Translate

Rabu, 21 Desember 2011

PENGABDIAN PARA GURU MUDA

Oleh: Hidayat Raharja*
Sore beranjak malam. Sebuah stasiun televise menayangkan acara “Pengabdian” .Pada malam itu kebetulan ditayangkan seorang perempuan muda yang terpilih dalam Program Indonesia Mengajar dan ditempatkan di suatu daerah di luar Pulau Jawa. Perempuan cantik, enerjik, dan begitu bersemangat menjalankan tugas pengandiannya di sebuah sekolah dasar yang ada di tengah hutan.

Aku tak ingat namanya, tetapi aku ingat perempuan itu penuh gairah, kreatif, dan interaktif dengan anak-anak yang diajarinya. Interaksi dengan anak-anak yang bermukim di daerah yang terpencil nun jauh di sana. Sungguh menaskjubkan, anak-anak itu begitu ceria mereka mudah menerima dan berinteraksi dengan Bu guru yang baru. Anak-anak yang tidak jauh bebrbeda dengan anak-anak seusianya.

Anak-anak berseragam putih merah itu bagai menemukan oase. Mereka menemukan sesuatu yang dirindukannya. Mereka selalu merindukan kehadiran Bu guru muda yang sebenarnya bukan seorang guru. Ya, dia bukan seorang guru, ttepai mempunyai semangat yang tuluis dan ikhlkas untuk menularkan ilmu yang dimilikinya dalam sebuah pengabdians ebagai guru di program “Indoensia Mengajar”. Penganbdian yang tulus, karena mereka berani meninggalkan poekerjaanya dengan gaji mapan, hanya untuk menjadi guru di pelosok desa selama satu tahun. Sebuah [pengabdian untuk memberikan bekal pengetahuan. Membangun mimpi-mimpi anak-anak di pelosok itu untuk meraih masa depan.

Dia seorang sarjana berprestasi yang mencoba untuk mengabdikan diri, membangun sejarah hidup untuk dikenang anak cucunya kelak di kemudian hari. Guru muda yang kreatif dengan segala keterbatasan fasilitas yang ada, di manfaatkannya keterbatasan untuk menanamkan pemahaman, dan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan anak-anak desa itu. Saat mengajarkan peta Indoenesia Bu guru tidak cukup memberikan teori, tetapi diajaknya anak-anak ke tepian laut yang tak jauh dari sekolah. Lalu, digambarnya peta buta Indonesia, dengan cakap anak-anak itu menyebutkan nama pulau di peta yang di bua. Di tatapnya lautan luas, memandang luas kepulauan wilayah Indonesia.

Alam (pantai) menjadi sumber belajar mereka. Di tepian laut. Di atas hamp[aran pasir digambarnya peta, dipahaminya skala peta dengan ukuran nyata, angin darat, angin laut an kegunaanya bagi kehidupan nelayan dan kehidupan mereka. Sebuah pembelajaran holistik, pem,belajaran yang mengakokmodir aneka kecerdasan mereka.

Ternyata anak-anak yang ada di pelosok ituadalah anak-anak yang cerdas. Anak-anak yang memiliki cita-cita setinggi langit dan seluas laut terbentang di hadapannya. Bu guru muda yang tengah mengabdi telah memantik dan memercikkan bintan-bintang dari anak-anak di daerah terpencil. Selama setahun mereka mengabdi, setahun pula mereka menanam, dan harapan itu mulai tumbuh dan terus tumbuh.

Datangnya pengajar-pengajar muda, adalah inspirasi baru dalam dunia pendidikan kita. Bahwa; pertama, betapa selama ini anak-anak itu begitu rindu pembelajaran yang menggairahkan. Mereka rindu untuk mengenal lingkungan alamnya, masyarakat dan bangsanya. Kedua, dunia pendidikan kita harus berubah, karena anak-anak itu tidak lagi lahir jaman penjajahan. Anak-anak itu tidak lahir di jaman otoriter, tetapi anak-anak itu hadir dalam sebuah jaman yang bebas di tengah serimpungan arus informasi dan teknologi. Anak-anak yang tengah diintai cengkeraman kapitalisme dalam kehidupan masa depan mereka.
SUMENEP, awal Desember 2011

Tidak ada komentar: