Translate

Minggu, 08 September 2013

Kurikulum 2013, Proyek Politik ?




















Oleh: Hidayat Raharja|Pendidik, Pelaku Kebudayaan

Sudah berjalan dua bulan pelaksanaan kurikulum 2013 di berbagai sekolah. Berbagai hal menarik menjadi pengalaman guru pengampu mata pelajaran, khususnya di luar mata pelajaran Sejarah, Matematika dan Bahasa Indonesia di bangku SMA. Selain ke tiga mata pelajaran tersebut belum ada buku pegangan guru dan buku pegangan siswa, juga tidak ada guru pendamping saat pembelajaran di dalam kelas sebagaimana yang dijanjikan. Tidak adanya buku pegangan guru yang dijanjikan oleh Kementerian, dan juga guru pendamping, memiliki pengaruh yang amat besar terhadap keberhasilan penerapan kurikulum 2013. 

Hampir semua guru yang sudah mendapatkan pembekalan kurikulum di provinsi Jawa Timur masih mengalami kebingungan untuk menerapkan kurikulum 2013.  Mereka masih gagap untuk melaksanakan pembelajaran proses sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan kurikulum.  Mereka merasa belum cukup mendapatkan bekal dalam upaya merubah pola pembelajaran dari yang telah mereka lakukan. Sementara guru pendamping yang diharap bisa membimbing mereka sampai saat ini belum melakukan pendampingan.

Menurut informasi pengawas sekolah yang telah mendapatkan pelatihan di provinsi Jawa Timur, mereka akan dijadikan pendamping guru mata pelajaran khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sejarah dan Matematika. Dengan demikian dapat dipastikan pengawas sekolah yang menjadi guru pendamping tidak semuanya sesuai dengan mata pelajaran guru yang didampingi.  Persoalan yang sangat menarik untuk ditelaah ? Juga terhadap guru mata pelajaran selain matematika, sejarah dan Bahasa Indonesia masih belum ada buku pegangan guru dan pegangan siswa sebagai buku pokok dalam pembelajaran. Apakah  dengan kondisi di lapangan semacam ini,  kurikulum 2013 akan berhasil dilaksanakan?

Keberadaan guru pendamping, mutlak diperlukan bagi semua mata pelajaran yang diampukan dalam kurikulum 2013. Pendampingan terhadap guru pengajar mutlak diperlukan karena akan menjadi partner dalam pembelajaran sehingga bisa membantu guru pengajar keluar dari mindset lama, kebiasaan guru mendominasi pembelajaran ke bentuk  pembelajaran yang berpusat kepada siswa.

Upaya guru pengajar untuk belajar mengubah mindset dengan membuang kebiasaan lama bukan merupakan hal mudah. Rasa nyaman dengan cara-cara lama telah menjadikan kebiasaan bagi guru bahwa apa yang telah dilakukan bisa membantu siswa belajar. Keluar dari zona nyaman tidak semua guru bisa melakukan sehingga bantuan dan dorongan dari guru pendamping sangat dibutuhkan. Betapa galaunya guru ketika akan masukkelas, karena khwatir apakah yang dilakukan telah memenuhi kegiatan proses belajar yang berorientasi kepada siswa dan sudah mengimplementasikan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang telah ditetapkan.

Kebiasaan murid dicekoki informasi adalah persoalan lain yang akan membuat pembelajaran proses menjadi sesuatu yang menarik. Sebab,sangat terbuka kemungkinan apa yang direncakan guru dengan sebaik-baiknya terhambat saat memasuki ruangan kelas, karena murid yang belum terbiasa dengan pola seperti yang direncanakan.

Persoalan ini menjadi tanda tanya bagi sebagian guru sebab adanya tambahan  Kompetensi Inti 1; ”Menghayati dan mengamalkan  ajaran agama yang dianutnya dan Kompetensi 2: berhubungan dengan sikap menghayati dan mengamalkan dalam perilaku adalah hal baru. Kedua hal tersebut secara eksplisit tercantum dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dan secara implisit harus diaplikasikan dalam pembelajaran. Tuntutan kompetensi ini mengharuskan guru sebagai fasilitator juga sebagai pengelola pembelajaran di dalam kelas bisa megamalkan dan menunjukkan sikap sebagai mana yang harus ditumbuhkan di dalam diri siswa.
Pada masa penyelenggaraan kurikulum 1984 dan 1994 upaya untuk menghayati ajaran agamamelalui bidan studi, ada sebuah program dan pelatihan imtak terhadap guru bidang studi. Diterbitkan silabus yang memaparkan hubungan antara Imtak (Keimanan dan Ketaqwaan) dengan Iptek  (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Setiap tahun ada kompetisi pembelajaran Imtak dan Iptek yang diselenggarakan oleh kantor Menteri Pendidikan untuk seluruh mata pelajarannon Agama untukseluruh guru di wilayah Republik Indonesia. Namun sayang, program ini hilang tanpa pernah ada hasil evaluasi yang dipublikasikan.

Berkenaan dengan tuntutan dalam kompetensi yang harus dikuasai siswa dan juga perubahan mindset dalam pembelajaran sudah seharusnya keberadaan guru pendamping bisa memberikan bimbingan dan pendampingan terhadap guru mata pelajaran. Dengan demikian lebih tepat jika guru pendamping juga berasal dari guru atau pengawas yang mengampu mata pelajaran sejenis. Namun hal ini sangat tidak memungkinkan dengan keterbatasan jumlah pengawas dan belum adanya pengawas bidang studi di setiap kabupaten. Pengawas bidang studi mendampingi guru bidang studi akan terasa  lebih pas, sebab lebih memahami karakter bidang studi dan muatan materi serta kebutuhan strategi dan metode dalam penyampaiannya.

Namun, jika tidak juga dilakukan atau hanya dilakukan sekadar memenuhi tuntutan kebutuhan tanpa mempertimbangkan keberhasilan dan produktifitasnya, maka tidak berlebihan jika apa yang digelisahkan oleh para pemerhati pendidikan bahwa kurikulum 2013 hanyalah sebuah proyek politik yang mengorbankan guru, peserta didik, dan dunia pendidikan di Indonesia.

     

Tidak ada komentar: