Translate

Senin, 04 April 2016

Puisi-puisi dari Jalan Payudan Timur



( Sebuah Catatan dari Seleksi untuk Calon Peserta FLS2N 2016)

Gambar -"Duka" - Hidayat Raharja
Apakah pernah membaca karya-karya sapardi Djoko Damono? Atau karya Sutardji Calzoum Bachri? Atau karya M.Aan Mansyur?  Itulah pertanyaan yang saya lontarkan dan sederet nama lainnya jajaran nama penyair Indonesia kepada para siswa yang mengajak untuk mendirikan sebuah ruang kreatif yang mereka sebut bengkel sastra.  Mereka tersenyum dan menggelengkan kepala, dan balik bertanya ;”Siapa Mereka?”


Gambaran di atas sebuah gambaran tentang sastra khususnya puisi di Sekolah Menengah Atas yang kurikulumnya dijejali dengan aneka mata pelajaran dengan seabreg tugas yang tak tertandingi. Kondisi yang membuat mereka tak memiliki waktu lain untuk membaca karya sastra. Sebab,selain waktunya  banyak tersita oleh tugas-tugas mata pelajaran  juga waktu yang ada digunakan untuk tambahan les mata pelajaran ataumengikuti bimbingan belajar.


Syukur mereka masih mau sedikit mengenal dan belajar menulis karya sastra. Barangkali , kelakseteahtamat dari SMA mereka bisa mendalami lebih jauh dan berkarya lebih poduktif. Harapan ini bukan hampa belaka sebab dari karya mereka yang berminat membentuk dan mengikuti bengkel sastra memilki karya yang lumayan menarik dan potensial. Karya yang mengedepankan pengalaman-pengalaman hidup mereka dan respon terhadap lingkungannya.


Juga rasa gembira itu hadir ketika dilakukan seleksi siswa untuk mengikuti lomba cipta puisi di ajang Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) tingkat kabupaten Sumenep. Ada 12 peserta menghikuti seleksi dengan menyerahkan 2 karya setiap peserta seleksi. Seleksi dilakukan dengan tema  tentang keragaman budaya Indonesia dan dari juri memberikan lima kata untuk dimasukkan ke dalam puisinya; komputer, tegal, taneyan, rokat, mesin.

Respon mereka terhadap tema sangat menarik, sebab mereka senantiasa mengaitkan dnegan pengalaman diri yang diungkap kannya ke dalam puisi. Berikut potongan larikpuisi berjudul “Curahan Anak Pedalaman”  karya Irawati Dewi;

            …Juluran tanah yang kami sebut taneyan/Penghubung tempat rehat sedernana kami/permainan-permainan sederhana terlukis dalam kenangan/otak kami tak secanggih komputer/namun alam telah menjadi guru terbaik/leluhur melindungi kami dengan doa dan rokat/tak perduli hidup modern manusia/kisah-kasih pedalaman terus tersimpan.//

Atau  bisa pula kita nikmatipada larik puisi “Kenangan Rokat Tase’” karya Eksanti Amalia KW berikut:

            ..dengarkanlah!/leluhur renta melantunkan ayat suci/ rokat tase’dimulai/bunte’ diluncurkan/bebas…/bagai manuver dalam tegal tak terarah//aura kebahagiaan terpancar/hiruk-pikuk dalam taneyan/tersurat dalam alunan saronen/yang berderik tertatih-tatih/karatan, namun penuh arti/

            Dua buah puisi yang ditulis Irawati Dewi mengisaratkan tentang kondisi kehidupan budaya di tengah masyarakatnya. Pertama,adalah bagaimana ia memaknai tentang konmdisi anak-anak pedalaman yang tertinggal secara teknologi namun dalam kebersaman dengan sesama dan juga alam mereka belajar tentang hidup dan kehidupan. Sebuah kondisi yang mengisyaratkan betapa ikatan kekeluargaan mereka merupakan sebuah kekuatan untuk menghadapi persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Sebuah narasai yang cukup menarik, namun perlu untuk meningkatkan kualitas puitika seperti dalam pemilihan diksi yang lebih konotatif. Sebab, puisi berbeda dengan sebuah berita.

            Lain halnya dengan puisi Eksanti yang berjudul “Kenangan Rokat tase’” , sebuah upaya untuk mengenang kembali tentang keindahan dari rokat tase’. Sebuah puisi yang menggambarkan suasana  di sebuah desa pesisir dengan segalakeriangan dan hirukpikuk. Suatu pertunjukan yang bukan sekedar pesat pora namun memilki kandungan makna bagi kehidupan manusia dan semesta.  Pemilihan diksi yang cukupmenarik karena di dalampuisi tersebut beberapa idiom lokal bertabur menguatkan suasana puisi. Namun hal ini akan lebih menbraiketika juga puisi ini bukan hanya sekedar suasana tetapi juga makan yang tersurat dan berekat-sekat.

            Puisi yang lainnya juga cukup menarik yang ditulis oleh Rully Aprilia ( ikarar Sajak dan Hikayat Keraton), Akbar Sulthoni (dialog alam, Kala Senja di Gereja Tua). Dian Nurul Faziah (Tanah Sendu, Kubangan), Ajeng Alfiyunika (Rayuan Pulau Madura. Menata Ruang Untuk BErsama), Haikal Fawaid ( Sihir Malam, Bisakah?), Ibnu Affan (Satu Nol Nol Nol JIwa di Masa Lalu, Berebut Rindu di Kota Tegal),  FatholBari (Putraku, Saat Dia Meninggalkanku) Risa Sufiana (Angin Kehidupan, Catatan Tinta Putih), Agisni Rahmatika ( Petang telah Tiba, Rindu Desa Kecilku),Ajeng Wahyu Samudera (Suramadu, Topeng Dhalang).

Keseluruhan puisi-puisi dalam seleksi ini sangat menarik sebagai penanda bahwa geliat puisi disekolah ini ada dan menarik. Pertama,  Barangkali karena tak ada waktu, mereka taksempat mengembangkan diri untuk berlatih tekuh menulis puisi sehingga “anak”puisi yang dilahirkannya bisa tumbuh kembang dengan baik.  Sebab, puisi bukan hanya sekedar curhat, tetapi ada sebuah muatan baik dalam bentuk atau pun dalam ungkapan, serta nilai-nilai yang bermakna bagi pembaca yang mencarinya.

Kedua, nilai yang ditawarkan. Tak ada yang hampa dalam sebuah puisi namun akan ada nilai-nilai yang disodorkan pencipta kepada pembacanya. Nilai-nilai inilah yang menjadi makna sebuah puisi di hadapan penikmat atau pembaca. Nilai yang bisa diperoleh dari hasil permenungan atau kontemplasi terhadap suatu pengalaman hidup yang ditemui atau terhadap pengalaman literer yang dialami. Bahwa kata itu bukan hanya sekesarkata tetapi memiliki makna lain yang tersurat di dalamnya.

Ketiga, intelektualitas. Bahwa dibutuhkan kecerdasan untuk menciptakan sebuah puisi, sehingga puisi bukan hanya sekedar barisan kata-kata indah yang mengawang-awang dia tas angan. Intelektualitas yang akan memberikan bobot isi dalamkarya dan juga akan sangat mempengaruhi kepada pembacanya. Puisi bukan hanya sekedar keindahan namun di dalamnya ada nilai kehidupan atau sosial,di dalamnya ada nilai-nilai pengetahuan yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan manusia.

Bahwa mencipta puisi (juga bentuk karangan lainnya) dibutuhkan kesanggupan untuk mengembangkan wawasan pengetahuan sehingga tulisan atau karya yang dihasilkan juga terus berkembang secara dinamis. Jika anda suka menulis maka tentunya anda harus sukan membaca karya-karya hebat, sehingga berpengaruh terhadap pemikiran anda dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap karya-karya yang dihasilkan.

                                                            Bumi Sumekar Asri, 18 Maret 2016

Hidayat Raharja, guru biologi dan penikmat puisi dan kisah sehari-hari.

Tidak ada komentar: