Translate

Kamis, 01 Oktober 2009

PUISI & WISATA

Oleh: Hidayat Raharja*
1. puisi

Puisi sebagai karya fiksi dengan bahasa sebagai komunikasi yang memiliki kekuatan menyampaikan pesan yang ada di dalamnya. Pesan yang ingin disampikan pengarang terhadap pembacanya. Tidak mustahil jika kemudian puisi oleh suatu penguasa dianggap sebagai sesuatu yang mengancam ketika puisi tersebut banyak mengungkap kebobrokan suatu pemerintahan. Dalam sejarah pergerakan nasionalisme puisi memiliki andil besar didalamnya, dan menjadi kekuatan gerakan pemuda dalam membangun kebnagsaan : Indonesia. Siapa yang akan mengingkari kalau sumpah pemuda yang dicetuskan pada 28 oktober 1928 mampu menjadi spirit ke-Indonesia-an yang dikukuhkan secara yuridis tahun 1945.

Tak ada yang mengingkari kalau puisi memiliki kekuatan dalam membangun spirit masyarakatnya, meski kita pahami puisi tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan secara langsung. Pun juga tidak dapat diingkari kalau puisi akan meningkatkan datangnya wisatawan, namun dapat dipahami pesan dalam puisi dapat membangkitkan jiwa seseorang untuk melakuan perubahan atau juga membangun kesadaran.

Dalam konteks perkembangan wisata di Kabupaten Sumenep, bukan sesuatu yang musykil untuk menjadikan puisi sebagai wisata dan media untuk mengembangkan kepariiwisataan. Karena tidak atbisa dibantahkan apabila obyek wisata di Sumenep banyak memberikan inpirasi bagi penyair dan sastrawan dalam melahirkan tulisan. Sebut saja D Zawawi Imron yang kental dengan ke-Madura-annya telah banyak mengangkat citra Madura dalam perspektif kemanusiaan. S Yoga salah seorang penyair yang pernah tinggal di sumenep sekitar 2 tahun telah banyak diinspirasi oleh aneka jenis seni dan obyek wsiata dalam melahirkan karya-karyanya.

Sumenep dengan aneka ragam seni dan budayanya adalahs ebuah aset tak ternilai yang harsu terus-menerus di kembangkan untuk bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sebab, perkembangan pariwisata di Sumenep takkan bermakna signifikan jika hanya menjadikan masyarakat sebagai penonton dan obyek yang terjual tanpa pernah menikmati hasilnya. Kami sangat tidak mengharapkan sebagaimana perkembangan fenomena wisata terakhir ini yang berkmbang di perkampungan miskin sekitar jakarta. Kemiskinan mereka telah dimanfaatkan oleh biro travel sebagai jualan bagi wisatawan asing yang bernilai ribuan dollar. Ini sudah terjadi. Sekali lagi hal ini tidak kami harapkan terjadi di Sumenep.

Sumenep dalam Puisi
SUMENEP
(1)

Di taman sore hari
kota membuka pintu
magrib menggetar kelam jalanan

Kubah mesjid
memantul remang
aroma iklan dan wangi perempuan

Pedih kana dan kembang petang berdebar
jalanan berkelok ke ujung
kantor pemerintahan yang muram

Pekik lirih lelawa
keluh kesal yang tersangkut
di jalinan kawat perseteruan

Menembus pekat malam
rumah-rumah petang
sunyi sepi mengerang

Di antara dingin dan dini
menghabiskan mabuk perempuan jalanan
di semak-semak taman

(2)

Pantai-pantai memotret perempuan belia
Di gunungan pasir dan julang pohon palma

Gelegak gairah berderai dari gelak ombak
Memecah pasiran

Elang laut liar menatap belia
Pusar terbuka nganga karang di dada

Sebahu rambutnya mengibar layar, angin utara
Aroma tropika dan sedap cassablanca

Kobar matanya membakar matahari
Perahu-perahu mendaki tubuh yang merah

Memintal gelombang cinta yang ungu
Menjala setiap detak dan denyut kelabu

Pasir-pasir luruh dalam darahnya
Ikan-ikan menangkap gelepar napasnya

Di antara semak-semak akar bakau
Bersama sambaran elang liar dari jantung lautan

(3)

Oktober menyalakan lampu-lampu sinar biru
Persimpangan memainkan ingar musik
Saling berisik
Membangunkan malam-malam gemerisik


Kota berjubel di bawah tugu jam
Yang terus berputar seperti pusaran nasib
Tak henti berderit

Kau tahu,
Kota ini telah dilahirkan sebelum adipoday dan potre koneng
mengikat janji dalam mimpi kelon yang bunting

berjalan dari masa silam ke tubuh kelam
di situs –situs keraton songennep dan kubur-kubur hitam tak bertanda
tak terbaca

hujan dan hitam bersetubuh
memanggul musim dan kegetiran

ratusan tahun melingkar
ratusan ritus beredar

menyibak kali marengan yang kian dangkal

Di pecinan dan kampong arab
Berserakan puing-puing keanggunan dan
Reruntuhan feodalisme

Kau tahu,
Oktober telah berkali datang
Menyapa kota dan penghuni
2007
(terbit di harian Pikiran Rakyat, Bandung, 24/4/2008)
PASONGSONGAN
lelaki itu memeluk karang julang di balik dadanyalaut hitam kapalkapal menarik jangkar dari kepalanya
di utara nelayan pasongsonganberpose di atas gelombang meregangkan tali ototnya kayuh kemudi ke lepas laut
meninggalkan bisingpantai dan aroma berakterbakar amis pindang dan cakalang
layar dibuka angin bersorakperahu bergerak pasirpasir bukit di selatanmelambailambai.
Dan lelaki itu mengepalkan tangan di antara kakiangin yang kian kencang mengangkang
berkejaran antara hati dan gelombangAntara keberuntungan dan malang ke atas lautke batas tahmitke luas takbir
lakilaki itu menembus kedalamandiantara gaduh terumbu malam dan gemuruh keikhlasan
3. Puisi Post Card
Ada peluang yang cukup manarik untuk menjadikan puisi sebagai pesan turistik atau potensi wisata yang ada di Sumenep. Suastu bentuk publikasi puisi sekaligus menawarkan obyek wisata yang akan dijadikan tujuan atau kunjungan. Hal ini dapat memdukan antara foto obyek dengan didukung teks puisi untuk menambah estetika terhadap keindahan obyek.

Selain berfungsi sebagai penguat pesan obyek, produk ini juga dapat menjadi kenangan bagi pengunjung ,sekaligus souvenir yang bisa dipajang di dinding dengan mempergunakan bingkai yang sesuai.

4. Penutup
Semoga catatan kecil ini bisa menumbuhkan inspirasi untuk perkembangan bisnis Sumenep di era penggunaan jembatan Suramadu.
*penulis adalah esais, penulis lepas seni dan budaya.