjelang pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) atau pun pemilu legislatif (Pileg) berbagai ruang publik diserbu dengan berbagai baliho, banner, yang memajang foto orang tertentu dengan memasang senyum yang diatur sedemikian rupa untuk memikat publik. Gambar atau foto-foto sebagai alat peraga kampanye para calon legislatif  untuk memperkanlakan wajahnya yang nantinya akan dipajang di surat suara.

Seberapa efektifkah pemasangan gambar-gambar yang menyesaki ruang publik dengan perolehan suara? Barangkali yang penting bagi mereka telah menyodorkan muka untuk dikenal dan dipilih.  Persoalan gambar-gambar tersebut benar-benar telah meresahkan ruang publik, sebab banyak dari mereka yang tidak mempertimbangkan unsur estetika, sehingga kadang terkesan lucu bahkan kadang menjengkelkan. Persoalannya, adalah: pertama, hampir semua gambar atau foto yang diperagakan monoton; sedikit tersenyum dengan berpakaian jas dan dasi, beberapadi antaranya bersisian dengan fototokoh masyarakat. Tak ada visi dan misi yang ditawarkan yang ada hanya nama lengkap dengan gelarnya dan daerah pemilihan (Dapil) dalam Pileg yang akan datang. Kerja visual yang tanpa mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai dan pertimbangan keunikan gambar sehingga dikenang oleh yang melihatnya. Jika demikian tidak berlebihan jika kemudian foto dan gambar-gambar mereka disebut sebagai sampah visual yang mengotori ruang publik.

Kedua, tidak ada tawaran atau bukti yang ditawarkan kepada ruang publik apa yang bisa mereka berikan atau abdikan kepada masyarakat.  Realitas yang menandaskan tak ada apa-apa yang akan mereka lakukan kepada masyarakat ketika kelak mendapatkan kedudukan yang mewakili rakyat yang telah memilihnya. Sebuah pencitraan, dan hanya mencitrakan diri dengan mematut wajah yang diolah dalam photoshop sehingga terkesan ramah dan bersahabat. Konon, biaya untuk membuat gambar-gambar semacam itu dan dipasang di berbagai tempat strategis salah satu parpol mengharuskan calegnya menyediakan dana tiga ratus juta rupiah untuk tingkat kabupaten dan lima milyar untuk tingkat nasional (Surabaya Post, 27/2/2013).

Sayang, memang kalau mereka hanya mengotori ruang publik dengan dana yang cukup besar, dan memang perlu diatur mengenai pemasangan alat peraga kampanye ini. Namun tulisan ini tidak akan membahas mengenai aturan tersebut, tetapi lebih menekankan kepada pilihan cerdas dan kreatif dalam memanfaatkan ruang publik sehingga mencerdaskan pula bagi yang melihatnya. Pertama, mengapa mereka tidak menyodorkan visualisasi apa yang bisa mereka lakukan untuk memberikan perubahan bagi masyarakatnya sebagai wujud dari visi dan misi mereka. Kedua, mengapa mereka tidak mempertimbangkan aspek ekologis dan visual dimana gambar dan baliho dipajang sehingga bisa mempercantik lingkungan, membuat nyaman bagi yang memandang.

Pertimbangan semacam ini telah dilakukan oleh berbagai produk konsumtif, dengan mempertimbangkan budaya lokal  tempat iklan akan dipajang juga mengubah tema secara berkala. Serta terlibat langsung dengan berbagai kegiatan masyarakat sehingga memang berdekat-dekat dan semakin dekat sehingga masyarakat terpikat. JIka tidak mereka hanya akan menjadi penjarah ruang publik dan menjarahi hak masyarakat untuk mendapatkan ruang nyaman dan bersahabat.

Tidak ada komentar: