Translate

Senin, 04 April 2016

Gen Z; di antara Kegaduhan Teknologi Informatika dan Identitas Diri


Oleh: Hidayat Raharja*

"Dialog Pagi" -karya Hidayat Raharja
Perubahan adalah pasti. Masa depan adalah wujud dari pertemuan antara masa lalu dengan masa kini. Masa depan tidak akan lahir tanpa kehadiran saat ini. Maka, pastinya semua berharap perubahan itu terjadi secara sinambung sehingga tidak menimbulkan gegar bagi kehidupan. Hal ini jadi penting dalam perbincangan mengenai generasi mutakhir yang dikenal dengan generasi Z (Gen Z). Bahwa mereka hadir tidak tiba-tiba tetapi dilatarbelakangi oleh generasi sebelumnya. Sebuah generasi yang mewarisi genetika dari generasi pendahulu. Artinya secara genetis generasi mutakhir membawa sifat-sifat genetis dari pendahulunya yang akan berinteraksi dengan lingkungan yang memunculkan sifat fenotif atau perilaku pada suatu individu.

Sebegitu menarikkah Gen Z? Sangat menarik. Sebuah generasi yang hadir di era puncak kemajuan teknologi informatika, di saat dunia berada dalam genggaman tangan mereka. Dalam waktu serentak mereka bisa menyaksikan hiburan dari kamar pribadi, sekaligus bisa mengirimkan informasi ke belahan dunia lainnya. Mereka yang bergerak dari genaggaman tangan untuk melihat daerah yang akan dituju atau pun untuk mengabarkan wilayah yang tengah dilintasi.

Teknologi komunikasi telah berbaur dengan fotografi serta seperangkat piranti untuk memenuhi seluruh hasrat kaum muda dalam membangun komunikasi dan menyatakan eksistensi diri. Selfie adalah cara ungkap dan cara mengekspresikan diri yang unik. Sebuah narsisme yang menegaskan mereka berada di antara keberadaan orang lain yang tengah berrebut ruang pribadi.

Meski tak cukup bagus memiliki telinga untuk dijadikan sebagai indera pendengaran dengan gawai yang pintar yang mereka miliki tinggal pencet ikon perekam untuk menyimpan seluruh informasi yang tengah didengarkan. Ketika malas untuk mencatat keterangan guru atau narasumber yang ada di white board mereka cukup menekan tombol kamera di perangkat telpon pintar di genggaman. Sebuah zona hidup yang memberikan kenyamanan sekaligus merupakan ancaman,ketika merekatelah diperbudak oleh teknologi dan kehilangan inisiatif serta kreativitas dalam menyelasaikan persoalan-persoalan hidup yang mereka hadapi.

Gen Z adalah generasi yang lahir di tahun 2000 dan setelahnya. Generasi yang lahir di tengah hirup pikuk produk teknologi informatika dan globalisasi yang meretas batas-batas wilayah geografis, kebangsaan dan agama mereka. Generasi yang membuat lembaga pendidikan menata ulang  sistem pendidikan yang dijalankannya. Guru menta ulang pola komunikasi dengan peserta didik dan orang tua menata ulang pendekatan terhadap anak-anaknya. Dalam pertarungan aneka ideologi yang dipicu oleh perkebangan teknologi informatika,tidak sedikit dari penentu kebijakan dalam dunia pendidikan yang kebablasan sehingga kehilangan batas-batas antara  guru dan murid antara orangtua dengan anak.

Banyak memberikan petuah kepada mereka, tidak akan banyak digubris, sebab mereka telah banyak menyerap informasi dari lingkungan dan ruang pribadi yang terhubung ke dunia luar yang jauh tak tertempuh. Mereka yang merasa lebih tahu, dengan berbagai jejaring yang telah mereka pergunakan. Mereka berada dalamasuhan masyarakat maya, yang ada tetapi tidak nyata. Tidak nyata tapi ada. Generasi yang tidak lepas dari genggaman gawai untuk menyatakan eksistensi mereka dengan berbagai status yang setiap saat diunggah di media sosial untuk menandakan keberadaanya.

Beri mereka kesempatan untuk memaparkan gagasan atau pendapatnya dan ajaklah berdialog dengan pendapat yang dikemukakannya. Guru dan orangtua patut menjadi pendengar yang baik. Pendengar yang sabar untuk merekam penuturan dan tingkah mareka, dan bila tiba waktunya ajaklah mereka bertukar pendapat. Mereka punya impian yang jauh melampaui pemikiran guru dan orangtua.

Tidak salah jika Soekarno menuturkan”Beri aku lima orang pemuda, maka akan aku guncangkan dunia” Sebab anak muda adalah agen perubahan. Orang muda adalah generasi yang akan menggantikan estafet kepemimpinan di waktu yang akan datang. Mereka dengan strategis menentukan sikap dan langkah hidup untuk menentukan masa depan. Mereka yang dengan serius menggeluti kesukaan mereka, untuk mengubah main-main menjadi sebuah kerja profesional.

Bukankah penemuan-penemuan besar diawali dengan sebuah main-main? Ya, yakinlah bahwa penemuan besar itu berawal dari sebuah mani-main yang tak  dinyana, main-main yang mustahil tetapi kemudian berhasil menjadi sebuah temuan menakjubkan. Para pendiri bangsa ini mulai bermain-main dengan dunia politik dari usia belasan tahun yang beberapa tahun kemudian menjadi tokoh yang ditakuti dan disegani para pemimpin dunia.

Bagaimana dengan remaja kita yang populer disebut Gen Z? mereka telah bermain-main dengan mengusung perpustakaan (telpon pintar) di genggaman tangan. Bila mereka awas maka, tak ada yang tak bermanfaat di setiap putaran detak jam. Sekedar narsis dimedia sosial untuk sekedar selfie atau update status sebelum dan setelah bangun dari tempat tidur. Realitas menunjukkan bahwa dari sebagian mereka dapat menjadikan main-main di media sosial menjadi sebuah peluang untuk menjadi sebuah profesi yang menggiurkan. Bayu Skak yang rutin mengunggah video kreatifnya banyak mendapatkan pengikut (follower) dan menjadi salah satu penghuni Youtube dengan bayaran yang terus meningkat. Seorang pemuda diJawa tengah mengajari anak-anak dan remaja dikampungnya untukngeblog dan menjadikan blog untuk mendapatkan penghasilan dariiklan yang ditayangkan di blognya.

Barangkali yang patut dicermati adalah bagaimana dengan generasi mutakhir dalam berinteraksi dengan sosial media. Mereka yang gamang dengan dirinya. Mereka yang narsis namun tidak menunjukkan jati dirinya. Sebab, dari gaya narsis yang mereka lakukan sebenarnya terkover apa yang ada dalam diri yang bersangkutan. Inilah sebenarnya peran orangtua dan sekolah dalam menentukan karakter dan identitas mereka sebagai kaum muda yang berpijak pada akar budaya yang unik dan menjadi bagian dari masyarakat dunia.

Mereka secara genetis mewarisi akar budaya lokal dengan berbagai kearifannya untuk tetap eksis dan bergumul dengan identitas yang jelas di tengah pergumulan peradaban masyarakat dunia. Gen Z Indonesia yang diwarnai identitas lokal (kesukuan), dan keragaman keberagamaan  yang sangat santun terhadap kehadiran orang lain yang berbeda. Maka, yang patut dipahami adalah bagaimana anak-anak muda dalam pertarungan peradaban masyarajat dunia, mampu menunjukkan identitas sebagai bangsa Indonesia yang unik dengan keragaman budayanya yang luhur. Kerifan dan kesantuan yang menjadi identitas tidak hilang ditelan kegaduhan teknologi informatika dalam arus globalisasi yang bertarung dengan glokalisasi.

                                                                                                                   Sumenep, 12 Maret 2016.

*Penulis, adalah guru, penikmat budaya pop dan kisah sehari-hari.